Amelia menutup pintu ruang kerja Zachary Leandro dengan sangat pelan. Pintu kayu tunggal berukir itu sangat berat. Membuatnya mengeluarkan tenaga ekstra sehingga membuatnya menghela napas pelan.
Tidak. Dia hanya berusaha mengusir kegugupan.
"Duduklah Amelia. Hmm...pintunya berat, right?" Suara bariton Zachary yang terkesan berat menyapa pendengaran Amelia.
Amelia menoleh sekali lagi pada pintu tunggal nan besar berukir di belakangnya. Pintu itu terlihat mengkilat di pelitur dengan sempurna. Warna hitam dan cokelat tua mendominasi hingga pintu itu terlihat sangat gagah.
"Motif ukiran seperti itu disebut keketusan. Yaitu motif ukiran yang mengambil bagian terpenting atau intisari tetumbuhan. Misalnya bagian daun yang besar..."
Amelia tanpa sadar berdiri dan melangkah ke arah pintu itu. Menyentuh bagian pintu mengikuti pola daun yang besar.
"Lalu bagian ini disebut pepatran. Yaitu pola ukir tetumbuhan yang lebih kecil, diukir dengan pola tonjolan yang kuat agar...maafkan saya, Sir" Amelia berhenti berbicara. Sesaat merasa lancang dan menatap Zachary yang ternyata tersenyum dan menatap ke arahnya dengan seksama.
"Jangan terlalu formal memanggilku, sayang...silahkan teruskan..." Zachary mengangkat tangan mempersilahkan.
"Lekuk dan tonjolan pada ukiran pepatran sangat khas agar komposisi dengan ukiran keketusan seimbang, mengingat ukiran keketusan sebagian besar berpola besar. Dan pola binatang dalam ukiran ini disebut kekarangan. Pola binatang dalam ukiran seperti ini biasanya adalah binatang yang bercorak indah. Seperti burung ini. Demikian."
Amelia mengangguk malu dan melangkah menghampiri kursi di depan meja kerja Zachary.
"Kau tahu banyak...dan itu mengagumkan. Tidak banyak bukan generasi seusiamu peduli dengan kebudayaan? Well...kita akan lebih sering membahas semua ini Amelia. Karena aku akan mengadakan perubahan besar pada setiap bangunan perusahaan Leandro. Dan...kita bisa bekerja sama sepertinya."
Amelia mendongak. Menelan utuh-utuh kegugupan nya.
Dan Amelia akhirnya mengangguk. Walau bingung...
"Kenapa kau ragu menikahi Caleb William?"
Skak mat!
Amelia sukses terkejut dengan pertanyaan Zachary yang di luar dugaannya. Amelia menunduk. Menghela napas pelan.
"Saya...merasa tidak pantas, Sir, Maksud saya, Uncle...Itu perasaan yang wajar saya kira. Mengingat...Anda pasti tahu alasan saya."
Amelia menelan ludahnya kelu. Dia bukan perempuan pemburu harta, dan kekayaan keluarga ini yang mengerikan justru membuatnya ingin berlari kencang. Menjauh dari Caleb...dan...patah hati?
"Hmm...begitu? Lalu bagaimana dengan cinta?"
"Cinta pun harus menemukan keseimbangan nya, Uncle. Dan saya merasa timpang. Sangat tidak seimbang."
"Kalau Caleb sanggup melepaskan semua ini demi keseimbangan itu?".
Pertanyaan Zachary Leandro membuat Amelia terperanjat. Kilasan peristiwa di masa lalu bermunculan di benaknya.
Apa yang terjadi dengan Ida Ayu Devi Pertiwi saat melepaskan gelar kebangsawanan nya demi menikahi seorang Aldirch Winter?
Kehancuran sebuah hubungan kekeluargaan walaupun mereka menemukan cinta yang lain dan menjalani sisa hidup mereka dengan saling mencintai.
"Saya tidak akan membiarkan Caleb melakukan itu. Saya tidak akan...".
"Dan kalau kau memutuskan untuk pergi, itu beresiko mematahkan hatinya. Apakah itu tidak lebih buruk?"
Amelia tercekat.
"Tapi, Uncle...saya bukan siapa-siapa. Caleb harus mendapatkan yang sepadan. Mungkin ini terdengar klise...tapi...memang harus seperti itu."
"Apa yang kau rasakan saat Caleb menciummu?"
Amelia tersentak. Rona merah menjalar cepat di pipinya dan telinganya menghangat. Bentuk pertanyaan lain dari Zachary Leandro yang sukses membuat hatinya berdesir.
"Saya..." Pikiran Amelia menerawang. Merasakan hangat bibir Caleb di bibirnya. Apa yang dirasakan nya saat itu?
Nyaman dan terlindungi.
"Saya...jatuh cinta...". Amelia tersentak dengan kata-katanya sendiri. Mendongak menatap Zachary. Dan akhirnya bernapas lega dan kebingungan karena Zachary yang terbahak.
"Temui Caleb sekarang...dan katakan apa yang baru saja kau katakan."
Amelia...entah mengapa mengangguk. Aura mendominasi dari pria di hadapannya ini membuatnya beranjak dan melangkah menuju pintu besar sesaat setelah mengucapkan kata terima kasih dan permisi.
"Amelia..."
Amelia menoleh saat tangannya sudah hendak menggapai gagang pintu.
"Aku dan keluarga ini menerimamu apa adanya. Banyak cinta kami untukmu."
Amelia mengangguk dan dia yakin air matanya nyaris menetes.
Amelia keluar. Menutup pintu pelan dan berdiri di depan pintu. Lalu dia berbalik lagi. Menghadap pintu di depannya. Mendongak dan menelisik.
Benar. Ini bentuk ukiran keketusan dan pepatran yang mempesona.
Amelia menghela napasnya pelan. Menghirup lewat hidung dan mengeluarkannya lewat mulut. Begitu berulang kali.
Amelia melangkah. Melintas ruang keluarga dan berbelok ke kiri. Menyusuri koridor dan untuk sesaat dia merasa dia akan dengan mudah tersesat di mansion seluas ini. Bahkan dia bingung di mana kamar yang ditempatinya?
Amelia tetap melangkah dan berhenti tiba-tiba saat melihat Caleb berada di dalam sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka lebar.
Amelia berbelok. Mendekati ruangan itu. Berhenti sejenak di pintu dan mengintip ke dalam ruangan. Ruangan ini semacam ruang bermain kartu yang biasa di miliki oleh para orang kaya.
Caleb tampak menoleh dan tersenyum geli melihat tingkah Amelia yang terlihat seperti menyelidik.
"Masuklah."
Amelia mengakhiri penjelajahannya. Menatap Caleb yang berdiri di dekat sebuah perapian.
Amelia berjalan pelan menghampiri Caleb. Sesaat dia merutuk dalam hati. Kenapa Caleb harus setinggi ini?
"Apa kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat aneh." Caleb meneliti wajah Amelia dengan merunduk dan menatap wajah Amelia dengan teliti.
Napas hangat Caleb menerpa wajah Amelia dan menimbulkan sensasi merinding yang begitu kuat.
Amelia menggeleng dan Caleb mengangkat tubuhnya lagi. Berdiri menjulang di depan Amelia yang mendongak dan terpaku.
Baiklah. Amelia merasa bagai kerdil buruk rupa...
"Kenapa kau harus setinggi ini?" Amelia bertanya sangat lirih dan Caleb merasa pertanyaan itu untuk diri Amelia sendiri karena terlalu lirih.
"Hmm...faktor genetik itu sangat berpengaruh. Kakek buyutku tinggi, Kakekku juga, lalu ayahku...kau lihat?"
Amelia mengangguk. Lalu mendongak. Dia terlihat seperti ibunya saat bersama sang ayah yang juga tinggi. Dan mereka cocok. Berarti...dia dan Caleb?
"Seseorang butuh kursi kecil untuk bisa menciummu." Amelia mengukur dan tanpa sadar mengucapkan kata-kata yang terbersit di hatinya.
Caleb mengangkat sebelah alis nya heran.
"Dan apakah seseorang itu...Kau?" Caleb mencubit hidung Amelia kecil. Menyentak gadis itu dari keterpanaannya.
Amelia tetap seperti itu mendongak dan menatap Caleb hingga pandangannya mengabur. Oh...ingatkan dia untuk mencari pekerjaan nanti dan mengumpulkan uang untuk membeli kacamata. Matanya memang membutuhkan itu sebenarnya.
Amelia terpaku saat tangan besar Caleb meraih pinggangnya. Mengangkat tubuhnya seringan kapas dan membuat wajah Amelia sejajar dengan wajahnya.
"Kau tak perlu kursi kecil untuk bisa menciumku."
Amelia mengerjap. Menatap Caleb yang menatapnya dengan pandangan yang sulit untuk dijabarkan.
"Aku bilang pada uncle bahwa aku sudah jatuh cinta padamu...apakah itu terdengar bodoh?"
Caleb tersenyum.
Si Tua Zachary memang selalu bisa diandalkan untuk urusan seperti ini...
"Tidak. Itu tidak bodoh. Itu terdengar sangat...manis."
"Jadi...?"
"So..."
"Apakah kau akan menciumku sekarang? Sebagai...tanda jadi?"
Caleb menaikkan sebelah alisnya heran.
Tanda jadi? Apakah sedang ada transaksi pembelian barang saat ini?
"Apa kau ingin menciumku?" Caleb balik bertanya.
Amelia kembali mengerjap. Rasanya ini...terlalu manis dan dia khawatir kadar gula nya akan melonjak naik. Amelia tertawa dalam hati.
"Kita...romantis." Amelia tertawa hingga matanya menyipit.
Caleb menggeram dalam hati. Amelia benar-benar perusak suasana kelas wahid.
Amelia berhenti tertawa saat menatap lagi wajah Caleb yang terlihat serius dan...kesal?
Amelia mengusap rahang Caleb. Bakal rambut halus yang samar menggelitik permukaan tangan Amelia. Sensasi menyengat itu makin kuat hingga Amelia tak sanggup berhenti. Mengusap rahang Caleb dan merasa nyaman di sana.
Napas hangat berpadu dengan tatapan mata saling memuja akhirnya bermuara pada dua bibir yang perlahan menyatu. Saling mencecap dengan gerakan teramat pelan. Merasai jatuh cinta yang akhirnya saling berbalas.
Caleb mengusap wajah Amelia perlahan. Membawa kelopak mata cantik itu terpejam. Ciuman ini tak akan mudah berakhir dan Caleb merasa dia akan tersiksa dalam rindu saat meninggalkan Amelia untuk bekerja.
Caleb melangkah. Membawa Amelia duduk di pangkuannya dengan kedua kaki bertekuk di sampingnya.
Keduanya tertawa. Namun kembali saling memagut tanpa kata.
"Apakah ini berarti kita...sepasang kekasih sekarang?"
Dan Amelia merasa bodoh mengajukan pertanyaan itu.
"Ya...kita sepasang kekasih sekarang, Amelia."
Amelia tersipu. Lalu mendung dengan cepat bergelayut di wajahnya.
"Jangan mengatakan bahwa kau tak pantas untukku. Jangan mengatakan semua ini tidak akan berhasil. Aku...mencintaimu. Dan aku akan membuatnya berhasil untukmu."
Amelia mengangguk.
"Katakan apa yang kau mau, katakan apa permintaanmu, katakan bagaimana perasaanmu. Jangan pernah memendam nya hanya karena kau merasa tidak pantas dan rendah diri. Aku mencintaimu, Amelia...my trully Luna."
Amelia tersenyum. Menatap Caleb dengan mata yang bergerak-gerak menggemaskan.
"Aku...butuh kacamata untuk membaca buku, tapi aku tidak membutuhkan benda itu untuk tahu bahwa...kau sangat tampan, Tuan Leandro..."
Caleb tertawa pelan dan menyugar rambutnya. Merutuki posisi mereka yang...menggugah hasratnya sebagai laki-laki sejati.
"Well...aku memang tampan dan itu tak terbantah. Aku bersyukur untuk itu." Caleb mengatakan hal itu dengan ringan membuat Amelia memekik tertahan.
"Aaah...ya...baiklah. Kau sombong dalam hal ini".
"Hanya padamu." Caleb mengusap pipi Amelia lembut.
Amelia mengangguk tak percaya. Dan itu membuat Caleb gemas, dan mencium bibir gadis itu keras sambil mengeratkan pelukan nya di pinggang Amelia.
"Sakit!" Amelia menjerit dan Caleb terbahak saat Amelia mencoba meronta darinya.
"Kau cantik sekali"
"Hmm...sepertinya kau yang membutuhkan kacamata."
"Kau sangat cantik."
Amelia tersipu.
"Kau bertambah cantik saat merona seperti ini".
"Apakah kau berusaha merayuku untuk membawaku ke ranjang?"
Caleb terpaku. Lalu menghela napasnya pelan. Tak membutuhkan ranjang untuk membuat semua yang ada di pikiran nakal Amelia terjadi. Sofa yang mereka duduki cukup lebar dan panjang. Dan...
Amelia mencium bibir Caleb yang tengah terpaku. Pagutan berbalas yang sangat pelan terulang hingga desahan lolos dari bibir Amelia. Mengantarkan suara desahan itu menerobos indera pendengaran Caleb dan mengirimkannya ke otak. Membuat Caleb menggeleng dan bergerak semakin cepat. Meraih leher Amelia untuk memperdalam ciuman mereka.
Tangan Caleb bergerak turun. Mengusap ceruk leher Amelia. Perlahan semakin turun dan menangkup p******a gadis itu. Membuat Amelia terkesiap dan melenguh tertahan.
"Setidaknya...kalian harus menutup pintu seperti ini." Sebuah suara lembut yang memprovokasi membuat Caleb dan Amelia menoleh bersamaan dengan bunyi pintu yang di tutup cukup keras.
"Mom.."
Skyla berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya.
Amelia beringsut. Mencoba turun dari pangkuan Caleb namun Caleb justru mengeratkan pelukannya. Dan...tangannya justru meremas p******a Amelia lembut.
Amelia terkesiap dari keterpakuannya. Posisi mereka benar-benar tidak bagus. Dan mengapa Mommy Caleb tidak mengamuk atau mengomel melihatnya dan Caleb seperti ini.
"Mom...pintu itu...ada untuk diketuk." Caleb berkata Mommynya dengan nada gemas dan kesal bercampur jadi satu.
"Pintu ini ada untuk ditutup kalau kalian berniat membuatkan Mommy cucu, Caleb...Amelia."
Amelia memekik dan menutup mulutnya. Selanjutnya dia menyurukkan wajahya ke leher Caleb karena terlalu malu.
Skyla Leandro...terbahak menyaksikan tingkah Amelia.
"Sudahlah...Mom keluar dan kalian berdua...teruskanlah."
What?!
Amelia melirik Skyla yang masih tertawa.
"Dad menunggumu satu jam lagi Amelia...di teras belakang. Untuk...membicarakan banyak...pintu? Aku tidak mengerti...kenapa kalian harus membicarakan masalah pintu?"
"Baiklah Mom..."
"Baiklah...baiklah...satu setengah jam...Mommy rasa itu cukup untuk melanjutkan apa
yang tertunda."
Amelia kembali memekik tertahan. Meraih tangan Caleb dan menurunkannya dari payudaranya.
Skyla kembali tertawa. Rasanya sangat indah menggoda dua anak di depannya ini.
"Mommy...?!" Caleb memperingatkan Mommy nya dengan sedikit geraman.
"Baiklah..." Bahu Skyla luruh dan dia melangkah gontai ke arah pintu untuk keluar dan menutup pintu dengan pelan.
Kesenangan yang berakhir cepat.
"Sampai di mana kita...?"
"Haaah... "
"Oh...sampai di sini." Tangan Caleb terangkat dan menangkup p******a Amelia.
Amelia terpekik dan mencubit pinggang Caleb keras hingga Caleb mengaduh...
--------------------------------