Adrian berdiri di tepi jendela besar apartemennya dengan tangan kanan memegang segelas wine. Gemerlap lampu kota Denmark di malam hari membuatnya menyunggingkan senyum, bukan karena dia bahagia dengan suasana ini tapi dia yakin rencananya menggagalkan keinginan Rasha berhasil.
Cedric berdiri di belakang Adrian dan memberi salam hormat. “Nona Abi sudah berada di tempat yang Anda inginkan Tuan,” lapor Cedric membuat Adrian berbalik dan mengembangkan senyum.
“Apa kondisinya baik-baik saja?” tanya Adrian entah untuk maksud apa.
Cedric mengangguk yakin.
“Dan dokter itu?” tanya Adrian kembali.
“Dokter itu sudah tewas, besok acara pemakamannya. Polisi sedang menyelidiki kasus ini, tapi sesuai yang Anda perintahkan setelah beberapa hari kasus ini akan ditutup,” jawab Cedric.
“Good. Aku bisa merasakan kepanikan dan kemarahan Rasha dari sini,” jumawa Adrian yang membuat pria itu meminum wine dalam satu kali tenggak.
Cedric diam memperhatikan kesenangan bosnya yang membuat Adrian curiga.
“Apa kamu tidak suka dengan kemenanganku?” sindir Adrian dan Cedric menggeleng.
“Saya khawatir jika Tuan Rasha menyadari hal ini dengan cepat, karena kita tak sempat menghilangkan bukti cctv yang diatur khusus oleh mereka,” urai Cedric.
Adrian mengerutkan dahinya dengan ucapan Cedric.
“CCTV khusus apa maksudmu?” desak Adrian bingung.
“Apartemen yang ditinggali Nona Abi full dipasang cctv yang bisa diakses 24 jam oleh Tuan Rasha, selama ini tak ada yang tahu selain penjaga mereka. Kondisi itu juga yang membuat mereka tahu Maria hilang,” jelas Cedric.
Adrian menoleh kepada asistenya dan menatap tak suka.
“Sejak kapan aku peduli soal hal itu?” sarkas Adrian membuat Cedric menunduk.
“Aku dengar wanita itu dalam periode masa subur, karena itu dia harus segera kita jauhkan dari Rasha sebelum mereka berhasil membuat anak yang diinginkan,” kata Adrian.
“Saya mengerti Tuan,” jawab Cedric dan asistennya itu pergi dari sana.
“Seberapa hebat kemampuanmu untuk menyelesaikan semua ini Yevara Aleksandr.”
***
Rasha kembali ke mansion miliknya menghabiskan waktu berjam-jam berdiri di balkon sambil minum. Otaknya tak bisa berpikir bagaimana semua ini bisa terjadi dengan cepat dan dia meminta Sergy untuk mencari semua cctv terkait kegiatan Ileanor hari ini.
Lelaki itu harus bertindak cepat sebelum Adrian menyuap kepolisian untuk menutup kasus ini sebagai perampokan biasa.
Namun, bukan hanya itu yang Rasha khawatirkan, dia teringat beberapa waktu lalu saat mengambil sampel benih miliknya, Ileanor sudah merasakan firasat buruk seperti ini.
“Pasti ada yang Ileanor tinggalkan untuk aku selidiki, tapi kenapa di rumahnya aku tidak bisa menemukan apapun, apa semua itu sudah diambil anak buah Adrian,” gumam Rasha kesal dan menjambak rambutnya.
“Digga!” teriak Rasha membuat asistennya menghampiri Rasha cepat.
“Hubungi Varrel, katakan kepadanya untuk menyiapkan prosedur inseminasi sesuai jadwal karena Ileanor tak ada,” perintah Rasha dan Digga mengangguk paham.
“Bos, dokter Varrel ingin bicara dengan Anda,” ucap Digga tapi Rasha membalasnya dengan enggan dan berlalu dari sana.
“Maaf dokter sepertinya Bos Rasha dalam situasi yang tak ingin diganggu,” kata Digga santai.
“Katakan kepada Bosmu untuk mengirimkan alamat tempat tinggal Abi, karena aku khawatir dia bisa celaka setelah Ileanor tiada,” kata Varrel dan mengakhiri panggilannya.
Digga menyampaikan pesan Varrel tersebut yang membuat Rasha secepat kilat memeriksa keadaan Abi melalui tablet miliknya. Namun dia mulai kesal karena cctv itu tak bisa melihat dengan jelas dalam keadaan gelap. Rasha mengulang beberapa jam sebelumnya dan Abi masih ada di apartemen membuatnya tak curiga sama sekali.
Esok harinya berita kematian Ilenaor menyebar di seluruh Rusia dan publik mengecam tindakan pelaku. Reaksi publik ini memberikan ide kepada Rasha untuk menyewa pengacara gunamengurus kasus Ileanor sampai pelaku pembunuhan itu ditindak.
Situasi ini tentu tidak akan berjalan dengan mudah, Rasha memerintahkan tim Kogens untuk menjalankan tugas sebagai negosiator dan menjalin kerja sama dengan para petinggi untuk membawa kasus ini ke pengadilan tinggi dan mencari pelakunya sampai tertangkap.
Rasha duduk di sofa ruang keluarga milik ayahnya, di sofa yang lain ada Carryn, mamanya dan Zhen, papanya yang ikut menonton liputan pemnbunuhan Ileanor ini. Kedua orang tuanya paham semua ini pasti ada campur tangan anaknya.
“Ileanor sudah tahu jika dia aan diserang jika menuruti keinginanku untuk inseminasi tapi dia masih mau membantuku,” ujar Rasha membuat suasana dramatis.
Ayah dan ibunya cukup terkejut dengan ucapan Rasha, mereka tak menyangka teman baik anaknya harus meregang nyawa karena membantu putranya.
“Aku melakukan inseminasi bukan tanpa alasan, selain karena aku tak ingin menikah, tapi ini soal kepercayaan terhadap seseorang. Saat kita sudah percaya dengan kemampuan seseorang, dia akan rela melakukan apapun untuk menjaga kepercayaan itu,” urai Rasha.
“Ileanor percaya jika pilihanku ini nantinya akan memberikan dampak positif bagi Sandr dan Kogens. Dan aku percaya jika Ileanor bisa membantuku melakukan hal ini,” tambah Rasha.
“Tapi berapa banyak wanita yang bisa dipercaya untuk jadi Nyonya Aleksandr dan melakukan itu dengan tulus dari dalam hatinya. Semua wanita tergoda dengan kekuasaan Aleksandr dan mereka pasti punya ambisinya sendiri dengan Sandr sebagai pelindungnya,” sentak Rasha.
Carryn dan Zhen diam dengan sorot mata tak bisa diartikan melihat Rasha.
“Aku tak peduli soal perjanjian satu tahun yang kalian buat karena kalian pasti memberiku kesempatan berapa tahun yang akan aku habiskan nantinya untuk mendapatkan anak,” kata Rasha mulai meninggi.
“Tapi saat aku menemukan satu cara terlepas dari perjanjian konyol justru membuat Ileanor harus mengorbankan nyawanya, menghambat semua rencanaku dan menyennagkan satu orang,” protes Rasha dengan suara keras.
Mama Carryn menatap anaknya tak mengerti, “Siapa yang senang dengan kejadian ini?”
Rasha berdecih, “Mamah tanyakan saja sama Papah siapa yang akan bahagia dengan keadaan ini,” sindir Rasha.
Mama Carryn menatap Zhen menuntut penjelasan dan Zhen tak bisa mengelak lagi dan mengatakan kejadian yang sebenarnya.
“Panggil Adrian kemari!” perintah Carryn kepada pengawal yang siaga di sana.
Rasha hanya tertawa mengejek, “Dia tidak akan mengaku meskipun Mamah memaksanya dan membuat dia miskin seketika,” cela Rasha.
Tak berapa lama pengawal kembali tapi Adrian tak bersama mereka membuat semua orang di sana bingung termasuk Rasha yann mendadak merasakan firasat tak enak.
“Tuan Adrian tidak ada di Rusia, tidak ada yang tahu beliau pergi kemana sejak kemarin,” lapor salah seorang pengawal membuat Rasha berdiri.
“Sergy!”
“Digga!” suara teriakan Rasha terdengar menggema di ruangan membuat kedua orang tuanya terkejut dan tak lama muncul dua orang kepercayaan Rasha.
“Tabletku!” desak Rasha dan Sergy menyerahkan apa yang Rasha minta.
Gerakan jemari Rasha yang cepat membuat Sergy cemas di saat yang sama ponsel Sergy berdering, dia berbalik untuk menjauh dari Rasha dan keluarganya tapi sebuah suara menghentikan langkahnya.
“Pakai pengeras suara aku mau dengar langsung!” bentak Rasha membuat Sergy tak bisa berbuat apapun selain menurutinya.
“Bos, lapor, ada yang sengaja mengelabui penjaga kita, Nona Abi menghilang setelah pergantian shift semalam,” lapor seorang pria dari sebrang.
Prraaaannnggg…
Suara jerit Carryn dan pecahan kaca mewarnai ruang tengah itu. Sergy tak bisa berkutik hanya bisa memejamkan mata, dia sendiri tak menyangka jika kejadiannya akan jadi melebar seperti ini. Perlahan pengawalnya membuka mata dan melihat tablet milik bosnya sudah hancur berkeping-keping di bawah kakinya.
“Satu kali dua puluh empat jam sebelum tubuhmu hancur seperti rongsokan ini!” Rasha menekankan setiap kata dari ucapannya untuk menemukan Abi.
Rasha berlalu dari sana mengabaikan panggilan kedua orang tuanya yang ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.
***
Adrian melihat pemberitaan soal kematian Ileanor dan membuatnya kesal. Senyum kemenangan yang sebelumnya dia tunjukkan pudar berganti dengan ekspresi marah.
“Sialan, dia tahu bagaimana caranya membangun opini publik,” umpat Adrian kesal yang mengikuti kasus ini mulai berpikir bagaimana cara menghentikan kegilaan Rasha.
“Tapi dia lupa jika aku memegang kunci masa depannya,” kekeh Adrian dan memanggil Cedric untuk mengantarnya ke tempat Abi.
Wanita itu mendengar pintu berderit menandakan ada orang lain yang masuk. Dia tak bisa melihat apapun karena matanya ditutup dengan kain dan tubuhnya diikat di kursi. Hidungnya hanya mencium air dan lumut yang ada di sekitarnya. Dia berpikir jika dirinya disekap di sebuah ruangan yang lembab, mungkin seperti ruang bawah tanah.
Derap langkah lebih dari satu orang masuk dalam pendengaran Abi. Tubuhnya merasakan jika ada seseorang berdiri di hadapannya. Tangan seorang pria membuka penutup matanya membuat Abi perlahan membuka mata dan menyesuaikan penglihatannya.
“Siapa kamu?” tanya Abi begitu dia bisa melihat dengan sosok pria berdiri di hadapannya meskipun wajahnya samar dalam kegelapan.
“Senang akhirnya aku bisa bertemu denganmu Nona Abelone,” sapa Adrian ramah.
Abi hanya diam tak menjawab sapaan ramah itu.
“Ternyata kamu di luar ekspektasiku dan tentu saja selera Rasha, tapi entah kenapa lelaki itu malah memilihmu,” kekeh Adrian membuat Abi tetap diam meskipun dia tak mengerti apa yang dia ucapkan.
Adrian melangkah lebih dekat sehingga Abi bisa melihat dengan jelas wajah orang yang menyekapnya. Abi seakan ingat pria itu tapi dia lupa ada dimana.
“Kita lihat sejauh mana Rasha akan mencarimu atau dia justru mencari wanita lain yang bersedia menampung benih miliknya,” kata Adrian pelan sambil mengelus rambut Abi membuat wanita itu berontak.
“Siapa kamu dan apa maumu?” tanya Abi tak gentar.
Adrian membungkuk membuat jarak mereka jadi dekat dan pria itu bisa melihat sorot mata tak kenal takut muncul dalam manik mata Abi. Dia merasakan ada perasaan campur aduk di sana.
“Mungkin kamu akan tahu siapa diriku jika kita bertemu lagi di luar ruangan ini,” kekeh Adrian.
Pria itu menoleh kepada Cedric dan tak lama muncul seorang pria dengan masker dan tangan memakai sarung tangan karet khas dokter. Saat dokter itu ada di samping Abi, dia mengeluarkan satu suntikan membuat Abi histeris.
Adrian memberi isyarat kepada dokter itu dan Cedric membantu memegang tubuh Abi yang terusbrontak menolak suntikan itu.
“Yang aku mau adalah kamu tidak akan pernah hamil anak Rasha bagaimanapun caranya,” bisik Adrian saat dokter sudah siap dengan suntiknya.
“Jangan! Jangan! Apa yang kamu lakukan b******k sialan!” jerit Abi tak kalah histeris.
Abi bukan memikirkan soal dia bisa hamil anak Rasha atau tidak, tapi soal keselamatannya bagaimana jika obat yang disuntikkan itu lebih berbahaya dari obat anti hamil lainnya.
Abi merasakan tusukan jarum itu di kulit putihnya dan dia tak bisa menghindarinya lagi. Jika obat anti hamil ini seperti obat pada umumnya seharusnya tak ada efek samping. Namun, abi merasakan kepalanya berat dan tubuhnya lemas.
“Apa yang sudah kamu lakukan kepadaku!” jerit Abi dengan wajah penuh amarah.
“Astaga lihatlah wajah penuh emosi itu. Apa karena ini, Rasha memilihmu untuk jadi wanita penampung benihnya, Abelone Zakharov,” ujar Adrian.
“Kau manusia biadab!” pekik Abi dan tubuhnya semakin sakit karena menahan efek samping obat itu.
Adrian mengelus rambut Abi pelan bahkan sempat mengecup keningnya membuat Abi melengos. Sayangnya kakinya juga diikat membuatnya tak bisa menendang benda pusaka Adrian yang sejajar dengan kakinya.
“Jangan melawannya atau kamu akan merasakan sakit yang luar biasa,” bisik Adrian lembut tapi terdengar menjijikkan bagi Abi.
Adrian menegakkan tubuhnya dan menatap Abi lekat.
“Bertahanlah jika kamu mampu, karena ini akan memakan waktu cukup lama sampai Rasha putus asa dan melupakanmu,” pesan Adrian membelai pipi Abi lembut.
“Semangat Abelone,” pamit Adrian bersamaan dengan itu tubuh Abi sudah tak bertenaga lagi.
*****