3

980 Kata
Rahayu sedang menyiangi rumput kala sebuah mobil berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Akhir-akhir ini Narendra lebih senang dijemput kawan-kawannya ketimbang bawa kendaraan sendiri. Alasannya karena ketika disopiri dia masih bisa dengan leluasa ngecek pekerjaan. Sedangkan untuk membayar sopir dia belum mampu.   Anjani melambaikan tangan, rambutnya yang panjang terurai dan ikut bergerak kala menoleh ke samping. Persis seperti gadis-gadis di iklan shampo. Tidak  berselang lama, Narendra turun dari kursi penumpang.   "Mampir dulu, Janii," teriak Rahayu.   "Keburu sore, Kak. Lain kali, ya, Kak Yayu." Kemudian mobil matic berwarna merah itu meninggalkan kediaman Narendra setelah Rahayu mengiyakan. Lalu dia meraih tas Narendra. Keduanya berjalan beriringan. Aroma masakan masih tercium kala Narendra memasuki rumah.   "Abang sudah makan tadi sama Anjani, masakannya simpen aja buat sore." Rahayu yang sedang menyiapkan piring untuk Narendra otomatis berhenti.   "Oh, Aku makan sendiri kalo gitu," ujarnya, ada nada kecewa dari suaranya.   Narendra mengambil handuk yang di gantung di rak jemuran dekat kamar mandi. Sebelum masuk kamar mandi dia berujar, "lain kali gak usah nunggu, makan aja duluan. Asam lambung kamu nanti naik lagi kalo telat makan."   Entah hanya perasaannya saja atau memang Narendra berubah ketus. Rahayu gak tahu apa penyebabnya. Bukankah seharusnya dia yang marah karena suaminya itu tidan menepati janji.   Makanan yang seharusnya nikmat itu rasanya kini hambar. Sambal hijau yang dia buat dengan sepenuh hati pun rasanya hanya pedas. Tidak ada nikmat-nikmatnya.   "Bang, Yayu ada salah, ya sama Abang? Sejak pulang kantor tadi siang Abang diem aja."   Narendra yang sedang asik dengan Gawainya kini mengangkat sedikit wajah.   "Kamu harusnya instrospeksi diri. Nyadar diri apa kesalahan kamu hingga bikin aku kesel. Aku bela-belain nyiapin makan malam romantis buat nyenengin kamu. Tapi apa balasannya?"   "Oh, masalah itu? Apa bedanya sama apa yang aku siapkan tadi, masakan yang aku buat dengan susah payah, melihatnya pun abang tidak," balas Rahayu.   "Apa itu sebanding? Yang kamu siapkan itu apa? Cuma tumis kangkung, sambel?"   "Bang!" bentak Rahayu.   "Abang lelah, jangan ganggu tidur Abang."   Narendra beranjak, dia masuk kedalam kamar, Rahayu mengekor dia menyesal karena telah berdebat dengan sang suami. Namun, saat dia sampai di ambang pintu berpapasan dengan Narendra yang membawa guling serta selimut.   "Abang tidur di kamar tamu, Abang butuh sendiri."   Rahayu dan Narendra dia adalah pasangan suami istri yang selalu bahagia. Keduanya mampu mencicil rumah di cluster elit di kota mereka. Dan memiliki sebuah mobil matic yang cicilannya baru lunas awal tahun ini.   Keduanya bergaya hidup mewah, bahkan Rahayu memiliki tas seharga sepeda motor Narendra. Jika orang lain liburan ke Puncak, Lembang atau Bali. Rahayu dan Narendra selalu liburan ke Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Korea.   Namun, itu dulu, kini Rahayu berubah. Tas dan sepatu koleksinya yang seharga puluhan juta dia jual. Dia tidak royal lagi, tidak pernah belanja lagi. Anehnya gajinya selalu habis setiap bulan.   Narendra tidak habis pikir, kemana gaji serta nafkah yang dia berikan. Bahkan untuk membeli makanan yang layak pun Rahayu tidak bisa.   Jauh berbeda dengan Anjani. Gadis itu tidak berubah, dia selalu royal, baik kepada siapa pun. Dan tidak pelit seperti Rahayu.   Anjani juga cantik, meski usia mereka sama Anjani terlihat seperti baru lulus perguruan tinggi. Membuat Narendra lebih betah jika berada dekat dengan gadis itu.   Malam ini, Narendra tidur sendiri, dia hanya ditemani gawai yang berisi chating dengan Anjani.   Narendra terbangun kala mencium aroma masakan dari arah dapur. Dia lantas bangkit lalu merapikan tempat tidur.   "Gak usah bikin bekal, aku ada janji makan sama klien," ucapnya sambil masuk ke kamar mandi.   "Yang bayarin bukan Abang, kan?" Pertanyaan Rahayu membuat Narendra urung masuk ke kamar mandi.   "Masalah kalo abang yang bayar?" ketus Narendra.   "Ya iya lah, masa makan sama klien, Abang yang bayar."   "Serah, abang males ribut. Gak usah bikin kopi, janjian di Lovely sama Jani."   Rahayu mematung, terlihat sekali Narendra sengaja menguji kesabaran dia.   Usai mandi lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu berangkat sendirian. Padahal, Rahayu sudah siap untuk berangkat bersama menuju kantor. Lagi pula tempat kerja mereka satu arah.   Narendra membuka gerbang dan Anjani dengan mobil merahnya datang menjemput. Dari kejauhan Narendra dapat melihat sang istri yang tertegun di depan pintu garasi.   "Dra, lu tega amat sama kak Yayu. Hanya karena dia mengacaukan surprise yang udah lu siapin." Dengan cekatan tangan Anjani menari di atas kemudi.   "Gue jenuh."   "Kak Yayu kurang apa coba, Dra."   Narendra tidak menjawab, tatapannya menerawang jauh, melihat jalanan yang mulai padat kendaraan bermotor.   Suara merdu Glenn Fredly terdengar dari radio, Anjani ikut bernyanyi dengan suara lirih yang membuat Narendra memalingkan wajah.   "Cantik," bisik Narendra.   "Hah, Apa?" tanya Anjani.   "Kamu cantik," ucapnya. Anjani tersipu, dia merasakan pipinya memanas.   Mobil yang mereka tumpangi berbelok ke arah kiri, sebuah coffee shop yang selalu buka 24 jam. Semalam keduanya berjanji untuk ngopi dulu sebelum kerja.   Narendra merasakan getar yang berbeda dalam dadanya. Entah mengapa dia baru pertama kali melihat Anjani secantik dan semenarik ini sekarang. Padahal bertahun-tahun mereka bersahabat, mulai dari bangku SMA, perguruan tinggi hingga bekerja di perusahaan yang sama.   ***   Rahayu lumayan kesal. Sudah dua kali masakannya tidak disentuh oleh Narendra. Sudah beberapa hari juga dia lebih memilih berangkat bareng Anjani bukan Arman atau Indra. Dan Narendra membiarkan dirinya berangkat membawa mobil sendirian.   Di tengah kemacetan perempuan itu berusaha menghubungi Narendra. Terlalu lama berada  dalam situasi yang canggung sungguh tidak nyaman. Dia bertekad ingin meminta maaf dan berdamai apa pun yang terjadi. Meski dia selalu menjadi pihak yang harus mengalah.   Berkali-kali dia berusaha menghubungi sang suami, tetapi tidak ditanggapi. Dia membatin.   Rahayu kembali melajukan kendaraannya. Akan tetapi, tidak berselang lama gawainya berdering. Nama pemanggil membuat senyumnya merekah, meski itu bukan Narendra.   Dia kembali menepikan kendaraan, Rahayu tidak pernah bisa mengangkat telepon sambil menyetir.   "Assalamualaikum," ucap Rahayu. Perempuan berambut pendek itu tersenyum mendengar jawaban di seberang sana. Matanya memancarkan kebahagiaan.   "Kamu belajar yang rajin, nanti, Teteh transfer uangnya," ucap Rahayu sebelum menutup sambungan telepon.   Usai menutup telepon, Rahayu melihat neonbox bertuliskan Lovely. Dia melihat ke arah coffee shop tersebut, dari luar dia dapat melihat sepasang pelanggan yang duduk di teras cafe.   Perempuan berambut panjang yang Rahayu lihat sudah dipastikan adalah Anjani. Sayangnya Rahayu melihat Anjani dalam keadaan yang salah. Perempuan itu dengan santainya menyenderkan kepala pada bahu Narendra. Yang jelas-jelas adalah seorang pria beristri.   Apakah sepasang sahabat melakukan hal yang dilakukan oleh sepasang suami istri? Bisik Rahayu dalam hati, dia meninggalkan tempat itu dengan perasaan hampa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN