Aisyah pulang dari kantor dari jam delapan malam, ia singgah di restoran untuk memesan makanan untuk di bawa pulang. Sekarang ia sedang ingin makan dirumah.
Aisyah menunggu di halte bus, tiba-tiba saja persasaannya tidak enak. Ia menoleh ke sekeliling halte, tetapi tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Keadaan masih sangat ramai karena jam pulang kantor. Beberapa orang menunggu bus sama seperti dirinya.
Aisyah menggembungkan pipinya pelan, bergerak gelisah. Ia teringat tentang beberapa hari yang lalu saat ia merasa di ikuti oleh seseorang. Aisyah menelan ludahnya gugup, perutnya tiba-tiba mulas karena takut.
Ketika bus datang, Aisyah berjalan dengan cepat, hampir berlari. Ia memilih duduk tepat di dekat pintu. Beruntung kursi itu juga kosong, jadi ia dapat menempatinya.
Aisyah menengok kebelakang dan mendapati penumpang bus diisi oleh mayoritas perempuan. Ia menyadari jika tidak ada pria yang ikut naik bus di pemberhentian sebelumnya. Hanya ada dua laki-laki di dalam bus itu dan mereka siswa sekolah.
Ia mamencet bel untuk berhenti ketika hampir sampai di komplesk apartemennya. Aisyah segera turun diikuti oleh beberapa penumpang lain, ia tidak melihat siapa yang turun dan segera berjalan cepat agar bisa sampai di apartemennya.
Namun, di pertengahan jalan Aisyah melihat sekelompok pria yang sedang duduk di depan sebuah penjual kaki lima. Aisyah tahu siapa mereka, kumpulan anak laki-laki yang akan memalaki orang yang lewat. Terpaksa Aisyah memilih jalan memutar.
Aisyah merasa perjalananny aman-aman saja ketika ia melihat sosok bayangan berwarna hitam dari cermin cembung yang ada di tikungan jalan. Aisyah merinding, ia mempercepat langkahnya.
Aisyah berlari, ia tidak lagi memperdulikan makanan yang ia bawa. Apartemennya sudah tidak jauh. Ia hanya harus memutari taman lalu berjalan sedikit dan sampai di bangunan apartemennya.
Ia dapat mendengarkan orang yang berada dibelakangnya ikut berlari, seketika Aisyah menambah kecepatannya. Taman di depan apartemennya sudah terlihat jelas. Ketika berbelok Aisyah menabrak seseorang, seketika Aisyah menjerit keras.
“Tolong! Tolong! Tolong!” teriak Aisyah.
Ezra yang sedang berlari terkejut bukan main ketika seseorang menabraknya. Ia seperti mengenali suara itu, ketika melihat wajah orang yang menabraknya. Ezra mengguncang tubuh gadis itu pelan.
“Aisyah! Hei!” ucap Ezra berusaha meredakan teriakan Aisyah.
Aisyah tidak berhenti menjerit ketakutan, ia memukul Ezra dengan gerakan tidak terkendali. Tubuh Aisyah berubah dingin karena ketakutan, ia merasa orang yang mengikutinya telah menangkapnya.
“Aisyah! It’s me! Hei! Calm down!” Ezra tidak menyerah menyadarkan Aisyah.
Ezra menoleh ke segala arah, ketakutan Aisyah seperti di sebabkan oleh sesuatu. Tetapi, ia tidak menemukan siapapun di belakang Aisyah.
“Aisyah!” Ezra meninggikan suaranya seketika membuat gadis itu diam lalu menatap matanya dengan ekspresi ketakutan.
Aisyah yang baru sadar jika yang ia tabrak adalah sosok yang ia kenali, akhirnya bisa sedikit tenang. Tubuhnya meluruh ke tanah, tenaganya terkuras karena kaget.
Ezra membantu Aisyah pindah ke bangku taman. Ia masih melihat jalanan yang dilewati gadis itu tetapi memang tidak menemukan siapapun yang keluar dari sana kecuali Aisyah.
Ezra mengambil bungkusan dari tangan Aisyah, meletakkannya di tempat kosong di samping gadis itu. Ia menghela napas panjang setelah mendudukkan Aisyah. Tubuhnya sedikit sakit akibat pukulan gadis itu.
“Hei, what wrong with you? Are you okay?” tanya Ezra.
Aisyah menggeleng kuat, napasnya masih memburu. Ia melirik lorong yang ia lewati tadi lalu melemaskan tubuhnya. Aisyah menyandarkan punggunggnya di kursi taman lalu menengadahkan kepalanya.
Aisyah mengusap wajahnya, ia membuka mata dan terkejut melihat wajah Ezra hanya beberapa senti di depannya. Pria itu memundukan tubuh lalu duduk di sebelah Aisyah.
“Ada seseorang yang mengikutiku!” ucap Aisyah lemah.
Ezra mengulurkan satu botol air mineral yang langsung di ambil Aisyah.
“Jangan buru-buru, nanti tersedak.”
Aisyah hanya mengangguk sembari meminum air mineral itu. Ia meminumnya hingga setengah. Tangan Aisyah masih bergetar ketika memegang botol. Ia meletakkan botol itu di sampingnya, tangannya masih lemah.
“Siapa? Aku tidak melihat siapa-siapa dibelakangmu, tadi.” Ucap Ezra yakin.
Aisyah menoleh, ia memperhatikan Ezra lalu pakaian yang dikenakannya. Hoodie hitam dengan celana parasut, pria itu tampak seperti sedang berolahraga. Aisyah lalu megnalihkan tatapannya menuju lorong yang ia lewati tadi.
“Aku mendengar dengan jelas, ada suara langkah yang mengikutiku dari belakang.” Ucap Aisyah pelan. “…dia mengikutiku.”
Ezra membasahi bibirnya, ia tidak mungkin tidak mempercayai ucapan Aisyah. Gadis itu sampai pucat karena kaget, tidak mungkin orang berbohong kaan bereaksi seperti itu.
“Stalker? Apa kau tidak ingin lapor polisi?” tanya Ezra.
Aisyah menggeleng, “Tidak bisa, di lorong itu tidak memiliki CCTV dan tidak ada saksi.”
“Aku saksinya.” Potong Ezra.
Aisyah melirik Ezra lalu menghembuskan napas. “Apa kau melihat orang mengikutiku?” tanya Aisyah. “…tidak, bukan? Itu tidak bisa kugunakan, mereka akan mengiraku sedang berhalusinasi atau sedang mengerjai pihak kepolisian karena diduga membuat laporan palsu.”
“Lalu apa yang harus dilakukan? Membiarkannya mengikutimu?” Ezra berdiri, tatapannya terlihat serius.
Aisyah terkejut, ia tidak menyangka Ezra akan bereaksi seperti ini. Padahal mereka sama sekali tidak dekat, bahkan baru bertemu tiga kali, secara tidak di sengaja tentunya.
“Aku tidak tahu, ini sudah kali kedua aku merasakan ada orang yang mengikutiku.” Ucap Aisyah tanpa melihat Ezra.
Ezra terkejut, mungkin bagi sebagaian orang itu adalah hal biasa tetapi diikuti itu merupakan terror yang bisa menjadi sangat berbahaya jika terjadi secara berulang-ulang.
“Apa kau yakin?” Tanya Ezra.
Aisyah mengangguk, “…atau itu hanya halusinasiku karena terlalu lelah saat pulang kerja?” gumamnya pelan.
AIsyah memeijit keningnya, tenaganya terkuras habis. Ia seperti baru saja melakukan lari maraton. Ia berusaha menegagakkan badan tetapi gagal karena terlaluu lemas.
“Apa kau mabuk? Atau baru meminum alkohol?”
Aisyah menjawab dengan menggelengkan kapalanya.
“Berarti kau tidak berhalusinasi. Bisa berbicara dengan orang lain berarti kesadaranmu masih bagus. Aku rasa itu bukan halusinasi, tebakan yang paling benar adalah orang yang mengikutimu itu berhenti dan menjauh saat melihatmu menabrakku. Right?” terang Ezra.
Aisyah meantap Ezra dengan ekspresi takjub, ia mengerjabkan kedua matanya pelan. Penjelasan Ezra ada benarnya, ia tidak berhalusinasi hanya saja orang itu pergi saat mereka bertemu.
Jika tebakan Ezra benar, itu tidak akan menghilangkan ketakutan Aisyah. Ia baru pertama kali diikuti seperti ini dan merasa sangat takut, siapa yang tega melakukan ini? Apakah ada orang yang dendam kepadanya?
“Sudahlah. Sebaiknya kau pulang, ini sudah jam Sembilan malam. Bisa saja orang itu masih mengawasi kita.” Ucap Ezra sembari melihat sekeliling.
Aisyah menoleh ke kiri dan kanan, ia melihat hanya ada wanita paruh baya dan wanita muda yang sedang membuang sampah serta berjalan masuk ke gedung apartemen.
“Baiklah.”
Aisyah berdiri, ia mengambil kantong pelastik berisi makanan yang mungkin sudah tidak berbentuk karena iaw membawanya sambil berlari.
“Mau kubantu?” tanya Ezra.
“Tidak. Terimakasih telah menolongku, aku sangat berterimakasih. Jika tidak ada kau mungkin dia sudah menangkapku.” Ucap Aisyah.
Mereka berdua sama-sama berjalan menuju apartemen, Aisyah berhenti berjalan lalu membalikkan badan.
“Kenapa kau mengikutiku?” tanyanya Aisyah heran.
Ezra ikut menghentikan langkah lelau tersenyum kecil, “Aku juga tinggal di sini.”
Ezra berjalan mendahului Aisyah lalu memencet lift. Ketika lift terbuka mereka berdua masuk ke dalamnya.
“Kau tinggal di lantai berapa?” tanya Ezra.
Aisyah tidak menjawab dan hanya menatap punggung pria itu karena ia berdiri dibelakang Ezra. Bahu Ezra sangat bidang dan terlihat sangat proporsional, tiba-tiba ucapan Rere tempo hari melintas dipikiran Aisyah membuatnya merutuk dalam hati.
“Damn!”
Ezra berbalik, “Apa kau barusan mengumpatiku?”
“Ah, sorry. Aku tidak bermaksud, pikiranku kacau. Aku tinggal di lantai empat.” Jawab Aisyah.
Ezra memencet tombol berangka empat, seketika lfit itu meluncur naik.
“Ku pikir kau tinggal di apartemen seberang?” tanya Aisyah heran.
Hanya ada dua apartemen yang disewakan di sekitar Itawon, hanya yang ia tempati dan di seberang jalan raya. Aisyah sebelumnya tidak pernah melihat Ezra di gedung apartemenny jadi ia menduga Ezra menyewa apartemen yang berada di seberang.
Ezra berbicara tanpa menoleh ke belakang, “Aku pindah tadi pagi. Tetangga apartemenku terlalu ribut saat tengah malam. Aku baru saja selesai mengangkat barang dan baru selesai mengecek apa ada barangku yang kurang.”
Mereka tiba di lantai empat, Ezra berjalan duluan.
“Semoga kau nyaman di sini, aku sudah tinggal hampir lima tahun di sini dan apartemen ini sangat bagus. Kau tinggal di lantai berapa?” tanya Aisyah.
Mereka mengobrol di depan pintu lift, sehingga Aisyah menebak jika Ezra hanya mengantarnya. Tetapi pria itu membiarkan pintu lift tertutup dan tidak masuk ke dalamnya.
“Kau sedang menunggu seseorang?” tanya Ezra.
“Tidak, aku menunggumu masuk ke dalam lift.” Jawab Aisyah.
Ezra berjalan mendahului Aisyah, “Kebetulan aku juga tinggal di lantai empat.”
Tiba-tiba terdengar suara langkah dari belakang, Aisyah melihat wanita paruh baya baru saja keluar dari apartemennya dan terkejut melihat Aisyah serta seorang pria.
Wanita paruh baya itu berjalan ke arah Aisyah lalu berbisik pelan, “Apa kau baik-baik saja, nak? Beritahu aku jika pria di sampingmu sedang mengancam atau memperlakukanmu dengan tidak baik?”
Wanita itu berbicara menggunakan hangeul (Bahasa korea), sehingga Ezra tidak mengerti apa yang diucapkan wanita itu. Ia bisa mendengarnya samar-samar walaupun sedang berbisik.
“Ah, aku baik-baik saja. Dia temanku,” Aisyah menjelaskan mengenai Ezra yang berdiri tidak jauh darinya. Ia juga menambahkan jika pria itu bernama Ezra meruapakan penghuni baru yang baru saja pindah.
Lima menit kemudian, wanita paruh baya itu meninggalkan mereka berdua lalu masuk ke dalam lift.
“Ada apa?” tanya Ezra penasaran.
Aisyah menggeleng lalu tertawa kecil, “Dia mengiramu akan berbuat jahat kepadaku.”
“Hah?” Ezra terkejut berbalik melihat wanita paruh baya tadi yang sudah menghilang di balik pintu lift.
Aisyah sampai di depan pintu apartemennya, ia berdiri memandang Ezra yang terlihat kesal karena dikira seorang penjahat. “Wajahmu memang sedikit terlihat seperti penjahat. Ups.” Aisyah merapatkan bibirnya.
Ucapan itu sukses membuat mata Ezra membulat, ia memegang wajahnya sembari menatap Aisyah tajam dengan berekspresi bercanda. Ezra menggelengkan kepalanya pelan, wajahnya yang keturunan Eropa memang tidak sama dengan orang asia, Ezra mengelus rambut tipis di rahangnya berpikir akan mencukurnya hingga bersih agar orang lain tidak berpikiran aneh ketika melihatnya.
“Bagaimana rasa saat memegangnya?” ucap Aisyah tanpa sadar.
Ezra melirik Aisyah yang tampak fokus menatapnya, “Mau coba?”
“Coba apa?” tanya Aisyah bingung.
Ezra tetawa, “Coba memgang ini. Kau tadi bertanya bagaimana rasanya saat memegang ini.” Ia menunjuk rambut tipis di rahangnya.
Aisyah baru menyadari jika ia mengucapkan kalimat itu bukan di dalam hati, ia bedecak pelan lalu mengalihkan tatapannya.
“I’m not say that!” Aisyah mengelak.
“Yas, you say that. Aku mendengarnya sangat jelas.” Ezra menyandarkan tubuh di dinding. Memperhatikan Aisyah yang salah tingkah.
“No!”
Ezra mengangkat sebelah Alisnya, “Look at me and than say no. I will see, you honest or not.”
Aisyah menatap kedua mata Ezra, wajahnya memerah. “No! You are hallucinating!” tegasnya lalu memasukkan sandi apartemennya lalu menutup pintu itu dengan kencang meninggalkan Ezra sendiri di lorong itu.
Ezra tertawa kencang, ia masih menatap pintu dimana Aisyah menghilang baru saja. Ia mengusap matanya yang berair akibat tertawa. Ezra ikut masuk di apartemennya yang berada tidak jauh dari milik Aisyah.
“Beatiful and so funny.” Gumam Ezra.
…
Ezra masih tertawa, ia melepaskan sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah. Ia tidak habis pikir ternyata Aisyah adalah gadis yang lucu. Ezra membuka bajunya, memutuskan untuk membersihkan diri.
Ketika berada di kamar mandi, Ezra melihat pantulan dirinya di cermin. Ia memgang rahangnya lalu kembali tertawa. Akibat perkataan Aisyah, ia membatalkan mencuku rambut tipis itu dan membiarkannya tumbuh.
Ezra tidak peduli jika ia akan dikira seorang mafia ataupun seorang penculik. Perawakan tubunya yang tinggi besar membuatnya sangat berpotensi untuk dicurigai oleh orang.
Alasan Ezra pindah apartemen tidaklah bohong, orang yang tinggal tepat di sebelah apartemennya memang sangat ribut. Ezra dapat mendengar tetangganya sering sekali memutar musik ataupun bermain game dengan suara keras di malam hari.
Walaupun antar apartemen sudah di pasangi peredam suara, Ezra dapat mendengar suaranya sangat jelas hingga mengganggu tidurnya. Akhirnya, ia memutuskan pindah ke apartemen yang berada tidak jauh dari apartemen lamanya.
Ezra keluar kamar mandi dengan rambut basah, ia meletakkan handuk di kepalanya agar rambutnya cepat kering. Ezra tiba-tiba mengingat sesuatu yang ia belum ambil dari apartemen lamanya, ketika memeriksa ruang kerjanya, Ezra tidak menemukan benda yang merupakan blue print dari bangunan perusahaan yang sedang dibangun.
Ezra memakai pakaian dengan cepat, ia terpaksa harus keluar untuk mengambil benda itu. Blue print itu sangat penting dan tidak boleh dilihat oleh orang lain.
Ketika sampai di apartemen lamanya, Ezra benar-benar menemukan blue print itu yang ternyata berada di bawah meja. Mungkin ia menjatuhkannya ketika memindah-mindahkan barang.
Setelah mendapatkannya, Ezra pulang untuk beristirahat. Di tengah jalah, saat melewati pos keamanan ia melihat keramaian di sana. Ia melihat ada mobil polisi dan ada beberapa orang sedang berbincang di dekat pos keamanan itu.
Ezra melangkah mendekat, “What happened?” tananya.
Salah seorang polisi menyadari kehadiran Ezra.
“Hello, Sir. Maaf mengganggu kenyamanan anda, ada seseorang yang dicurigai sebagai seorang tahanan masuk ke gedung apartemen ini. Dia adalah seorang mantan tahanan yang dibebaskan karena jaminan dan berkelakuan baik yang pernah melakukan kekerasan kepada seorang perempuan di apartemen ini.” terang polisi itu.
Ezra terkejut, ia lalu menjelaskan jika ia juga penghuni apartemen itu. Ezra tidak menyangka kejadian itu masih terjadi. Ia berharap orang itu segera diamankan agar tidak melakukan kejahatan yang sama.
Polisi dan petugas keamanan itu tampak sibuk berpatroli dan memanggil rekannya untuk memantu. Ezra meninggalkan pos keamanan itu lalu naik ke apartemennya.
Ketika lift tiba di lantai empat, Ezra berpapasan dengan seseorang berpakaian serba hitam lengkap dengan topi. Orang itu berjalan sembari menunduk, Ezra melirik dan memperkirakan orang itu lebih pendek darinya.
Ezra seketika berhenti saat ingin masuk ke apartemennya lalu berlari menuju lift. Tetapi, lift itu sudah tertutup saat ia baru berjalan beberapa langkah. Apa orang itu yang dimaksud polisi tadi? Jika ia, kenapa orang itu berada di lantai apartemennya?