Di dalam taksi menuju kosannya, Jinan terus memikirkan tawaran Luthfi yang sangat menggiurkan itu. Beban ekonominya semakin meningkat karena kini dia seorang pengangguran miskin yang tak berguna. Dia sudah sangat malu bila terus-terusan menggantungkan hidupnya pada Irza. Ya...tak bisa dipungkiri meski menjengkelkan, Irza tetap dewa penolong bagi Jinan. Biar bagaiamanapun Irza sudah sangat membantu hidup Jinan selama di Jakarta. Tidak bisa dibayangkan seandainya Jinan mengenal orang lain yang mempunyai perangai lebih buruk dari Irza. Roman misalnya, yang tidak pernah henti-hentinya mengganggu kehidupan Jinan. Ponsel Jinan berdering di tengah lamunannya. Ada nama Irza sedang berusaha menghubunginya. "Lo di mana? Gue di lobi hotel sekarang. Barusan gue telepon sugar daddy lo, katanya lo udah