08

1100 Kata
TITIK TEMU [08] Awan gajah di angkasa _____________________________ Hujan kembali turun membasahi bumi. Shena melepaskan jaketnya ketika sampai di sebuah gubuk kayu yang sudah lama tidak ditinggali. Di dalamnya kosong melompong. Tidak ada satupun perabotan yang tersisa sama sekali. Shena berteduh di sana, sendirian. Lagi-lagi dia kabur dari pengawasan Simon ketika mereka pergi ke salah satu mall. Laki-laki itu bahkan sudah meneleponnya berpuluh-puluh kali, tetapi tidak Shena angkat. Cewek itu hanya memberikan pesan, jangan mencari dirinya. Shena ingin sendirian dan tempat ini selalu menjadi tempat yang nyaman untuk sendiri. Setelah hujan mulai mereda, namun masih meninggalkan titik-titik air. Shena membentangkan sebuah payung warna merah maroon miliknya. Payung yang apabila terkena tetesan air akan membentuk motif bunga. Mungkin itulah alasan Shena menyukai payungnya. Payung milik seseorang yang sudah tidak berada di sini. Seseorang yang telah melukainya sampai sedalam ini. Cewek itu berjalan menuju ke sebuah danau yang katanya angker. Pernah ada yang tenggelam waktu itu. Tapi Shena tetap nekat kesana tanpa rasa takut sama sekali. Dulu, dia sering datang kesini. Bermain, bercanda, menikmati bekal makanan, dan terkadang menatap awan berbentuk gajah di angkasa. Dulu, semuanya baik-baik saja. Sebelum hari itu, di mana seseorang mengubahnya menjadi Shena yang sekarang. Shena yang mempunyai emosi luar biasa. Ego yang sangat tinggi dan kelakuan yang kurang ajar. Shena menepi di sebuah gazebo yang cukup reyot. Tidak peduli dengan kotornya tempat itu, dia tetap duduk sambil memandangi air di danau yang tidak tenang. Matanya seakan fokus pada titik-titik air yang terus mengenai kolam itu. Membuat suatu percikan dengan suara yang lumayan menenangkan. Tidak lama kemudian, Shena mendengarkan suara langkah kaki seseorang. Cewek itu sontak langsung menoleh, rasa kaget menyelimuti hatinya. Shena pikir, itu Simon. Ternyata bukan! Mereka saling bertatapan sejenak, degub jantung Shena berdetak cepat. Apa yang cowok itu lakukan di sini? Semua pikiran buruk menyelimuti hatinya. Apakah cowok itu mulai mengikutinya tadi? Tetapi mengapa Shena tidak merasa. Bulu kuduknya meremang. Shena mulai beranjak dari duduknya, sedikit menjauh dari gazebo ketika cowok itu mulai berjalan pelan ke arahnya. Tidak, lebih tepatnya ke arah danau. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Shena ataupun cowok itu. Mereka sama-sama diam. Shena bisa melihat jika cowok itu menunduk ke tepi danau. Menabur bunga di sana. Membuat pikiran Shena sedikit kacau. Sebelum cowok itu bangun dari jongkoknya. Shena sudah bersiap untuk pergi. Shena pikir, cowok itu cukup mistis. "Hei," panggilnya yang membuat Shena sontak berhenti. "Jangan pernah kesini sendirian. Terlalu berbahaya!" Ucap cowok itu lagi. Shena yang mulai ketakutan pun buru-buru berlari dari sana. Baru kali ini dia merasakan aura mistis dari tempat ini. Apakah tempat itu digunakan untuk pesugihan sekarang? Mengapa cowok itu menabur bunga di sana? Semua pikiran buruk berkumpul menjadi satu. Sampai-sampai Shena menghubungi Simon untuk datang menjemputnya. Tidak biasa! Hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja, Simon sudah sampai di depan sebuah minimarket di mana Shena memintanya untuk datang menjemput. Cewek itu masuk ke dalam mobil sambil membawa beberapa makanan yang dibelinya selama menunggu tadi. Kali ini, Shena tidak banyak bicara. Lebih banyak diam karena merasa penasaran dengan apa yang dilakukan cowok itu tadi. "Apa ada masalah yang serius, Nona? Mengapa Nona terlihat panik sekali? Apa semua baik-baik saja?" Tanya Simon memastikan. Shena hanya mengangguk, "Lo ingat ini! Gue enggak akan datang kesini lagi!" "Bagus itu, Nona!" Jawab Simon akhirnya. "Kok bagus?" Tanya  Shena. Simon sedikit tertawa, "iya. Jadi saya tidak perlu mencari-cari Nona lagi." Shena merengut kesal, namun dia memilih diam. Selama perjalanan pulang, Shena penasaran dengan cowok yang dia temui tadi. Apa yang dilakukannya di sana? Menabur bunga pula. Shena langsung pergi karena merasa takut. Padahal 'kan dia bisa bertanya terlebih dulu. Tetapi, sayangnya, dia tidak punya suatu keberanian. Sebuah notifikasi kembali masuk ke ponselnya. Ada beberapa pesan dari seseorang yang selama ini selalu mengirimkan pesan seperti ini—pesan yang sama setiap hari. Entah siapa pengirimnya dan apakah tujuannya, Shena tidak tahu. Cewek itu menggigit bibir bawahnya, apa maksud pesan-pesan ini? Wajahnya mulai memucat, namun dia mencoba untuk terlihat tenang. Bukankah dia akan aman ketika bersama dengan Simon? Bukankah tidak ada yang berani kepada Papinya? Iya, seharusnya Shena tenang. ------------------------ 087838xxxxxx ------------------------- * Apa kamu mulai ketakutan, Nona manja? * Kamu tahu, aku mempunyai banyak sekali bukti tentang kejahatanmu. Apa kamu ingin melihatnya? * Kamu benar-benar menyebalkan. Tingkahmu sangat keterlaluan. Memangnya kau siapa? * Wajahmu hanya cantik saja. Tetapi hatimu busuk sekali. * Aku tidak akan membiarkan orang sepertimu hidup dengan tenang. -------------- Shena menutup aplikasi pesannya. Wajahnya masih menunjukkan rasa khawatir yang berlebihan. Mengapa orang ini bisa tahu semuanya? Shena mulai berpikir, mencari-cari nama orang yang berkemungkinan untuk menyebarkan sesuatu tentangnya. Cewek itu berpikir keras, namun tidak tahu harus melakukan apa. "Gue ingin ke suatu tempat," ucap Shena kepada Simon yang sedang fokus mengemudi. Simon melirik Shena dari cermin yang berada di dalam mobil, "ingin pergi kemana, Nona? Saya tidak bisa mengantarkan Nona ke beberapa tempat yang sudah Tuan larang. Seperti sekolah lama Nona, bertemu dengan orang-orang yang Tuan larang. Saya harap Nona mau mengerti. Untuk itu, saya tidak bisa menuruti kemauan Nona. Jika suatu saat Nona kabur kesana pun, saya akan langsung memberi tahu Tuan dan Nyonya." "Lo ngancam gue?" Kesal Shena dengan nada marah. Simon menggeleng pelan, "ini bukan mengancam, Nona. Semua ini adalah demi ketentraman Nona Shena sendiri. Sesekali, pikirkanlah perasaan orang lain, Nona." "Enggak usah sok ceramahin gue!" Ketus Shena kemudian. Simon tersenyum, "apa Nona ingin saya antarkan ke restoran favorit, Nona?" "Hm," ucap Shena akhirnya. Tidak lama kemudian, mereka sampai disalah satu restoran favorit Shena. Sebuah restoran seafood dengan gubuk-gubuk keluarga. Shena duduk sendirian di sebuah gubuk yang dekat dengan kolam. Sedangkan Simon baru memesankan makanan untuknya. Setelah itu Simon berdiri di depan gubuk, menunggui Shena. Tidak lama kemudian, makanan pun datang. "Lo mau makan bareng?" Tanya Shena untuk pertama kalinya kepada Simon. "Saya, Nona?" Ucap Simon menunjuk dirinya sendiri. Shena mengangguk pelan, "hari ini, gue enggak mau makan sendirian." Simon sedikit bingung, "apa Nona yakin ingin makan siang dengan saya? Apa Nona lupa siapa saya?" "Udahlah, gue bilang makan ya makan. Enggak usah cerewet deh!" Ucap Shena ketus. Simon mengangguk, mengambil duduk di depan Shena. Laki-laki itu menunggu Shena selesai mengambil makanannya. Setelah itu, barulah dirinya mengambil makan. Shena yang melihat Simon mengambil makanan hanya sedikit, langsung meletakkan potongan ikan gurame di piring Simon. "Gue minta Lo makan. Bukan cuma nyicip doang." Ucap Shena dengan wajah menyebalkan. Simon tersenyum, "baik! Terima kasih banyak, Nona." Shena tidak menjawab, cewek itu kembali melanjutkan acara makannya. Dia sudah lama sekali tidak makan bersama dengan seseorang. Shena seringkali makan di dalam kamar atau ke restoran sendirian. Shena menghela napas panjang, hidupnya cukup berantakan. •••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN