"Hari ini lembur lagi?" tanya Rahayu ketika suaminya baru saja selesai mandi.
"Sepertinya tidak," jawab Narendra tidak pasti.
"Kalau begitu aku tidak perlu siapkan bekal, kamu makan siang di rumah, kan?" tanya Rahayu.
"Nanti aku kabari," janji Narendra pada sang istri.
"Usahakan pulang, ya, aku masak."
"Hmm."
Rahayu meninggalkan Narendra yang sedang siap-siap untuk berangkat kerja, ini hari sabtu, dia libur sedangkan suaminya tetap kerja walau setengah hari.
Waktu libur akhir pekan ini Rahayu gunakan untuk mencuci pakaian, terlalu sayang jika pakai jasa ART atau mencuci di binatu. Lagi pula Rahayu merasa sangat puas jika dia mencuci sendiri. Lebih bersih.
Sebelum mencuci, dia pisahkan pakaian sesuai warna, jangan sampai pakaiannya terkena lunturan pakaian lainnya. Segala sesuatu Rahayu perhitungkan dengan sangat bijak. Meski terkadang apa yang dia lakukan tidak di sukai oleh suaminya sendiri.
Ketika sedang merogoh kantong celana sebelum mencuci, Rahayu menemukan bill makan siang. Dua porsi steak tenderloin dan minuman berkarbonasi juga beberapa kudapan dengan nominal yang tidak sedikit. Apalagi Titi Steak terkenal dengan harganya yang tidak murah.
Rahayu merasa sedikit kesal, pasalnya dia selalu wanti-wanti Narendra agar tidak selalu menghambur-hamburkan uang. Rahayu selalu berdalih agar uang mereka di tabung untuk melunasi cicilan rumah yang mereka tempati.
"Tidak harus menunggu lima belas tahun untuk melunasi cicilan rumah." Begitu katanya.
Nasi goreng sosis sudah tersaji di atas meja ketika Narendra keluar kamar. Kemudian dia duduk berhadapan dengan istrinya.
"Bang, apa ini?" tanya Rahayu seraya menyodorkan selembar kertas kecil yang sudah hampir lusuh.
"Oh, bill makan siang," jawab Narendra datar.
"Kan aku sering bilang ... "
"Jamuan makan siang bareng klien, yang bayar kantor." Narendra memotong pembicaraan Rahayu.
Mereka sarapan tanpa suara, Rahayu sibuk dengan pikirannya, begitu pula Narendra.
"Maafkan sudah berprasangka buruk," pinta Rahayu.
"Tak apa, Honey," ucap Narendra.
Lelaki itu berjalan keluar, diikuti oleh istrinya. Dia kemudian berpamitan setelah memberikan beberapa kecupan di wajah istrinya. Terakhir Rahayu mencium tangan Narendra dengan takzim.
"Jangan lupa, siang ini aku masak!" seru Rahayu ketika kendaraan yang Narendra kendarai hendak meninggalkan pelataran rumah mereka. Narendra mengacungkan jempolnya mengiyakan permintaan istrinya.
♨♨♨
Tumis kangkung, bacem tempe, ikan bandeng dan sambal hijau serta beberapa jenis lalapan sudah tersaji di atas meja. Rahayu juga sudah mandi dan wangi. Seharian berjibaku dengan pekerjaan rumah membuat dia merasa sangat lelah, meski perutnya terasa perih karena lapar dia berusaha menunggu hingga suaminya pulang.
Sembari menunggu, dia meraih gawai dan mulai berselancar dengan dunia maya. Membuka dan memeriksa akun media sosialnya termasuk i********:. Kemudian dia melihat salah satu postingan dari Anjani, sahabat sekaligus rekan kerja Narendra.
Dalam postingan tersebut terlihat beberapa buah foto dengan caption 'makan bareng lagi dan lagi'. Tidak ada yang aneh, hanya foto sebuah meja dengan pizza, salad buah dan minuman dengan beberapa angel. Anjani memang pandai dalam bidang potografi, dalam beberapa kesempatan dia dan Narendra sering minta tolong kepada Anjani untuk mengabadikan momen.
Namun, di foto terakhir seperti melihat sosok Narendra dalam foto itu. Hanya tangannya, dengan kemeja biru muda persis yang Narendra kenakan tadi pagi. Dipertegas dengan Arloji yang biasa Narendra pakai serta cincin kawin mereka.
Ini kapan, dilihatnya foto tersebut di posting tiga puluh menit yang lalu, tepat sesaat setelah Narendra pulang kantor.
Tanpa menunggu lama, Rahayu mengetikkan jari jemarinya yang kurus di atas layar tujuh inci nya.
Rahayu: Abang, jadi makan siang?
Tidak ada balasan, lebih tepatnya tidak dibaca.
Rahayu: Baaaaaaang, lagi apa? Masakan nya keburu dingin.
Rahayu: Abang, lagi nyetir ya?
Rahayu: Bang, aku sudah lapar...
Narendra: Maaf Honey, hp nya abang dalam mode diam, kamu makan duluan aja, abang ada meeting.
Rahayu: yaaah aku masak tumis kangkung, bacem tempe sama ikan bandeng, sambel ijo juga ada.
Narendra : kalo selesai Abang langsung pulang Honey. Love you.
Rahayu : love you too.
Rahayu termenung, suaminya beneran meeting atau makan siang bareng Anjani? Rahayu sangat yakin, tangan dengan balutan kain biru muda itu milik suaminya. Rahayu juga sangat yakin, cincin kawin yang seperti itu hanya milik dia dan suaminya. Ah, sudahlah, mungkin mereka memang sedang bersama, meeting sama klien.
"Dra, gue dapet rejeki," kata Anjani siang tadi.
"Rejeki apa?" Narendra bertanya Antusias.
"Nasabah yang mobilnya hilang waktu itu hari ini pencairan asuransi, gue kecipratan dong!" seru Anjani girang.
"Lo minta? Gegabah banget, ketahuan bu Rumanah bisa kelar karier lo di perusahaan ini," kata Narendra dengan raut wajah serius.
"Eit, tunggu dulu, gue gak minta loh ya. Emangnya gue pengemis, minta-minta pada nasabah, gue gak serendah itu kali," sergah Anjani. Dia merajuk sebal.
"Nah itu? Apa coba?" tanya Narendra, peraturan sudah jelas. Karyawan tidak boleh menerima pemberian nasabah dalam bentuk apa pun. Apalagi uang.
"Gue di paksa, Dra. Bapak itu terus aja jejalin amplop ke tangan gue. Udah di tolak juga." Gadis bermata bulat itu menjelaskan dengan nada manja.
"Beneran?" selidik Narendra.
"Ih lo mah gak percayaan. Nih ya, pas gue buka isinya banyaaaak, gue ampe nelpon tuh bapak buat mastiin takutnya doi salah ngasih amplop. Tapi ya emang udah rejeki gue. Hehe," kata Anjani nyerocos.
"Terus sekarang lo pamer gitu?" Narendra sebal.
"Beuh, bukan pamer, Dra. Gue mau traktir lo makan siang. Pizza, mau?"
"Pan kemarin udah traktir, masa gue ditraktir mulu."
"Ini beda, Dra." Anjani meyakinkan, "Temen-temen divisi gue udah dapet jatah termasuk OB sama ekspedisi udah gue bagi. Masa lo yang notabene sahabat gue enggak di bagi."
"Tapi gue udah janji sama Rahayu, dia masak buat makan siang ini," kata Narendra. Dia ingat pesan sang istri pagi tadi.
"Ah, gak asik," rajuk Anjani.
"Lain kali oke!"
Anjani diam, tangannya dengan lincah merapikan meja dan memasukkan barang-barangnya ke dalam tas merk ternama berwarna cokelat tua.
"Hei, lo ngambek?" tanya Narendra, lelaki itu selalu luluh jika sang sahabat sudah merajuk.
"Tau!" jawabnya ketus.
"Oke-oke, gue ikut lo makan siang."
"Serius?" tanya Anjani berbinar.
"Serius Janiii," kata Narendra seraya mengacak-ngacak poni Anjani. Persahabatan mereka telah lama terjalin. Keduanya saling menyayangi.
Narendra sedang menikmati pizza yang lezat saat denting notifikasi terdengar dari gawai yang ia kantongi. Lelehan mozarella dari setiap potongan pizza benar-benar mengalihkan perhatiannya. Dia menikmati kunyahan demi kunyahan dengan khidmat.
"Dra," sapa Anjani.
"Hmm ... ."
"Itu tang tung tang tung, di buka dulu siapa tahu penting," perintah Anjani.
"Nanggung banget, lagi enak."
"Itu mungkin kak Yayu," kata Anjani, Yayu adalah nama kecil dari Rahayu.
Rahayu: Abang, jadi makan siang?
Rahayu: Baaaaaaang, lagi apa? Masakan nya keburu dingin.
Rahayu: Abang, lagi nyetir ya?
Rahayu: Bang, aku sudah lapar...
Narendra membuka sederer pesan yang dia terima dari istrinya.
Narendra: Maaf Honey, hp nya abang silent, kamu makan duluan aja, abang ada meeting.
Rahayu: yaaah, aku masak tumis kangkung, bacem tempe sama ikan bandeng, sambel ijo juga ada.
Narendra: kalo selesai Abang langsung pulang Honey. Love you.
Rahayu : love you too.
Bukan lupa, dia ingat betul istrinya berkali-kali mengingatkan untuk makan siang di rumah.
Namun, siapa yang mampu menolak lezatnya pizza?