Mina adalah idol pendatang baru yang sengaja dipasangkan dengan Jung Man untuk menjadi bintang tamu. Jangan tanya bagaimana penampilannya. Artis cantik itu begitu sempurna dengan highless juga baju lengan pendek ala boneka.
Sekilas bagi orang lain itu luar biasa, tapi bagi Kanaya, alih-alih modis, tema reality show benar-benar tidak cocok dengan gaya Mina. Boleh dibilang itu salah kostum. Entah stylish macam apa yang mendandani dia. Tapi artisnya sendiri kadang tidak bisa diarahkan. Mungkin gadis itu termasuk tipe pembangkang.
“Ada apa kemari? Tempatmu di sebelah.” Itulah yang terlontar dari mulut Jung Man saat melihat Mina menhampirinya kala istirahat
Kanaya belum selesai memilih baju dan menyisir ulang rambut Jung Man. Jadi meski ada Mina, ia memilih tidak peduli. Bisa kena marah manager kalau pekerjaannya tidak diselesaikan tepat waktu.
“Singkirkan itu, aku tidak suka yang merah. Beri hijau tua atau sesuatu agar terlihat sejuk.” Jung Man mengibaskan tangannya ke arah troli baju.
Kanaya menurut, mengambil setelan yang dimaksud lalu meletakkannya ke dekat meja.
“Aku hanya ingin menyapamu,” sela Mina kemudian. Ia berulang kali melirik ke arah Kanaya seperti mengusir lewat bahasa isyarat. Tapi lagi-lagi hal itu diabaikan. Lokasi syuting bukan tempat pribadi yang bisa seenaknya mengusir orang lain.
“Sudah, kan? Aku mau ganti baju. Tunggu saja di lokasi.” Jung Man berdiri, bersiap menuju sekat penghalang untuk ganti.
Di saat seperti itu, Kanaya harus tahu diri.
“Ah, biar saja saya yang keluar. Masih ada setengah jam sebelum waktu syuting. Kalian bisa mengobrol sementara waktu,” kata Kanaya tak enak.
Staf lain juga sudah pergi untuk menata perlengkapan di mobil juga lokasi syuting.
“Eh, yang benar saja! Bantu aku pasang mic di pinggang bagian belakang.” Jung Man tiba-tiba berseru kesal. Memberi isyarat agar Kanaya cepat mendekat padanya.
Wajah Mina yang awalnya senang, berubah masam. Gadis itu kemudian memilih pergi, ketimbang harus ditolak berkali-kali. Pasti harga dirinya terluka lantaran diperlakukan begitu dingin. Toh ia juga tahu benar bagaimana sikap asli Jung Man. Pria itu hanya manis di depan kamera. Mana pernah ia menunjukkan persahabatan di dunia nyata?
Ah lagi-lagi, batin Kanaya merasa dimanfaatkan.
“Jangan kencang-kencang. Terakhir, ikatannya membuat kulitku tidak nyaman,” keluh Jung Man tanpa ragu membuka kausnya tepat ketika Kanaya membungkuk, mengaitkan mic.
Pasti dia sengaja, pikir Kanaya buru-buru mengangsurkan baju. Otot perut Jung Man seolah memanggil matanya agar mengintip sedikit.
“Kenapa? Mau lihat yang lain juga?” sindir Jung Man tertawa kecil. Tuh kan, sengaja. Mentang-mentang punya tubuh bagus, ia jadi narsis.
Kanaya tidak menyahut, ia memilih meredam emosinya dengan cepat-cepat menyingkir dari sana. Ciuman sialan itu awal dari semua penderitaan ini. Gara-gara bibir, ia dijadikan bulan-bulanan.
Sekarang, bagaimana cara mengakhirinya?
“Sebenarnya tampilan luar itu tidak lebih penting dari isi celana,” gumam Kanaya kelepasan. Ia bahkan sempat memberikan senyum penuh ejekan, seakan menertawai omongannya sendiri.
Tapi begitu Kanaya selesai bicara, penyesalan langsung datang. Rasa percaya dirinya lenyap begitu melihat wajah Jung Man yang berubah masam sekali.
Isi celana dia bilang? Apa itu artinya dia sedang menantangku?
----
Namshil menghampiri Kanaya yang tengah mengawasi berjalanannya proses syuting. Hari ini lagi-lagi ia ditugaskan di bagian lighting.
“Apa artismu masih bandel?” tanya Namshil berbisik di antara lalu lalang staf.
“Bukan bandel lagi, tapi jahil. Kamu pasti tahu, kan? Jung Man itu bermuka dua. Childish untuk penggemarnya dan b******k untuk gadis yang ditemui di depan mata,” decih Kanaya bersedekap, menatap sinis pada Jung Man yang tengah memerankan peran maknae hingga akhir. Setting tempat syuting dibuat cukup remang agar sesuai skrip.
“Ambil sisi positifnya. Jung Man meraih mimpinya dari bawah. Di usianya yang ke dua puluh enam, ia sudah mampu menghidupi banyak orang. Dia pekerja keras, bukan? Di saat member lain libur untuk persiapan wamil, ia tidak melewatkan kesempatannya hingga akhir,” kata Namshil menatap Kanaya yang kemudian bergumam tidak peduli.
Kanaya punya puluhan alasan kenapa kebaikan-kebaikan Jung Man nyaris nol di matanya. Percuma melihat dari sisi positif kalau yang ditunjukkan padanya hanya aura negatif.
“Namshil, ngomong-ngomong kamu punya pacar?” Kanaya tiba-tiba melontarkan pertanyaan tidak masuk akal. Mereka baru bertemu beberapa kali, tapi sudah ada pembicaraan begini.
“Kenapa? Saat ini aku masih sendiri.” Namshil terlihat terkejut. Laki-laki jangkung itu mengelus rambutnya dengan ekspresi grogi. Ditanya hal-hal sensitif membuatnya bingung.
“Bantu aku, anggap saja kita berteman dekat atau apapun.” Kanaya meringis, menahan malu. Niat hati, ia ingin menghindari Jung Man dengan cara ini. Tapi sebelum bicara lebih jauh, Namshil menangkap kesan lain dari omongan asal itu.
“Jadi kamu nembak atau bagaimana?” Namshil tersenyum lebar, terlihat berbunga-bunga. Entah kenapa hatinya tiba-tiba senang. Selama bekerja di bagian lighting, baru sekarang ada staf perempuan yang mengutarakan perasaaan.
“Eh, maksudku…,”
“Oke kita pacaran.” Namshil tidak lagi mau mendengar penjelasan Kanaya. Pria itu terlanjur bahagia. Ia kemudian pergi begitu namanya dipanggil untuk menyelesaikan pekerjaan lain.
Sekarang tinggal Kanaya yang bengong karena tiba-tiba punya pacar padahal beberapa menit lalu masih jomblo. Haruskah ia senang?
“Kanashii, sejak tadi kamu dipanggil Jung Man,” tegur pembantu umum menyenggol bahu Kanaya. Rupanya, ia sudah diperhatikan Jung Man dari kejauhan. Adegan bagaimana mereka bicara, telah dimonitor sejak awal.
“Berhenti pacaran di tempat kerja! Nilaimu bisa jelek sebagai pemagang. Atau jangan-jangan kamu memang tidak punya kepedulian dengan pekerjaanmu?” ucap Jung Man gusar. Ia tidak habis pikir, stylishnya malah asyik mengobrol saat dipanggil.
“Maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi.” Kanaya menunduk, malu sekali. Di sini, posisinyalah yang salah. Profesionalitas kerja harus tetap diutamana di lokasi. Tapi karena Jung Man, Kanaya jadi kepikiran. Gelisah sekaligus takut kalau nanti ia benar-benar akan terlibat skandal. Mungkin dengan memiliki Namshil sebagai tameng, Jung Man akan berpikir ulang untuk menggodanya.
“Malam ini jangan lupa bersihkan kamarku. Berhubung di luar jam kerja, aku akan memberikan tips nanti.”
Kanaya terpaku bingung. Mengurus kebersihan kamar bukan tanggung jawabnya. Kalau di rumah, masih masuk akal karena memang ada dalam kontrak, tapi ini di lokasi syuting, tidak masuk akal kalau malam -malam Kanaya datang ke kamar seorang artis. Bagaimana kalau ada rumor buruk?
“Kenapa? Tidak mau? Atau ada janji dengan yang lain?” Jung Man terusik dengan raut wajah Kanaya yang tiba-tiba berubah mendung.
“Bukan begitu, tapi kamar di sini tidak termasuk dalam perjanjian kerja,” keluh Kanaya terang-terangan.
“Aku kan sudah bilang, aku beri tips. Tanya Aera shii, dia pasti bisa memberimu nasehat untuk ini,” kata Jung Man menghembuskan napas panjang.
Kanaya tidak yakin kalau hanya membersihkan kamar. Sikap mencurigakan Jung Man saat menatapnya kali terakhir membuat tubuhnya merinding.
Memangnya idol mana yang mengundang asisten pribadi ke kamar hanya untuk merapikan selimut dan bermain dengan penyedot debu? Memang Kanaya anak kecil?