PART 8

1573 Kata
Amelia melewatkan waktu minum teh bahkan juga makan malamnya. Terlihat tidak sopan, tapi...dia sangat ingin beradaptasi dengan perasaan sialan bernama cemburu yang membuatnya sesak napas. Bayangan gadis itu dan Caleb berkelebat silih berganti. Gadis itu seperti sengaja menyodorkan tubuhnya untuk menjadi vitamin mata untuk Caleb. Dan Amelia merasa mual saat melihatnya. Sedikit keterlaluan ketika Amelia mengabaikan Skyla yang terdengar begitu khawatir saat mengetuk pintu kamarnya. Tapi sungguh. Amelia bukanlah gadis dengan mental sekuat baja yang rela melupakan pemandangan seperti tadi siang. Suasana hening saat Amelia keluar ke arah balkon dan berdiri termenung di sana. Lampu taman dan lapangan golf terlihat temaram. Amelia menoleh cepat saat mendengar suara berderak dari samping balkon. Bagaimanapun caranya...Caleb sudah berada di sampingnya dan berdiri dalam diam. Amelia menunduk saat Caleb berdeham mengusir sepi. "Kau kenapa?" Caleb menoleh dan Amelia melirik dengan ekor matanya. Amelia menggeleng. "Kau tidak makan." Amelia terdiam. Dia tahu Skyla pasti khawatir. “Aku...ingin kembali. Maksudku...ke Indonesia. Toh...aku...tidak melakukan apa pun di sini. Tentang bisnis dengan Ayahmu...aku bisa melakukannya dari Bali bukan? Dan aku rasa itu lebih baik karena aku bisa terjun langsung mengawasi para pengrajin..." Amelia menunduk cepat saat mengetahui Caleb justru menatapnya tajam. "Kau kenapa?" Caleb mengajukan pertanyaannya lagi dengan nada yang...sedikit terdengar marah? "Aku...baik-baik saja." Amelia berujar ragu. Karena memang dia tidak baik-baik saja. Caleb menghela napasnya pelan. Angin menerpa wajah Amelia yang mendongak. Menerbangkan rambutnya yang terurai. "Siapa yang akan menikah?" Amelia bertanya lirih. Rasanya lebih menyakitkan dari masa di mana tidak ada serupiah pun di dompetnya. "Katakan dulu kau kenapa?" Caleb tetap bersikeras. "Aku hanya ingin pulang, Caleb. Aku...merasa tidak pantas menerima semua ini. Mommymu terlalu baik dan aku pasti tidak akan sanggup membalasnya. Dan..." Caleb menarik bahu Amelia dengan kedua tangannya. Menatap manik biru di hadapannya dengan tatapan menyelidik. "Aku melihat seseorang sedang cemburu di sini." Amelia mengerjap. "Aku...tidak." Amelia menggeleng dan merasakan betapa wajahnya menjadi kebas dan kepalanya tiba-tiba menjadi pening. Caleb melepaskan bahu Amelia dan berbalik menatap kejauhan. "Siapa yang akan menikah? Sesuatu yang tak terduga...bisa saja terjadi mengingat kalian bahkan tak memberi tahu kan apa-apa padaku." Suara Amelia terdengar lirih. Dia hanya sanggup terkejut dan terkejut lagi setiap harinya tanpa tahu apa pun yang tengah terjadi. "Aku yang akan menikah." Caleb berujar tanpa menoleh sedikit pun pada Amelia. Bayangan gadis pirang dengan d**a montok seronok berkelebat dalam pikiran Amelia. "Kau tahu...Mom itu...sedikit suka memaksa. Dan yah...aku bisa apa kalau dia sudah memilihkan seorang wanita untukku?" Caleb berdeham. Suaranya terdengar penuh kepasrahan dan putus asa. Dan...Amelia merasa sendiri lagi di dunia ini. Jadi...cukup sampai di sini semuanya? Cukup seperti ini saja lakon hidupnya? Lalu, kenapa harus ada saat di mana dirinya mendengar Caleb menyetujui...bahwa mereka sepasang kekasih? Apakah itu hanya sebuah drama? Apa pun bisa kau buat terjadi kalau kau mempunyai kekayaan se mengerikan ini! Amelia mengangguk. "Gadis itu baik, menurut Mom. Dan menurutku...dia sempurna. Cantik, tubuh yang bagus...kau tahu...sangat pas." Caleb bahkan memperagakan siluet seorang perempuan yang entah mengapa terlihat sangat molek di mata Amelia. Caleb menoleh dan menarik segaris senyum di sudut bibirnya. "Aku akan mengurus semuanya. Kau ingin kembali bukan? Aku...akan bilang Dad dan mencarikanmu tiket untuk besok. Penerbangan pertama, okay?" Amelia tercekat. Berdeham mengusir sesak yang menghimpit serasa di tindih segerombolan babi imut merah jambu! Amelia menatap Caleb yang masuk ke kamarnya dan sesaat kemudian terdengar pintu di tutup. Amelia tidak ingin menangis. Dan dia berjuang sekuat tenaga untuk tidak menangis. Tapi tubuhnya gemetar. Tulangnya seperti lolos satu - satu dari tubuhnya. Amelia menggunakan sisa kekuatannya untuk berjalan masuk dan akhirnya rebah dalam diam di atas ranjang. Harusnya dia sudah siap dengan kenyataan seperti ini. Dia tidak akan sanggup bersaing dengan gadis mana pun yang dekat dengan keluarga Leandro. Mereka tentu pilihan dan istimewa. Amelia menarik selimut hingga sebatas kepalanya. Terdiam dan membiarkan pikirannya mengembara. ---------------------------------------- "Selamat pagi, sayang. Apa kau baik-baik saja? Dan kantung mata itu...oh...perlukah aku panggil dokter?" Skyla mengamati Amelia yang duduk di kursi ruang makan dan terlihat tidak baik-baik saja. "Di mana yang lain, Aunty?" Amelia mengedarkan pandangannya. "Dad sedang pergi. Dia ada janji dengan temannya dan Caleb ada di rumah pohon." Skyla menunjuk ke arah belakang mansion. Amelia mengangguk. Meminum s**u putihnya hingga tandas. "Bagaimana cincinnya? Kau suka?" Skyla terlihat bersemangat menanyakan hal yang membuat Amelia menganga tak mengerti. "Cincin pernikahannya. Apa Caleb belum memperlihatkan padamu?" Amelia termangu bingung. Untuk apa Caleb harus memperlihatkan cincin itu? Bukankah itu tidak penting? Dan bukankah seharusnya wanita berdada besar itu yang harus melihatnya? "Habiskan sarapanmu, Amelia. Kita akan pergi jam sepuluh, okay?" Skyla mencium kepala Amelia dan beranjak menuju kamar pribadinya. Amelia menyuapkan nasi goreng spesial yang dibuatkan oleh Wilma Sanders. -------------------------------------- Skyla memutuskan meminta pihak catering makanan pernikahan untuk datang saja ke mansion mengingat Amelia baru saja bilang bahwa dia merasa tidak enak badan dan ingin tidur sejenak. Amelia memilin ujung gaun nya. Menatap sandal rumahnya yang berbentuk kepala babi imut berwarna merah jambu. Kenapa rasanya seperti patah hati? Rumah pohon! Amelia berdiri dan melangkah cepat keluar dari kamarnya. Menuruni tangga dengan gerakan pelan dan menyusur ruang tengah. Amelia menoleh saat Wilma Sanders berjalan cepat menuju ruang tamu utama. Amelia berjalan cepat menyusuri koridor yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang musik dan ruang keramik hingga mencapai pintu-pintu samping mansion di sayap kanan. Amelia membuka pintu dan menyelinap keluar. Sejenak menatap jam tangannya. Dia yakin sebentar lagi orang catering datang. Amelia berjalan cepat menuju halaman belakang dan melintas cepat ke sudut halaman belakang mansion. Setelah menyusuri jalan setapak bebatuan alam dengan bunga mawar potong di kanan kirinya, Amelia mendongak. Menghitung cepat lima belas undakan anak tangga yang akhirnya berujung pada jembatan kecil yang mengular hingga ke sebuah rumah pohon yang sangat cantik. Amelia menaiki undakan pelan. Terengah dan akhirnya menyusuri jembatan yang mengular menuju rumah pohon. Dia merasa harus membicarakan perasaannya pada Caleb sebelum dia kembali ke Indonesia. Dan...menanyakan apa maksud Caleb yang mengatakan bahwa mereka adalah sepasang kekasih sekarang. Lalu...tiba-tiba Caleb ingin menikah. Dan... Amelia termangu menyadari langkahnya sudah mencapai pintu rumah pohon. Tangannya terulur dan mendorong pintu rumah pohon yang ternyata sangat luas. Amelia mengedarkan pandangannya. Sangat mewah. Amelia buru-buru menepis rasa kagumnya. Amelia melangkah. Membuka pintu depan dan keluar pelan. Kolam renang segera terhampar dan Amelia menoleh saat mendengar Caleb berdeham. Amelia terpaku. Caleb sudah berdiri menjulang di hadapannya. Dengan senyuman miring yang terlihat sinis. "Ada apa?" Caleb menyedekapkan tangannya. Amelia menunduk. Lalu mendongak pelan. Tatapannya beradu dengan mata sehitam malam yang entah mengapa terlihat dingin. "Aku...tidak ada apa-apa. Kupikir...aku..." Amelia terbata dan entah mengapa dia ingin menangis. Caleb menghela napasnya pelan. Menunggu Amelia yang sedang mengatur napasnya. "Aku ingin...menanyakan tiket yang kemarin kau janjikan..." Caleb mengusap dagu nya. "Tiket...huuuh?" Caleb mengusap dagu nya dan Amelia merutuk. Caleb sangat tampan. "Iya...tiket." "Lalu...untuk apa Mom sibuk dengan segala urusan pernikahan kalau kau mau pulang?" Amelia mengerjap. "Tentu saja untuk pernikahanmu." "Lalu dengan siapa