07

1119 Kata
TITIK TEMU [07] Hidup seperti Shena _____________________________ Pagi ini, Shena keluar dari kamar lebih awal. Cewek itu menatap ke arah meja makan di mana kedua orang tuanya sedang sarapan. Sang Bunda mendekat, mengajak Shena untuk ikut serta dalam sarapan. Tapi cewek itu menolak dengan menatap tajam ke arah Bundanya sambil melepaskan rangkulan perempuan berwajah kalem itu. Papinya hanya menggeleng, meminta sang Bunda untuk tidak mengurusi Shena. Toh, kalau pun lapar, Shena bisa meminta siapapun membawakan makanan ke kamarnya, seperti biasa. Di belakang cewek itu ada Simon yang membawakan sebuah kardus kecil. Laki-laki dengan jas hitam itu tampak menunduk, memberikan hormat kepada Tuan dan Nyonyanya. Setelah itu, dia berjalan dengan terburu-buru sebelum Shena mulai membentak-bentaknya seperti biasa. Mungkin, orang lain akan merasa terhina dan marah dengan semua perlakuan Shena. Tetapi untuk seorang Simon, itu sudah lumrah. Sebagai pengawal Nona Shena, Simon seperti sudah khatam tentang perangai sang tuan putri. Setelah sampai di gazebo yang ada di dekat kolam renang, Shena berhenti. Cewek itu melipat tangannya di d**a dan memberikan instruksi dengan dagunya—meminta Simon untuk meletakkan kardus itu di atas meja yang berada di dalam gazebo. "Udah! Gue mau sendiri," ucapnya memerintah. Simon masih berdiri di sana, tidak berniat untuk meninggalkan Shena sebentar saja. Dia hanya takut jika Shena akan hilang dari pandangan matanya, seperti sebelumnya. Ingat, Shena suka sekali kabur-kaburan. "Sana!" Teriak Shena sebal. "Maaf Nona, saya tidak ingin kecolongan seperti biasanya." Jawab Simon terus-terang. Shena melipat tangannya di d**a dengan wajah kesal, "gue ada di dalam rumah. Enggak bakalan pergi kemana-mana." "Tapi sebelumnya juga begitu, Nona. Anda bisa pergi kemanapun jika saya tidak mengawasi, Nona." Ucap Simon kemudian. Shena geram sekali, "terserah Lo!" Cewek itu tidak peduli lagi, dia memilih untuk membuka kardus dengan aroma yang disukainya—aroma buku-buku baru. Kemarin, Shena menyempatkan diri untuk datang ke toko buku, membeli beberapa novel yang diinginkannya sejak lama. Ada sekitar sepuluh novel yang berada di dalam kardus. Shena mengambil salah satu novel yang paling ingin dibacanya. Salah satu novel yang bergenre romance dengan sampul dua anak remaja yang saling duduk bersama di ayunan. "Cinta?" Lirih Shena dengan wajah muram. "Lo, pernah jatuh cinta enggak?" Tanya Shena kepada Simon akhirnya. Simon yang ditanya pun hanya bisa diam. Bingung akan menjawab apa dan bagaimana. "Ditanya malah diam. Giliran enggak ditanya ngomong terus." Ketus Shena sebal. Simon akhirnya mengangguk, "saya pernah jatuh cinta. Siapa manusia yang tidak pernah jatuh cinta? Jika ada yang bilang belum pernah jatuh cinta, saya akan bilang jika orang itu terlalu munafik." Shena menatap Simon sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Untuk kali ini, Shena setuju dengan apa yang Simon katakan tentang cinta. Hanya manusia munafik yang mengatakan dirinya tidak pernah jatuh cinta. Shena menutup novelnya dan mulai beranjak dari duduknya. Cewek itu menatap Simon dan menunjuk ke arah novel-novelnya yang masih berantakan di atas meja. Meminta Simon untuk membersihkannya dan membawakannya ke kamarnya. Benar, Simon sudah seperti pembantu yang selalu Shena minta ini dan itu. Terkadang Simon akan mengatakan kata terima kasih atau tolong untuk mengajari Shena dalam bersikap. Sayangnya, cewek itu seperti tidak punya kepekaan sama sekali. Setiap kali melewati orang-orang di rumah, mereka menunduk ketika Shena berjalan di depan mereka. Cewek itu tetap acuh dan memilih untuk menaiki satu-persatu anak tangga rumahnya untuk sampai ke kamarnya. Simon menyusul sambil membawakan kardus dan dia letakkan di dekat rak-rak berisi novel lama milik Shena. "Saya letakkan di sini, Nona. Apa lagi yang bisa saya bantu?" Tanya Simon kepada Shena. Cewek itu menggeleng, "hari ini gue mau pergi ke salon. Jadi, habis ini Lo anterin gue ke salon langganan gue itu." "Siap, Nona!" Ucap Simon lalu pamit untuk keluar dari kamar Shena. Sebelum berangkat ke salon, Shena berganti pakaian dan mengambil beberapa potong cokelat dari dalam toples lalu memakannya. Hari ini, dia harus memanjakan diri dengan perawatan mewah. Apalagi, banyak sekali masalah akhir-akhir ini yang membuat kulit wajah Shena sedang tidak sehat. Cewek itu begitu sangat memperhatikan penampilan. Mungkin karena dia seorang beauty vlogger yang harus tampil maksimal di kamera. "Shen, mau kemana?" Tanya Bunda kepadanya. Shena menatap sang Bunda dengan tatapan malas, "terserah aku lah mau kemana!" "Nona, mobil sudah siap!" Ucap Simon yang mendekat ke arah Shena. Shena memilih untuk mendahului Simon, sedangkan laki-laki itu masih berdiri di dekat Bunda Shena dengan tatapan tidak enak. "Nona Shena akan pergi ke salon, Nyonya." Ucap Simon kemudian. Perempuan itu mengangguk kecil lalu tersenyum, "baiklah! Tolong jaga Shena, ya." Simon mengangguk dua kali, "pasti, Nyonya!" Sedangkan di dalam mobil, Shena sudah berteriak-teriak meminta agar Simon cepat mengantarnya. Kali ini hanya ada Simon yang bisa Shena suruh-suruh. Pasalnya Falah sedang mengambil cuti semenjak tanggal 1 kemarin. Istrinya baru melahirkan dan artinya, hanya tinggal Simon yang bisa mengantarkannya kemana-mana. Toh, menurut Shena, Simon masih single. Jadi bisa disuruh-suruh seenaknya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, Shena beberapa kali mengomel karena Bundanya terus mengiriminya pesan. Mengatakan rentetan kata hati-hati. Memangnya dia mau pergi kemana? Hanya ke salon pun. Lalu tidak lama kemudian, mereka melewati sebuah cafe yang lumayan sepi. "Kalau si cowok itu enggak belagu, pasti enggak akan tuh kejadiaannya kaya gini. Udah gue bilang, semua bisa diatur! Ngeyel sih! Beraninya ngelawan gue," dumel Shena kesal. Simon bereaksi dengan ucapan Shena baru saja, "memangnya Nona tidak kasihan dengan pemilik cafe? Siapa tahu kalian hanya salah paham lho. Belum saling mengenal dengan baik, bisa jadi. Siapa tahu kalau sudah akrab, beda pendapat." "Apaan sih Lo! Gue enggak butuh pendapat Lo!" Ketus Shena kesal. Simon diam-diam tersenyum melihat wajah kesal Shena. Laki-laki itu hanya menggelengkan kepalanya pelan dan kembali fokus menyetir. Sepanjang perjalanan, Shena hanya melihat akun Layarkaca miliknya. Memantau berapa jumlah bintang dan juga komentar. Shena baru saja membuat sebuah postingan tentang make up dan juga fotonya tanpa menggunakan make up. Itu saja sudah membuat cewek itu banyak mendapatkan pujian. "Cih, cari muka!" Malas Shena saat ada beberapa orang yang mulai mengirim pesan padanya dengan kata-kata manis. Memberikannya pujian tentang kecantikannya tanpa menggunakan make up sekalipun. "Sudah sampai, Nona." Ucap Simon ketika mobil mereka sudah masuk ke parkiran sebuah salon langganan Shena. Cewek itu keluar dari mobil dan masuk ke dalam. Semua orang yang mengenalnya tersenyum dan mulai mendekatinya untuk mengantarkan ke ruangan. Beberapa orang yang baru mengantri hanya bisa diam dengan wajah kesal. Apalagi saat beberapa pegawai di sana mengatakan jika Shena adalah tamu VVIP yang sudah membuat janji sebelumnya. "Apa minuman yang Anda inginkan, Nona Shena?" Tanya seorang staff dengan menggunakan seragam yang berbeda dengan pegawai di depan. Shena berpikir sejenak, "teh hijau yang diseduh. Seperti biasanya." "Baik Nona, saya akan menyediakan minuman tersebut dalam beberapa menit." Ucapnya lalu pergi. Shena memandang ruangan besar ini, dia bisa mendapatkan fasilitas seperti ini karena Papinya. Semua keinginan pun tinggal sebut saja. Hidup seperti Shena seru juga 'kan, ya? •••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN