Abi membuka matanya perlahan untuk menyesuaikan pandangan di sekitarnya, dia merasakan kepalanya sakit dan sedikit pusing. Dia melihat desain ruangan yang asing untuknya.
Wanita itu bangun dengan cepat karena menyadari suasana ini bukan rumahnya. Sekali lagi dia memandang keadaan sekitar, bentuk ruangan ini seperti apartemen tapi lebih besar dari miliknya, bahkan kamar yang dia tiduri sekarang lebih besar dari apartemen yang biasa dia tempati.
“Aku ada dimana ini?” gumam Abi dan bergegas turun untuk melihat keadaan sekitar.
Wanita itu berjalan perlahan karena dia masih merasakan pusing di kepalanya. Dia keluar kamar dan matanya membulat sempurna melihat semua fasilitas apartemen yang lebih mirip penthouse.
“Bagaimana aku bisa sampai di tempat sebagus ini,” ucap Abi takjub sampai memutari seluruh ruangan itu dan berhenti di ruang tengah dengan pintu kaca besar.
Dia melihat keluar jendela karena penasaran tapi dia melihat pemandangan yang aneh di luar sampai dia mengerutkan dahinya. Suasana di luar terlihat asing baginya tidak seperti di Rusia.
Dia berusaha membuka kunci pintu balkon tapi tak bisa, mendadak muncul firasat tak enak dan kembali ke kamar untuk mengecek kunci pintu balkon dan hasilnya sama. Terkunci.
Dia berjalan ke pintu utama dan mencoba membuka pintu juga tidak berhasil. Rasa panik mulai melanda dirinya, jadi dirinya terkunci dalam ruangan yang bagus ini. Berbagi pertanyaan muncul dalam kepala Abi, siapa pemilik bangunan ini dan dia ada dimana sebenarnya.
Abi mencari ke seluruh tempat ponsel miliknya tapi tak menemukannya. Lelah dengan semua pencarian itu, dia menghempaskan tubuhnya di sofa.
Tak lama dia mendengar suara pintu terbuka dan bergegas berjalan ke arah pintu siapa tahu ada orang yangbisa menjelaskan semua ini kepadanya. Langkahnya terhenti karena melihat ada empat orang pria berpakaian serba hitam muncul dari balik pintu dan seorang wanita berpakaian pelayan membawa satu troli lengkap berisi makanan dan kebutuhan pribadi.
“Kalian ini siapa dan aku ada dimana?” tanya Abi cepat mendekati seorang lelaki yang lebih besar dibanding yang lainnya. Pria itu mundur dan menoleh kepada pelayan.
“Nona, mari saya bantu Anda untuk sarapan dan merapikan diri,” ucap pelayan itu membuat pandangan Abi beralih kepada pelayan di sampingnya.
“Katakan padaku ini dimana dan bagaimana aku bisa sampai di sini?” tanya Abi kembali tapi pelayan itu hanya diam menunduk di samping Abi.
Empat orang pria yang berdiri di pintu, keluar satu per satu membuat Abi mengikuti mereka dengan cepat tapi pelayan itu menghalanginya sampai dia berteriak tapi empat pria itu kembali menguncinya.
Abi meluruh ke lantai dan menangis mengetahui hal ini. Dia menyadari jika dia disekap meskipun bukan ruangan yang gelap atau jelek seperti penculikan pada umumnya tapi tetap saja dia tak mendapat kebebasan itu artinya dia diculik.
“Aku diculik, hiks, hiks, tolong, aku diculik, siapa saja tolong bantu aku,” rengek Abi membuat pelayan itu iba tapi dia juga tak bisa berbuat apa-apa.
Pelayan itu berlutut dan memeluk Abi membuat wanita itu merasa sedikit tenang. Dia menangis semakin kencang untuk meluapkan perasaan takutnya.
“Tenanglah Nona, Anda tidak akan terluka di sini, pasti Nona akan dijaga dengan baik,” ucap pelayan itu membuat Abi menghentikan tangisnya dan melepaskan pelukan.
“Dari mana kamu tahu kalo aku bakal baik-baik saja?” tanya Abi curiga.
Pelayan itu menelan ludahnya dan menggeleng cepat. Abi semakin curiga dengan sikap pelayan itu dan mendesaknya untuk menceritakan apa yang terjadi.
“Cepat katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi, aku ingin tahu dan kita ini ada dimana, aku yakin ini bukan di Rusia kan?” desak Abi dan pelayan itu hanya mengangguk.
“Saya tidak berhak menjelaskan semuanya Nona, saya hanya bertugas untuk menemani Anda di sini, memastikan Nona dalam kondisi sehat, tidak stress dan rileks,” ucap pelayan itu membuat Abi kesal dan menjerit.
“Gimana aku bisa rileks kalo kenyataannya aku terkurung di ruangan ini, lepaskan aku, bebaskan aku,” rengek Abi membuat pelayan itu bingung.
“Nona, ini sudah lewat jam sarapan, sebaiknya kita makan dulu sebelum Anda sakit,” bujuk pelayan itu membuat Abi sadar jika perutnya berbunyi.
Pelayan itu membantunya ke meja makan karena melihat Abi mulai tenang, dia membawakan makanan yang ada di troli dan menatanya di meja. Abi melihat banyaknya makanan yang bisa dimakan untuk 3 orang membuatnya menatap pelayan itu.
“Apa majikanmu ingin membuatku gemuk lalu aku dibunuh dan organ-organ milikku akan disumbangkan ke orang lain, begitu?” keluh Abi membuat pelyan itu terbelak dan menggeleng.
Sebenarnya Abi merasa takut membayangkan hal itu tapi porsi sarapan ini benar-benar tak biasa, selain dari jumlah makanan yang banyak semuanya mengandung gizi yang sempurna baginya.
Selama ini dia hanya makan sepotong roti dan segelas kopi untuk sarapan tapi ini lengkap dengan sayur, buah, s**u, daging dan banyak kandungan gizi dan mineral yang bisa dikatakan menu makanan untuk pola hidup sehat.
Abi tak mau memikirkannya lagi, dia makan apa yang diinginkan karena perutnya memang harus diisi. Jika dia lemah bagaimana dia memikirkan cara untuk kabur dari sini.
Pelayan itu tersenyum melihat Abi makan dengan lahap, dia memang baru mengenal wanita ini tapi dari sorot mata dan melihat kelakuannya sepertinya wanita ini orang baik. Dia juga tak mengerti kenapa tuannya menyekap wanita cantik ini.
“Saya akan siapkan air mandi untuk Nona,” ucap pelayan itu dan Abi hanya mengangguk.
Sambil menikmati makanannya di berpikir pasti ada cara untuk tahu posisinya dimana, dia teringat ada televisi di kamarnya mungkin dari situ dia bisa tahu posisinya ada dimana.
Abi menyalakan televisi tapi semuanya hanya berisi film dan musik yang bisa saja diputar dari belahan dunia manapun. Dia keluar kamar dan melihat troli yang dibawa pelayan itu. Abi melihat beberapa barang yang bisa dijadikan petunjuk tapi nihil.
Dia membuka lemari dapur dan melihat semua bahan makanan yang umum digunakan bahkan beberapa juga makanan kemasan yang dia gunakan di Rusia.
“Sebenarnya apa sih niat mereka melakukan ini, empat orang pengawal, pelayan yang kompeten, tempat yang bagus, aku rasa ini bukan penculikan biasa, pasti ada unsur lain dibalik semua ini,” pikir Abi menyandarkan tubuhnya di salah satu lemari dapur.
Rasha melihat tablet miliknya selama beberapa menit, di hadapannya berdiri Digga dan Sergy yang siap menunggu perintah.
“Dia memang wanita yang tak biasa,” kekeh Rasha yang melihat semua kelakuan Abi dari tablet di tangannya.
“Apa kalian sudah pastikan dia tidak akan bisa membuka jendela atau pintu dengan alat atau cara apapun,” selidik Rasha dan Sergy mengangguk.
“Apartemen itu sudah kami renovasi sesuai dengan kebutuhan Bos, kaca anti peluru, pintu yang terbuat dari plat baja anti dobrak dengan keamanan khusus yang hanya bisa dibuka dari luar. Benda tajam hanya gunting, hiburan hanya televisi dengan akses terbatas tanpa pemancar atau saluran internet,” ucap Sergy.
“Selain itu, dinding kedap suara dan kami memasang cctv dan mic untuk merekam semua kegiatan yang ada di dalam ruangan itu. Jadi, tidak ada aktvitas yang tidak bisa kami ketahui,” lanjut Sergy.
Rasha mengangguk puas tapi tak lama dia menyadari satu hal.
“Tunggu sebentar,” ucap Rasha menatap Sergy membuat pengawal itu mendongak.
“Berapa banyak cctv yang kau pasang dan posisinya ada dimana?” tanya Rasha cepat.
“Ada 8 cctv yang dipasang hampir setiap sudut ruangan, kecuali di kamar mandi dan kamar utama hanya satu. Sedangkan mic ada 6 hampir di semua ruangan kecuali kamar mandi,” jawab Sergy yakin.
Rasha mengerutkan dahinya dan meletakkan tablet dengan keras membuat keduanya menelan ludah sambil berpikir salah mereka kali ini.
“Kamu bilang di kamar utama juga dipasang cctv dan mic,” tega Rasha dengan nada keras dan Sergy mengangguk yakin.
“Siapa yang bisa mengakses semua cctv ini?” Rasha masih mengajukan pertanyaan.
“Semua orang yang mendapat tugas untuk menjaga Nona Abi, Bos,” ucap Sergy pelan.
Rasha berjalan di hadapan Sergy dan mencengkram kerah bajunya. Pengawal itu kaget dan Digga hanya bisa menyaksikan itu tapi tak bisa menolongnya saat ini.
“Jadi kalian bisa menikmati pemandangan indah seorang wanita secara gratis, padahal kalian tahu wanita itu adalah milikku. Haaahhh!” sentak Rasha mendorong Sergy keras sampai tubuhnya terantuk kursi.
Sergy menyadari kesalahannya dan dia berlutut untuk mohon ampun.
“Maafkan saya Bos, saya akan segera mengganti akses cctv di kamar utama khusus Anda yang bisa melihatnya,” sesal Sergy dan lekas mengambil laptop dan mengganti pengaturannya.
“Jam berapa aku bertemu dengan dokter?” tanya Rasha santai dan kembali duduk di sofa sambil sesekali matanya melirik layar tablet.
“Sore ini jam 4 Bos, saya dan Sergy yang akan mengawal Anda ke sana,” jawab Digga.
“Setelah urusan ini selesai, biarkan Sergy yang mengurusnya, kita akan fokus proyek Burskya,” perintah Rasha mengangkat tangannya meminta keduanya keluar.
Tak sampai satu jam mereka tiba di rumah sakit tempat Rasha melakukan inseminasi. Setelah Digga mengurus adminstrasi, Rasha masuk ruangan dan bertemu dengan dokter.
“Selamat sore Tuan Yevara, senang bertemu dengan Anda,” sapa dokter sambil mengulurkan tangan. Jabat tangan itu diwakili oleh Digga yang membuat dokter itu merasakan aura yang berbeda.
Rasha melihat dokter itu masih muda mungkin usianya sama dengan dirinya. Ekspresi ramah khas dokter pada umumnya yang membuatnya kesal entah karena apa.
Sejenak dia membayangkan jika Abisha bertemu dengannya dan lebih kagum dengan dokter itu daripada dengannya membuat urat-urat syarafnya menegang.
“Aku tak perlu menceritakan lagi tujuanku datang kemari karena aku yakin Ileanor sudah mengatakan kepadamu,” ucap Rasha saat duduk di hadapan dokter itu dan pria itu mengangguk paham.
“Perkenalkan saya Varrel, saya memang sudah tahu dari Ileanor tapi nantinya bukan saya yang mengerjakan karena saya tidak mau melakukannya setelah tahu tujuan Anda yang sebenarnya,” ucap Varrel santai.
Rasha menatap dua orang kepercayaannya itu dengan muka menahan amarah. Keduanya hanya menggeleng menandakan jika meraka tak paham keadaan ini.
“Tenanglah Tuan, jangan marah kepada dua orang itu, mereka juga tak tahu, nantinya Ileanor yang melakukannya jadi rahasiamu tetap terjaga,” kata dokter itu.
“Ileanor meminta bantuanku untuk membawa ke sini karena rumah sakit ini milik saya dan dianggap yang paling aman melakukan inseminasi daripada rumah sakit miliknya di Rusia, jadi tolong jangan salah paham,” jelas Varrel.
“Saya hanya membantu mengontrol kondisi kalian berdua sampai dinyatakan benar-benar sehat untuk proses inseminasi,” ucap Varrel sambil celingukan mencari seseorang.
“Dimana penerima donornya?” tanya Varrel menatap Rasha.
“Ada di tempat lain, nanti dia kemari setelah kita mencapai kata sepakat,” ucap Rasha membuat Varrel bingung.
“Sepakat soal apa?” tanya Varrel tak mengerti.
Digga maju dan meletakkan dua lembar cek di meja kepada dokter itu. Varrel melihat dua kertas itu dan menaikkan alisnya tapi tak lama dia menatap Rasha.
“Satu untuk rumah sakit dan satu untukmu pribadi, mungkin kamu bisa membaginya jika memang nantinya Ileanor yang melakukannya,” sahut Rasha santai.
Varrel terkejut dengan jumlah yang tertulis di sana, uang itu bisa untuk menyejahterakan rumah sakit dan menjadi rumah sakit dengan fasilitas terlengkap di Denmark.
“Aku tak menyangka jika hal ini begitu berharga sampai Anda rela mengeluarkan uang sebanyak ini untuk seorang anak,” celetuk Varrel sambil mengembalikan satu lembar kepada Rasha.
“Karena kalian hanya meminjam rumah sakit, maka aku akan terima satu saja, satu lagi berikan sendiri kepada Ileanor,” kata Varrel santai.
“Anak itu harus lelaki dan sempurna, tidak ada kekurangan sedikitpun,” kata Rasha.
Varrel mengangguk paham.
“Tapi sebenarnya semua itu bisa Anda dapatkan dengan mudah tanpa perlu mengeluarkan uang sebanyak ini, Tuan Yevara,” kata Varrel sedikit mendekatkan tubuhnya.
Rasha mengerutkan dahinya, “Aku tidak suka orang yang bertele-tele dan sok peduli sepertimu,” sindir Rasha membuat Varrel tertawa.
Sergy sempat maju untuk membungkam mulut dokter yang tidak sopan tapi Rasha menghalanginya. Varrel tahu jika apa yang dilakukan sama saja menghina bos besar ini.
“Maafkan aku yang kelepasan, tapi sungguh aku tak bohong dengan apa yang aku katakan,” jeda Varrel masih dengan ekspresi santai.
“Tuan termasuk lelaki sempurna yang memiliki kuasa untuk menunjuk wanita mana saja untuk berada dalam kuasa Anda dan menghasilkan keturunan. Lalu, kenapa Anda harus mengeluarkan biaya hanya untuk mencari penerima donor benih Anda,” lanjut Varrel dengan kekehan kecil.
Rasha mengepalkan tangannya mulai kesal dengan tingkah dokter ini tapi dia tak bisa berbuat macam-macam saat ini demi masa depan Sandr.
“Mungkin mulutmu perlu dijahit tanpa bius biar tahu kenapa aku melakukan hal ini, Dokter,” balas Rasha dengan tatapan tajam.
*****