Bab 6. Penguntit

1185 Kata
Langkah kaki Fira tidak terlihat terburu-buru sangat santai, mungkin karena sedang menahan rasa mualnya yang tiba-tiba muncul dan dia juga tidak menolehkan wajahnya ke belakang, sehingga dirinya tidak tahu jika Brata dan Arya berjalan di belakangnya walau Brata tetap menjaga jarak. Sebelum Fira meninggalkan mall, dia terlebih dahulu mampir ke supermarket yang ada di dalam mall, dan Brata tetap mengikutinya, Arya semakin heran. “Ini maksudnya si bos lagi ngikutin wanita itu? aduh siapa ya namanya kok aku mendadak lupa ya, hanya ingat wajahnya saja,” batin Arya menebak tingkah bosnya, tapi memang kenyataannya Brata mengikuti Fira tanpa saling menyapa. Setibanya di dalam supermarket, Fira mengambil keranjang belanjaan dan bergegas ke lorong buah segar, diambillah beberapa buah nanas dan meminta petugas bagian fresh untuk mengupasnya di sana, Brata agak memicingkan netranya saat melihat Fira mengambil tiga buah nanas yang masih terlihat muda. Lantas, dia pun mendekati Fira yang berdiri dekat meja potong buah tersebut, lalu mengambil salah satu buah nanas yang ditaruh Fira di atas meja tersebut. Terbelalaklah Fira saat melihat Brata kini ada di sampingnya sembari mengangkat buah nanas pilihannya, pikirnya pria itu masih ada di coffe shop atau pergi entah kemana. “Nanas muda, pasti rasanya sangat asam ya,” ucap Brata sembari melirik Fira, sepertinya Brata belum tahu manfaat lain dari nanas muda. Fira memalingkan wajahnya dan kembali menatap staf bagian fresh. “Mas nanti buahnya saya ambil, saya mau pilih barang yang lain dulu,” ucap Fira sopan. “Oh, iya Mbak,” jawab staf bagian fresh, mengangguk paham. Lalu Fira memutar balik badannya, tak peduli dengan tatapan Brata, lagi pula tidak ada urusan di antara mereka berdua. Tapi hal itu membuat Brata murka, dianggap bagaikan angin lalu angin oleh Fira. Brata mendesis, buah nanas yang dia pegang diletakkannya kembali, lalu langkah kakinya menyusul langkah kaki Fira, entah maksudnya apa pria itu mengikuti Fira. Sementara Arya yang terlupakan terpaksa ikutan menyusul tapi memberikan jarak, padahal ada rasa ingin tahu kenapa Brata mengikuti wanita itu. Ups, dilarang bertanya! Wanita itu memilih ke jejeran lemari stokist minuman dingin untuk mengambil beberapa minuman dingin berupa jus dan beberapa kotak su su coklat kesukaannya, tangan Brata pun terulur mengambil botol minuman berisikan orange juice saat tangan Fira kembali masuk ke dalam stokist, dan wanita muda itu hanya bisa menghela nafas berat saat mengetahuinya. “Sepertinya pria yang menjadikan kamu simpanannya memberikan uang yang begitu banyak ya buat kamu. Bisa duduk santai di coffe shop, dan sekarang berbelanja. Beda dengan waktu dulu ya, sungguh miskin datang dari kampung, dan akhirnya menggodaku, menjebakku untuk menikah denganku!” sindir Brata ketika mereka saling bersitatap, lalu tangan dia membuka tutup botol minuman yang diambilnya kemudian meneguknya hingga tandas. Haruskah Fira menjawab sindiran Brata? membela harga dirinya yang kembali diinjak-injak oleh Brata. Untuk kali ini tidak Fira lakukan, yang dia lakukan hanyalah menyeringai tipis dalam tatapan tajamnya, lalu kembali melangkahkan kakinya melewati Brata begitu saja. Botol minum yang ada digenggam tangannya ingin sekali pria itu melemparkannya ke sembarang tempat usai diabaikan oleh Fira, kesal! “Sabar Fira, setelah ini kamu tidak akan pernah bertemunya kembali. Kamu akan capek sendiri jika meladeni pria be-jat tersebut!” batin Fira berusaha menekan gejolak emosinya. Di saat itulah Fira berpapasan dengan Arya, asisten pribadi Brata yang sempat dia kenal, asisten yang sangat baik hati pada saat itu. Dengan canggungnya Arya tersenyum saat mereka berpapasan, apalagi Arya bisa melihat jelas kecantikan Fira secara dekat dan jujur bikin Arya terpesona. Tanpa saling menyapa, Fira melanjutkan langkah kakinya dan netra Arya jadi ikut memutar menatap Fira yang aduhai. “Apa yang kamu lihat, Arya!” tegur Brata tak suka. Arya langsung memutuskan pandangannya, lalu kembali memandang bosnya. “Anu Pak, cantik sekali ... saya masih gak percaya kalau dia—“ Arya tidak kembali melanjutkan ucapannya saat wajah Brata tampak garang. Brata menghembuskan nafas kasarnya, dan lagi-lagi mencari keberadaan Fira, tampaknya dia masih belum puas untuk menginjak harga diri wanita yang pernah mengandung anaknya tersebut. Andai Brata tahu jika wanita itu kini kembali mengandung anaknya. Fira kembali ke tempat buah untuk mengambil buah nanasnya, lalu lanjut bergerak ke tempat kasir untuk membayar belanjaannya, dan rupanya pria itu sudah berdiri di depannya saat akan mengantre di meja kasir. Wanita itu menatap jengah. Brata menaruh botol minumannya saat sudah sampai di meja kasir, kemudian mengeluarkan blackcard-nya. “Sekalian bayar belanjaan punya wanita itu,” pinta Brata dengan angkuhnya. Fira agak tercengang dengan perkataan Brata barusan, lalu menahan keranjang belanjaannya saat petugas kasir ingin mengeluarkan isi belanjaannya. “Mbak, saya bayar sendiri belanjaannya. Saya juga tidak kenal dengan Bapak ini yang tiba-tiba saja mau bayar belanjaan saya ini,” sambung Fira dengan raut wajahnya dibuat agak takut. Dan untungnya petugas kasirnya percaya dengan ucapan Fira, lantas dia menolak blackcard dari Brata. Sorot netra Brata semakin menajam pada Fira, dengan terpaksa dia mengambil blackcard miliknya dan mengeluarkan uang merah untuk membayar botol minumannya. “Kembaliannya kasih ke wanita itu!” perintah Brata pada petugas kasirnya. Petugas kasirnya lantas menatap Fira. “Buat Mbaknya saja, saya tidak butuh uang kembalian tersebut,” balas Fira tegas, tanpa menatap Brata yang masih berdiri di sampingnya tersebut. Petugas kasirnya hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal tersebut. “Jangan-jangan ini pasangan suami istri yang lagi bertengkar. Sejak tadi pria itu menatap ke wanita tersebut, kalau dilihat-lihat yang satu ganteng yang satu cantik banget. Fix ini mereka suami istri,” batin si kasir memiliki persepsi sendiri. “Terima kasih Mbak,” jawab si kasir, rezeki tidak boleh ditolak lumayan kembalian 85 ribu itu jumlah uang yang lumayan besar, bisa buat beli makan siang. “Sombong sekali dia tidak mau terima uang recehan, oh iya dia'kan terima uangnya jutaan,” celetuk Brata pelan, namun terdengar di telinga Fira. “Terserah mau ngomong apa pun, aku tidak peduli!” batin Fira dibalik kesibukannya dengan barang belanjaannya. Usai membayar belanjaan, Fira bergegas mendekati salah satu security mall, dirinya merasa sudah jengah diikuti oleh Brata yang tidak jelas apa maksudnya. Brata menghentikan langkah kakinya dan sedikit memicingkan netranya saat Fira berbicara pada salah satu security, lalu tak lama datang lagi security yang lain menghampiri Fira. “Buat apa dia ngobrol sama security itu?” Brata bertanya sendiri. “Mungkin wanita itu butuh bantuan, Pak Brata,” timpal Arya. Langsung saja Brata menolehkan wajahnya ke samping. “Saya tidak bertanya sama kamu!” sentak Brata Salah lagi Arya, sore ini apa saja yang diucapkan oleh pria berkulit kuning langsat tersebut selalu saja salah di mata bosnya. “Saya hanya menduga saja kok Pak Brata.” “Hmmm,” gumam Brata kesal. Selang beberapa menit kemudian sepertinya Fira sudah selesai berbicara dan terlihat wanita itu kembali melangkah tapi ditemani oleh pria berseragam safari berwarna navy. Dan Brata kembali melanjutkan langkah kakinya, tapi sayangnya dirinya tiba-tiba saja dihampiri oleh security yang sempat diajak bicara oleh Fira. “Selamat sore Pak, mohon maaf demi kenyamanan pengunjung mall sebaiknya hentikan menguntit wanita tersebut, jika tidak maka saya tidak segan-segan melaporkan Anda ke pihak berwajib,” tegur security mall tersebut. “Shiitt!!” umpat Brata, rupanya wanita itu cerdas untuk menghentikan langkah kakinya yang sejak tadi mengikutinya. Brata kehilangan jejak wanita itu! Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN