05

1207 Kata
TITIK TEMU [05] Kekacauan di pagi hari! ____________________________ Sinar matahari mulai masuk ke kamar Albi ketika Ibunya membuka tirai kamarnya lebar-lebar. Cowok itu menggeliat, matanya silau karena sinar itu tepat mengenai matanya. Beberapa saat kemudian, Albi melihat Ibunya sedang berdiri dengan wajah setengah kesal ke arahnya. Mungkin, anak-anak diluaran sana akan disambut dengan senyuman bahkan pelukan ketika bangun tidur, tetapi semua tidak berlaku untuknya. Ya, mungkin selama hidupnya. Baginya, mempunyai keluarga adalah suatu formalitas. Tanpa adanya orang tua, dirinya akan dikatakan anak tidak punya orang tua dan konotasi negatif lainnya, menyebalkan. Jika saja sebelum dilahirkan, Tuhan memberikan opsi tentang siapakah yang pantas menjadi orang tuanya. Dia tidak akan segan untuk memilih yang lainnya. "Bangun! Kamu masih harus belajar lagi, 'kan? Ibu sudah mendaftarkan kamu ke bimbel. Kamu bisa langsung berangkat nanti siang," ucap Ibunya memerintah. Seperti biasa. Albi tidak menjawab, cowok itu hanya membetulkan selimutnya yang sempat tersingkap dan memilih untuk kembali memejamkan mata. Sudah berapa lama tidak menikmati tidur dengan nyaman dan tenang seperti semalam? Ketika dirinya lelah dan akhirnya bisa tertidur tanpa harus menunggu pukul dua dini hari. Ya, Albi seringkali kesulitan tidur. Maka dari itu dia selalu pulang ke rumah diatas jam dua belas malam. Sehingga sampai rumah dia bisa langsung tidur. Meninggalkan semua bising yang mengganggunya seperti ini. Baik, Albi memang tidak sepantasnya menganggap Ibunya sendiri sebagai seorang pengganggu. Tetapi pada kenyataannya, Albi merasa jika dia hanyalah alat untuk menyenangkan Ibunya. Dia tidak pernah diberikan pilihan. Dia tidak pernah mendapat waktu untuk berpikir sendiri sebagai seorang remaja. Hidupnya tersetir dengan sendirinya, dan semua itu terjadi selama enam belas tahun. Apa itu lucu? "Albi!" Bentak sang Ibu dengan menarik selimut Albi. "Ibu sudah membayar uang bimbel kamu itu mahal. Jadi, pastikan kalau kamu berangkat kesana. Lagian, masih sok-sokan ngurusin cafe segala. Benerin dulu nilai mu tuh, baru sok jadi pengusaha." Gerutu Ibunya yang membuat kepala Albi penuh dengan luapan emosi. Namun tentu saja ditahannya. "ALBI!" Teriak Ibunya dengan nada tinggi. "Kamu kenapa sih enggak pernah dengerin Ibu? Ibu lakuin semua ini demi masa depan kamu," sambungnya. Albi menghela napasnya, "Bu, kapan sih Albi enggak dengerin, Ibu? Apa yang Ibu atur, Albi selalu ikutin. Terus dari sisi mananya Albi enggak dengerin Ibu? Dari sisi mananya?" "Kamu mau jadi anak durhaka, ha?" Marah Ibunya sambil menunjuk ke arah muka Albi yang sudah tampak memerah karena emosinya di pagi hari seperti memuncak hebat. Albi tersenyum kecut, "gini ya jadi anak, selalu salah di mata orang tua! Apapun pendapat anak, selalu aja salah!" Cowok itu berjalan mengambil jaket dan kunci motonya. Bergegas untuk meninggalkan kamarnya dengan keadaan yang sangat berantakan. Sedangkan Ibunya masih terus membuntutinya dari belakang dan terus mengomelinya tentang sopan santun. "Albi! Mau kemana kamu?" Tanya Ibunya gemas ketika melihat Albi keluar dari rumah. "Mau pergi! Rumah ini lama-lama kaya neraka." Ketusnya lalu naik ke atas motornya sebelum sebuah mobil masuk ke halaman rumahnya. Mobil warna hitam itu terparkir di halaman rumah mereka. Seorang perempuan yang mirip dengannya keluar dari mobil sambil menggendong bayi menatap bingung ke arah keduanya—Albi dan Ibunya. Tidak lama kemudian, laki-laki yang diketahui adalah suami dari perempuan itu pun sama bingungnya. "Ada apa lagi sih, Bi?" Tanya perempuan itu sambil mengelus pundak Albi. Albi menepis tangan perempuan itu dari pundaknya, "tanya aja sama diri Mbak sendiri!" Albi menstater motornya dan pergi begitu saja meninggalkan halaman rumahnya. Sungguh, sepagi ini dia sudah sekacau ini. Memangnya tidak ada pembahasan lain selain bimbel apa? Albi cukup lelah dengan semua bimbingan belajar yang dia ikuti. Memangnya dia robot, apabila diperintah akan menurut terus? Robot saja akan habis tenaganya jika terus diperintah. Lalu apa kabarnya dirinya yang terus-menerus mendapatkan tekanan. Suasana hatinya benar-benar buruk sekali. Setiap kali dia pulang ke rumah, yang terdengar hanyalah cuitan Ibunya yang membahas seputar belajar dan belajar. Tidak pernah sekalipun Ibunya bertanya tentang apa yang paling diinginkan olehnya. Tidak pernah pula Ibunya bertanya tentang kegiatannya selama ini. Dia sering iri dengan kehidupan teman yang lainnya. Seperti Rilo yang selalu diperhatikan Mamanya walaupun orang tua cowok itu bekerja semuanya. Atau orang tua Nandan yang selalu bertanya tentang sudah makankah Nandan. Tidak seperti dirinya, ditanya pun hanya masalah sudahkah dia belajar atau sudahkah dia berangkat bimbel. Menyebalkan. Motornya berhenti di depan cafe miliknya. Lalu Albi memilih masuk untuk meneruskan tidurnya atau mungkin beres-beres untuk segera buka kembali. Sebelumnya, Albi bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Untunglah Albi sudah menyiapkan peralatan mandinya dan beberapa baju ganti di sini. Tentu saja dia sudah memperhitungkan dengan baik, kalau-kalau hari ini akan terjadi. Ternyata benar, hari ini terjadi juga. Pertengkaran dengan Ibunya di pagi hari akan membuatnya memilih untuk keluar dari rumah. Setelah selesai mandi dan bersiap, Albi mengambil apron miliknya dan memasangnya di tubuhnya. Barulah dia mulai membersihkan seluruh sudut ruangan Rainbow cafe. Siapa tahu ada pelanggan yang datang pagi-pagi. Benar saja, baru setengah jalan ada sebuah mobil yang berhenti di depan cafe. Albi menatap ke arah pintu di mana seorang cewek cantik yang dikenalnya, mungkin. Sedang berjalan mendekatinya. "Maaf, apa payung saya tertinggal di sini?" Tanya cewek itu to the point. Albi menyadarkan dirinya dari lamunan dan mengangguk, "saya ambilkan sebentar!" Cewek itu mengangguk lalu mengikuti Albi ke arah counter. "Boleh saya pesan?" Tanya cewek itu yang membuat Albi mendongak sebentar. "Pesan apa?" "Americano, dua." Ucap cewek itu setelah melihat papan menu sekali lagi. "Hot," sambungnya. Albi hanya menganggukkan kepalanya. Dia meminta cewek itu untuk menunggu sambil duduk saja. Tetapi cewek itu menolak, dia sibuk menatap Albi ketika membuatkan minuman untuknya dan sesekali memotret dengan ponselnya yang mahal itu, maklum keluaran terbaru. Ponsel yang menurut Albi hanyalah khayalan semata untuk dimiliki. "Apa Anda akan me-review Rainbow cafe lagi?" Tanya Albi. Cewek itu mengangkat kedua bahunya, "tidak tahu nanti. Jika memang tidak ada yang di-post di Layarkaca, saya bisa memasang Rainbow cafe lagi." Albi tidak menjawab, dia sesegera mungkin menyelesaikan pesanan perempuan itu dan meletakkannya di depannya. "Ini minuman Anda, tidak perlu membayarnya. Anggap saja rasa terima kasih saya untuk postingan Anda di Layarkaca. Tapi sekali lagi saya tekankan kepada Anda. Lain kali Anda tidak perlu membuat postingan tentang Rainbow cafe jika memang tidak ingin. Apalagi semua itu demi konten!" Tandas Albi setengah kesal. Cewek itu mengerutkan keningnya bingung, "bukankah postingan itu berdampak baik untuk cafe ini? Seharusnya Anda berterima kasih kepada saya. Jika bukan karena kekuatan followers saya, cafe Anda akan selamanya sepi. Berterima kasihlah sedikit saja." "Anda juga, menghormatilah orang lain sedikit saja!" Tajam Albi dengan wajah kesal. Cewek itu mengepalkan tangannya kuat-kuat, "berikan payung saya! Awas saja, saya bisa memposting keburukan pelayanan di cafe ini." Albi meletakkan payung itu di atas meja counter dengan sebal, "baiklah! Dan saya akan memberi tahu semua orang jika idola mereka ini tidak punya tata krama, bermuka dua, menyebalkan, tidak tahu malu, apalagi? Sampai saya bingung ingin mengatai apa lagi." "HEH! Cowok mulutnya dijaga ya! Gue enggak akan segan-segan bikin cafe Lo bangkrut!" Kesal cewek itu yang mengganti sapaan mereka karena kesal. Albi menatap tajam ke arah cewek itu, "apa? Lakuin yang Lo mau, dasar anak manja. Mentang-mentang kaya Lo bisa melakukan apa yang Lo mau?" Cewek itu menarik payungnya dari meja counter dan keluar begitu saja tanpa membawa dua cup minuman yang sudah hampir dingin itu. "Sialan!" Umpat Albi menatap kepergian cewek itu. •••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN