Entah kenapa Brata mengikuti Fira yang saat ini wanita muda itu menuju parkiran mobil, langkah kaki pria itu semakin cepat agar tidak sampai kehilangan jejak Fira. Hingga suara alarm mobil pun berbunyi dari kunci mobil yang dipencet oleh Fira.
Fira yang dulu dengan Fira yang sekarang sangatlah jauh berbeda, jika dia dulu seorang pelayan di mansion Brata, kini dia telah menjadi wanita karir yang memiliki kedudukan di tempat kerjanya, hingga dia memiliki mobil pribadi dari bonus hasil kerja kerasnya.
Wanita itu lantas menarik handel pintu mobilnya, namun tiba-tiba ada tangan besar yang menahan pintu mobilnya, seketika itu juga Fira menolehkan wajahnya ke belakang bahunya, terkesiaplah Fira melihat sosok yang berdiri di belakangnya.
Dengan netranya yang sembab Fira memutar malas bola matanya dan kembali menarik handel pintu mobil yang masih ditahan oleh Brata.
“Sepertinya sudah ada pria kaya yang berhasil kamu jerat, hingga membuat penampilan kamu jauh berubah, tidak seperti dulu yang sangat kampungan,” sindir Brata tajam saat melihat Fira yang kini ingin masuk ke dalam mobil.
Haruskah Fira menjawab sindiran dan menjelaskan keadaannya sekarang? Oh, tentu tidak, itu hanya menghabiskan waktunya saja, bukankah enam tahun yang lalu mereka sempat berucap jika kembali bertemu anggap saja tidak pernah saling kenal.
Fira tidak memedulikan Brata, dia memutar balik badannya lalu tangannya kembali memegang handel pintu mobilnya, akan tetapi saat pintu mobilnya terbuka Brata menutupnya dengan kencang hingga tubuh Fira berjengit.
“Nadira,” panggil Brata. Ya, sejak dulu Brata memanggil nama wanita muda itu adalah Nadira bukan Fira sesuai dengan perkenalan diri Fira pertama kalinya, sekarang panggilan Nadira sudah berubah menjadi Fira, dan rupanya pria yang telah merenggut mahkotanya masih teringat akan nama panggilannya dulu kala.
Fira menghela napas panjangnya, lalu bergerak perlahan-lahan memutar balik badannya.
“Saya biasa dipanggil Fira bukan Nadira dan ada apa ya Pak? bukankah urusan rumah sakit sudah selesai. Istri Bapak sudah membayar kerugian kepada saya. Dan tenang saja kejadian kecerobohan rumah sakit ini tidak akan saya ceritakan kepada siapa pun, saya akan menjaga rahasia ini baik-baik. Kalau begitu saya permisi, saya masih ada urusan yang lain,” jawab Fira berusaha tenang, dan dia memaksakan dirinya untuk tersenyum pada Brata.
Ketika Fira berbicara, justru kini Brata yang terdiam melihat gaya bicara Fira yang begitu tenang dan tidak menggebu-gebu, serta dia merasa dirinya asing bagi Fira.
“Apa kamu tidak mengenalku, Nadira?” Tiba-tiba Brata bertanya seperti itu.
Fira mengernyitkan keningnya dan menatap heran. “Maksudnya bagaimana ya Pak? bukankah kita baru bertemu barusan. Memangnya sebelumnya kita pernah bertemu? Tapi kok saya merasa belum pernah bertemu, sepertinya Bapak salah orang, yang namanya Nadira itu banyak. Dan seperti saat ini gara-gara memiliki nama yang sama, saya malah di inseminasi, lumayan bikin saya syok sekali dan untungnya inseminasinya gagal pembuahan. Saya sangat bersyukur,” tutur Fira sembari menahan gejolak rasa sakit yang begitu menyayat hatinya.
Brata menatap lekat wajah Fira, dan berusaha mencari kebohongan dari wajah berparas cantik jelita itu. Tergelitiklah hati Brata, kenapa dulu dia tidak memperhatikan paras wanita yang dulu dinikahinya. Dan lihatlah wajah yang dulu sangat lugu berubah menjadi dewasa, Fira yang tidak terlalu ber-make up tebal akan tetapi kecantikannya sangat terpancar. Rambut panjang dengan sedikit curly di bagian bawah tergerai sangat indah, dan dilihatlah tubuhnya semakin ke bawah sangat menggoda hasrat pria mana pun, padahal wanita itu dulu pernah mengandung anaknya.
“Benarkah kamu tidak mengingatku, Nadira?” Brata kembali bertanya dengan tatapan menyelidiknya dan merasa ragu atas jawaban Fira barusan.
Fira berusaha masih tersenyum pada pria tersebut. “Mau berkata jujur atau berbohong, apakah ada keuntungannya buat Bapak? Kayaknya tidak ada untungnya. Jadi cukup sampai di sini Pak, saya permisi,” pamit Fira sembari tangan kanannya bergerak membuka pintu mobilnya dan bergegas masuk ke dalam.
Tampaknya Brata masih belum puas atas jawaban dari wanita itu, tangannya menahan pintu mobil Fira agar tidak tertutup, geram sudah Fira meladeni pria yang pernah menikahinya itu.
“Sepertinya kamu pura-pura tidak mengenali aku’kan, Nadira! Aku salut kamu sudah banyak berubah dari seorang pelayan mansion sekarang menjadi wanita yang bergaya sok kaya! Pria yang kamu jerat itu pasti sudah kamu poroti hartanya ya, dan mau saja dia menerima wanita bekas aku!” sindir Brata begitu pedas.
Dengan geramnya, Fira mendongakkan wajahnya dan menatap tajam pada Brata. “Dan aku juga sangat berterima kasih ternyata Tuan Brata tidak melupakan aku, padahal sudah memiliki istri lagi. Apakah selama ini Tuan Brata teringat akan diriku!” jawab Fira dengan lantangnya, lalu menarik paksa pintu mobilnya untuk dia tutup saat Brata terdiam dan Fira langsung menyalakan mesin mobilnya, tanpa basa basi mobil itu melaju meninggalkan parkiran.
“Shitt!” teriak Brata sembari menendangkan kakinya ke udara, benar dugaannya jika Fira adalah wanita pertama yang dia nikahi karena kesalahan dirinya.
“Argh! Kenapa bertemu lagi dengan pria berengsek itu!” pekik Fira sembari memukul setir kemudi mobilnya, meluapkan emosinya yang sejak tadi dia tahan.
Brata kembali masuk ke rumah sakit dan bergegas ke ruang praktik Dokter Hilda dengan guratan wajahnya yang masih emosi. Bianca agak heran melihat wajah suaminya tersebut.
“Urusannya sudah selesai, Bianca? Aku harus kembali ke kantor,” tanya Brata dingin.
“Tinggal menunggu Sayang aja, untuk urusan menampung benih Mas Brata,” jawab Bianca.
Brata menatap Dokter Hilda. “Masih bisa ditunda'kan Dokter? Saya tidak bisa melakukannya hari ini.” Brata bertanya dengan mood yang sudah memburuk.
“Bisa ditunda Pak Brata, jika memang hari ini tidak bisa. Sesiapnya Pak Brata saja,” jawab Dokter Hilda.
Pria itu mengangguk pelan. “Dan satu lagi, wanita tadi benar inseminasinya gagal dalam pembuahannya? Karena saya tidak mau wanita sembarangan mengandung anak saya?” tanya Brata dengan wajah tegasnya.
“Eh ... iya Pak Brata, hasil ceknya tadi gagal dalam pembuahan di rahim Mbak Fira-nya untuk saat ini." Terpaksa Dokter Hilda berkata dusta.
Apakah sekarang Brata tenang dan lega setelah mendengarnya kembali, atau kecewa wanita itu tidak mengandung anaknya? Entahlah yang jelas wajah tampan Brata terlihat tidak enak untuk dipandang.
“Ayo Bianca, aku harus ke kantor,” ajak Brata agak memaksa, dan mau tidak mau wanita itu menuruti perintah suaminya, dan berpamitan pada Dokter Hilda. Selepas Brata dan Bianca pergi, Dokter Hilda bergegas ke ruang UGD untuk menemui wanita muda itu, tapi sayangnya Fira sudah pergi.
“Suster Nurul nanti kamu coba hubungi Mbak Fira lagi, urusan kita belum selesai dengannya, dan masalah kehamilan ini sungguh membuat saya bingung,” keluh Dokter Hilda.
“Dokter, apakah mungkin Mbak Fira mau menggugurkan kandungannya?” tanya Suster Nurul.
Dugaan Suster Nurul juga sudah terlintas di pikiran Dokter Hilda.
“Hal ini pasti sangat berat buat Mbak Fira, tapi calon anak itu tidak bersalah.”
Bersambung ...