Dua hari menjelang keberangkatan. Pagi hari ketika Amelia terbangun dan lagi-lagi matahari sudah bersinar terik.
Amelia mandi dengan cepat dan turun ke dapur. Sepi. Dengan kaki telanjang, Amelia mengendap ke arah samping rumah. Menuju sebuah kolam renang dan berhenti terpaku ketika tangannya bahkan belum menyentuh pintu.
Bukan pertama kali juga Amelia melihat Caleb bertelanjang d**a. Namun...selalu ada sensasi tersendiri ketika melihat Caleb topless seperti sekarang. Caleb tampak sedang duduk di kursi malas di tepi kolam renang. Tubuhnya terbalut handuk. Matanya terlihat memakai kacamata hitam untuk menghalau terik matahari.
Amelia menarik gagang pintu. Langkah kaki telanjang nya menghampiri Caleb yang terdiam.
"Caleb."
Gumamam segera terdengar dari mulut Caleb. Pria itu beranjak dan melepas kacamatanya. Amelia berdiri sambil menautkan tangannya gelisah.
"Tentang pergi ke Amerika..."
"Ya...".
"Bolehkah aku pulang dulu untuk mengambil baju?".
Caleb terdiam sesaat sebelum akhirnya berdiri.
"Kita berbelanja hari ini."
Caleb menyambar tangan Amelia dan menyeret gadis itu masuk rumah. Amelia kebingungan dan berusaha melepaskan diri dari Caleb namun Caleb justru mengeratkan genggamannya.
"Kau makan dahulu. Aku ke kamar dulu."
Amelia duduk sambil tetap menatap Caleb yang menghilang di balik pintu. Tangannya membuka tudung saji dan sudah ada dua gelas s**u cokelat dan dua piring gorengan?
Amelia mendesis.
Dari mana Caleb membelinya?
Amelia menyambar samosa dan menggigitnya. Isi samosa ini sayuran. Masih panas dan rasanya enak sekali. Mungkinkah Caleb membuatnya sendiri? Amelia menyesap susunya. Lalu mencomot satu lumpia berisi daging giling. Mata Amelia mengerjap. Ini...enak sekali...Amelia meniup-niup lumpia di tangannya. Lalu gorengan itu berhenti di depan mulutnya saat Caleb ternyata sudah berdiri di sampingnya sambil menatapnya geli.
Bukan karena itu Amelia membeku. Tapi...karena Caleb membawa tas selempangnya dan menenteng sebuah kardus.
Caleb meraih lumpia dari tangan Amelia dan menyuapkan pada mulut gadis itu yang menganga tak percaya.
Amelia mengerjap.
"Pakai sepatu ini." Caleb membuka kardus dan sebuah sepatu flat yang sangat cantik terlihat.
Caleb duduk di samping Amelia dan mulai menikmati sarapannya.
"Apa kau membuatnya sendiri?"
"Ini? Ya...Bi Nengah mengajarkannya."
Caleb menggigit sepotong samosa dan mengunyahnya dengan gerakan yang menurut Amelia luar biasa seksi.
"Jangan seksi seperti itu..." Amelia berbisik lirih tanpa sadar.
Caleb terkekeh.
"Kau senang mempunyai Alpha seksi seperti aku?".
"Haaaah... "
Caleb memasukkan sepotong samosa ke mulut Amelia yang menganga.
"Habiskan susumu. Aku tunggu di mobil".
Caleb beranjak dengan tetap membawa tas selempang Amelia di bahunya. Sejenak mencuci tangannya dulu di dapur. Tak berapa lama terdengar suara mobil dari arah garasi. Amelia membenahi gelas dan dan mencucinya setelah sebelumnya menutup sisa sarapan dengan tudung saji. Amelia menatap sepatu cantik di meja makan setelah selesai mencuci gelas. Meraihnya dan memakainya. Pas dan nyaman. Amelia yakin sepatu ini baru. Dan Caleb...apa yang tidak dia tahu tentang dirinya. Bahkan ukuran sepatunya...
Amelia berjalan cepat dan masuk ke dalam mobil. Seorang penjaga keamanan membuka pintu pagar dan mobil melaju di jalanan. Entah mengapa Amelia merasa dirinya terbebas dari penyekapan. Amelia tertawa dalam hati sambil mengalihkan pandangannya ke samping.
Mobil melaju cepat. Menyusuri jalanan kota Denpasar yang sangat ramai. Kegiatan masyarakat mulai menggeliat. Banyak turis mancanegara sedang sarapan atau sekedar minum kopi di sepanjang jalan yang di penuhi oleh kafe - kafe dan restoran.
Tiga puluh menit kemudian, mobil berbelok ke sebuah blok dan berbelok lagi memasuki sebuah halaman parkir sebuah...butik!
Bukan sembarang butik karena butik ini adalah butik ternama milik desainer ternama. Amelia turun dengan ragu saat Caleb membukakan pintu mobil untuknya.
Caleb menggandeng tangan Amelia. Masuk ke dalam butik dan disambut hangat oleh karyawan butik. Amelia mengedarkan pandangannya ke ruangan butik mewah ini dan seorang karyawan mempersilahkan Amelia untuk mengikutinya.
Amelia melirik Caleb yang menyerahkan sebuah kartu ekslusif ke seorang karyawan lalu duduk di sofa di ruang khusus butik ini. Setelah satu jam, dia hanya bisa menganga melihat jumlah dan harga baju yang dibeli oleh Caleb untuknya. Mulutnya memberengut dan membuat Caleb tersenyum simpul. Mereka keluar dari butik setelah menghabiskan dua cangkir teh lemon yang di sajikan oleh pemilik butik. Sepanjang jalan pulang Amelia hanya terdiam.
"Kau ingin makan sesuatu? Kita bisa mampir".
Amelia menggeleng. Dia hanya ingin pulang dan meratapi. Betapa mahalnya belanjaannya. Caleb itu...Amelia kembali menggeleng.
"Kau kangen dengan kamar kostmu?"
Caleb membelokkan mobilnya dan menyusuri gang yang membuat Amelia menganga tak percaya. Mereka ternyata tengah menyusuri gang menuju tempat kostnya.
Mobil berhenti di tepi jalan dengan penerangan temaram. Amelia memilih keluar sendiri sebelum Caleb membukakan pintu. Mendorong pagar kecil, Amelia membuka tas selempangnya dan mengambil kunci.
Kamar kosnya gelap. Amelia meraba-raba mencari sakelar lampu. Lampu remang menyala dan Amelia mendengus pelan. Kamarnya masih seperti saat dia tinggalkan. Ranjang kecil lusuh. Lemari butut, meja makan dengan dua kursi reyot. Kamar mandi yang bahkan pintunya berlubang.
Caleb menarik napasnya pelan. Menghempaskan tubuhnya di kasur tipis ranjang Amelia. Amelia membuka lemari. Menarik sebuah selimut putih bersih dari dalamnya lalu berdiri di depan Caleb. Caleb beranjak dari duduk.
"Aku...hanya ingin mengambil ini." Amelia mengangkat selimut putih di tangannya.
Caleb mengangguk.
"Hmm...aku ingin bertanya lagi satu hal dan setelahnya aku tidak akan menanyakan lagi padamu."
"Silahkan" Caleb merasa heran bahwa seharian ini bahkan Amelia belum berteriak padanya.
"Hmm...tentang Alpha dan Luna...hmm...apakah kau mau menjagaku Caleb Leandro? Aku...aku benar-benar putus asa. Kau lihat...aku bukan tidak mau bersyukur Tuhan masih memberiku hidup. Tapi...aku benar-benar tidak mau kembali ke tempat ini. Aku..." Amelia mulai menangis ketika Caleb beranjak dan membawa tubuh lelah gadis itu dalam rengkuhannya.
Mereka terdiam cukup lama. Caleb membiarkan Amelia menangis dalam pelukannya. Melihat Amelia menangis entah mengapa membuat hatinya sakit.
"Kau akan selalu bahagia. Aku menjanjikan itu padamu. Sudahlah...apa ada lagi yang mau kau ambil?"
"Aku menunggak uang kos selama tiga bulan." Suara Amelia lirih.
"Bisakah kau biarkan aku di sini dulu. Aku harus bekerja untuk melunasinya dan...".
"Di mana rumah induk semangmu?"
Amelia mengernyit namun dia menunjuk ke arah belakang kamar kostnya.
"Tiga rumah di belakang rumah ini."
"Tunggu di sini. Barangkali ada yang mau kau ambil lagi. Aku akan melunasi tunggakan kost sebelum kita benar-benar pergi dari tempat ini."
Caleb melepaskan pelukannya dan melangkah keluar sebelum Amelia mengajukan protes. Amelia termangu. Dia bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ada alasan yang pas untuk dia untuk tidak mengikuti permintaan Caleb? Bahkan pria itu sangat peduli padanya.
Suara tepuk tangan membuat Amelia sontak menoleh.
"Bang Johan..." Suara Amelia mencicit. Pria bernama Johan adalah pria berpostur pendek gempal dengan tampang sangar, walaupun sejatinya dia cukup bersih sebagai pria.
"Apa kabar Amelia? Tangkapan yang bagus bukan? Jadi...bisa kan kau meminta sejumlah uang untuk melunasi hutangmu padaku."
"Bang...aku mohon hentikan. Aku...belum ada uang Bang."
Johan maju dan mencekal leher Amelia hingga gadis itu tercekik dan tersengal.
"Kau pikir aku bodoh? Kau bisa meminta pada pria yang menjadikanmu simpanan itu."
Tubuh Amelia bahkan sampai berjinjit dan Amelia yakin lehernya akan tercekik lebih parah sebentar lagi.
"Lepaskan dia, Sir. Tuliskan nominal hutang Amelia."
Caleb berujar dengan suara bariton yang rendah menahan amarah. Hatinya terkesiap melihat Amelia terbatuk hebat karena cekalan pria sangar itu.
Johan menoleh dan tersenyum masam.
"Bagus. Memang harus seperti itu."
Caleb mengeluarkan buku cek dari saku jasnya. Johan melihat itu lalu dia menyambar cek di tangan Caleb. Dengan cepat dia menuliskan nominal yang membuatnya tertawa keras.
"Lima ratus juta? Dan aku harap kau enyah dari hidup Amelia untuk selamanya."
Caleb menandatangani cek itu dan menyerahkannya lagi pada Johan.
"Bang. Kau keterlaluan. Hutangku bahkan tak sampai seratus juta, Bang. Kembalikan cek itu."
"Ini sepadan dengan kebebasanmu, Amelia!"
Amelia menangis keras saat Johan melangkah pongah keluar dari kamar kostnya. Caleb menarik tubuh Amelia. Merengkuhnya erat dan membimbingnya ke arah mobil. Ibu kost Amelia memandang prihatin pada gadis itu sembari menutup pintu kamar kost.
Sepanjang perjalanan pulang. Amelia masih terisak dan Caleb membiarkan Amelia menumpahkan semua amarah, kesedihan dan kekesalannya dengan menangis.
Mobil memasuki halaman rumah Caleb dan hari sudah menjelang sore. Amelia turun dan langsung melangkah masuk. Menyusuri ruang tamu dan ruang tengah sebelum naik tangga dengan cepat dan menutup pintu dengan sedikit keras.
Caleb menggeleng. Mengingat kembali, apakah ada salah satu dari wanita Leandro yang sama dengan Amelia?
Amelia jelas suka berteriak. Sama persis dengan Grandma Lucy. Lalu Amelia sedikit ceroboh, sama dengan Aunty Autumn. Dan Amelia penuh duka...semua wanita Leandro pernah mengalami hal yang cukup sulit dalam hidup mereka dan pria Leandro berusaha membuat mereka bahagia.
"Kau pun akan bahagia, Amelia. Aku akan berusaha untukmu."
Caleb melangkah masuk dan meletakkan semua barang belanjaan ke atas meja ruang tengah. Dia menghempaskan tubuh ke atas sofa. Letih. Caleb meraih ponselnya dan mengetik sesuatu. Hari ini mereka akan makan malam dengan makanan yang dia pesan dari luar. Dia merasa terlalu lelah untuk memasak. Dan membiarkan Amelia sendiri adalah pilihan terbaik saat ini.
-----------------------------------------------
Sehari sebelum keberangkatan, Caleb memilih berdiam diri di rumah. Bersyukur karena Amelia tak mengajukan protes atau membuka aibnya sendiri lagi.
Mereka menghabiskan waktu dengan bermain catur dan Caleb beberapa kali mencuri ciuman di pipi Amelia yang membuat gadis itu tersipu.
Amelia mulai bertanya banyak tentang keluarga Caleb dan dengan senang hati Caleb menceritakannya. Amelia sungguh merasa iri saat Caleb menunjukkan foto-foto keluarganya.
Wanita di keluarga Caleb sangat cantik dan dia merasa seperti Upik Abu.
Caleb hanya tertawa saat mendengar Amelia mengatakan hal itu. Caleb mengacak rambut gadis itu dan semua berakhir dengan sebuah ciuman di bibir yang begitu lama dan intens. Caleb kembali meraup wajah Amelia ketika tahu gadis itu bahkan tidak memejamkan matanya dan memilih menikmati wajah Caleb yang tanpa batas.
Ketika ciuman itu terlepas. Keduanya tersenyum dan Caleb yakin, ada binar cinta dari mata Amelia untuknya.
Mereka saling tatap...
"Bercinta itu...seperti apa rasanya, Caleb?"
--------------------------