aku harus menikah kalau kau pulang?" "Tentu saja dengan gadis itu...yang berdada besar...berambut pirang...yang kemarin mengobrol denganmu." Amelia meluapkan kekesalannya. Tangannya mengepal dan suaranya menggeram. "Apa..." Amelia terpaku. Bingung. Kenapa Caleb menanyakan dia harus menikah dengan siapa kalau dia pulang? Caleb menyugar rambutnya. "Aku tidak menyangka aku harus menikahi gadis yang meloading segala sesuatu dengan waktu yang sangat lama." Amelia mengerjap. Lalu berbalik membelakangi Caleb. Maksudnya...? "Sudah bingungnya?" Amelia berbalik pelan. Sangat pelan dengan bahu terkulai. Dia yakin sebentar lagi dia akan pingsan. Caleb mendekati Amelia yang memicing menatapnya. "Aaaaaaaa....!!!" Caleb terpaku. Tangannya yang hendak meraih Amelia dalam pelukan nya menggantung. Sekarang? Untuk apa teriakan Amelia ini? Caleb berdiri termangu. "Hentikan omong kosong ini, Caleb." "Amelia..." "Minggir..." Amelia menggeram. "Kau marah?" "Aku membencimu, Caleb Leandro." Amelia melangkah. Menabrak bahu Caleb dan menuju pintu. Caleb mengangkat tangannya. Dia memang sedikit keterlaluan menggoda Amelia...tapi...dia tidak menyangka Amelia semarah ini. Caleb menghempaskan tubuhnya ke atas kursi malas di pinggir kolam renang. Menumpukan kedua tangannya sebagai alas kepala. Pikirannya menerawang. Apa yang akan di lakukan Amelia selanjutnya? Caleb tahu, dia keterlaluan. Dan dia harus meminta maaf. Tapi tidak sekarang... Suara napas pelan membuat Caleb yang memejamkan mata membuka matanya cepat. Caleb beranjak. Menatap Amelia yang berdiri di hadapannya. Melangkah pelan dengan mata sayu. Caleb mendongak. Menatap Amelia yang begitu dekat dengannya dan tak tersentuh. "Katakan...apakah ini lebih menarik dari milik gadis itu?" Amelia berkata lirih sambil merunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Caleb dan...membiarkan p******a nya terekspos membuat Caleb menelan ludahnya. Rambut Amelia luruh menyapu rahang Caleb. Tentu saja pemandangan ini lebih menarik dibandingkan milik siapapun termasuk milik Carmen Walsh, teman masa kecilnya yang membuat Amelia berang. Dan Caleb selalu menyukai gadis berambut hitam kecoklatan seperti milik Amelia walaupun dia tak menampik...Mommy dan adik-adiknya adalah wanita berambut pirang favorit nya. Tapi di atas semua itu...Caleb menyukai rambut hitam Amelia. Bibir hangat bergetar milik Amelia menyapa bibir Caleb yang terpaku. Bibir mungil itu melumat pelan bibir Caleb. Caleb bergerak membalas dan terkesiap saat Amelia meraih tangannya. Menangkupkan tangan besar Caleb ke p******a nya dan menekan nya lembut. "Apakah ini...pas?" Caleb mengangguk di sela ciuman mereka. Tangannya meremas p******a Amelia pelan. Dan demi apa pun di dunia...Caleb menyukai bagian tubuh Amelia yang satu ini...menyentuhnya membuat Caleb...bergairah. "Apa kau menyukai nya?" Caleb mengangguk lagi. Membalas ciuman Amelia dengan lembut dan sedikit terengah. Gairah nya naik cepat saat Amelia melenguh di sela ciuman mereka. Dan... Caleb tersentak saat Amelia mencubit keras tangannya yang bergerak semakin liar. Amelia mendongak. Mengangkat badannya dan berdiri tegak di hadapan Caleb yang sudah diselubungi gairah tak terbendung. "Dan kau tidak akan menyentuhnya dalam waktu lama. Kau aku hukum Caleb Leandro!" Mata Amelia berkilat dan dia menyelidik bagian bawah tubuh Caleb yang sama sekali tak sedang dalam kondisi bagus. Amelia memutus keterpakuan Caleb dengan berbalik dan melangkah menjauh. Menjangkau pintu dan berderap menjauh. Meninggalkan Caleb yang menggeram dan mengumpat pelan. "s**t!...bagaimana dengan ini?" Caleb menatap bagian bawahnya yang tadi sempat di tatap oleh Amelia sebelum berbalik... Caleb terbahak lalu menggeram. Meninjukan tangannya ke udara. Merutuk pelan lalu kembali menggeram kesal. Caleb melongok ke bawah dan masih bisa dilihatnya kelebat bayang Amelia masuk dari pintu samping mansion. Caleb mengusap dagunya dan berpikir...bokong gadis nakal itu juga bagus...pas! Caleb menatap telapak tangannya. Membolak balikkan nya sambil membayangkan sesuatu dan tertawa pada akhirnya... ------------------ 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN