Selang sehari setelah pemotretan majalah mingguan, Jung Man mewarnai rambutnya menjadi kepirangan. Tanpa ijin manager, atau bicara lebih dulu dengan Kanaya, ia mencampur dua warna hingga menjadi keabuan.
Sinting! Kanaya lah yang akhirnya kewalahan karena harus memperbaiki segalanya. Gadis itu bahkan nyaris tersengat listrik saat akan menggunakan pengering rambut. Wajar, ia panik sungguhan.
Apa ini penindasan? umpat Kanaya dalam hatinya. Cengiran aneh Jung Man hampir membuatnya hilang sabar.
"Satu jam lagi kita take, ya?" seru pengarah acara dari ambang pintu ruang ganti. Ia terlihat bingung karena Jung Man masih fokus pada rambutnya.
Tiga puluh menit dari sekarang, Jung Man harus gladi bersih bersama dancer lain, bukan malah sibuk dengan stylish.
"Kana-shii! Jung Man harus bergabung sepuluh menit lagi," kata sang Manajer mulai kebingungan. Ia tahu, itu bukan salah Kanaya. Tapi bagaimanapun mereka harus bisa mengatasinya. Di sinilah bakat seorang stylish diuji.
Kanaya mengangguk, mengambil beberapa langkah lagi agar tatanan rambut Jung Man lebih rapi. Tidak perlu lama-lama karena semua model cocok dengan pria tampan.
Di menit terakhirnya, Kanaya langsung mengambil jaket juga aksesoris pelengkap microphone. Rambut sialan itu kini terpangkas rapi dengan warna pirang kehitaman. Jung Man saja dibuat terkejut karena Kanaya bisa membuatnya sebagus itu. Niat hati ingin mengerjai, tapi malah sebaliknya.
Cih, gerutu Jung Man membuang muka saat Kanaya tersenyum cerah padanya. Tak ada waktu untuk melempar ejekan. Ia harus bergegas sebelum acaranya benar-benar berantakan.
Apa ini yang dinamakan bakat?
---
Satu jam setelah jam makan siang berakhir, manager Jung Man masuk, menempatkan jadwal ke atas meja kerja Kanaya.
"Acara reality show?" keryit Kanaya tidak yakin.
Pria tambun itu mengangguk, mendorong kaca matanya ke atas hidung dengan ekspresi serius. Kalau sudah begitu, mau tidak mau Kanaya harus mendengarnya..
"Biasanya dilakukan dengan member lain, tapi kali ini stasiun televisi ingin tema yang berbeda."
Kanaya berdecak, menatap kepergian manager kesal. Ia masih terhitung magang dan sekarang? Harus kerja full tanpa bayaran layak. Bukankah itu p********n?
Kenapa juga Aera sshi memutuskan cuti begitu cepat?
"Apa menu makan siang hari ini?" tanya Jung Man pada Kanaya yang tengah memasukkan beberapa alat make up ke dalam tas jinjing.
"Entahlah. Banyak pekerjaan jadi belum sempat makan," sahutnya tidak menoleh sama sekali. Mengakali rambut Jung Man cukup membuat Kanaya lelah batin. Ia hanya sedang beruntung tadi . Tapi bagaimana di hari lain? Sepertinya Kanaya sengaja dikerjai.
"Ambilkan aku beberapa biskuit," pinta Jung Man menaruh ponselnya ke atas meja rias.
Kanaya lagi-lagi menurut. Ia tidak boleh membuat Jung Man kesal atau ia akan berakhir diusili lagi.
"Kalian duduk juga, makan dulu," kata Jung Man pada para staf di ruangan itu.
Sepuluh menit kemudian, meja sudah dipenuhi dengan beberapa piring mie kedelai hitam.
Dalam acara makan siang mendadak itu, pembicaraan mengenai acara reality show muncul.
"Aku ingin mencoba hal baru. Tapi karena lokasi syutingnya ada di pinggiran kota, beberapa staf akan menginap bersamaku," kata Jung Man membuka mie hitamnya antusias.
Diam-diam Kanaya mencibir. Baru tadi ia minta biskuit, kenapa mendadak senang melihat makanan tinggi lemak?
"Aku butuh stylish, pembantu umum dan supir."
Staf di sana saling pandang, berdiskusi memilih siapa saja yang akan ikut selama syuting seminggu ke depan.
Kanaya tanpa sadar bersembunyi di balik kardus, mengunyah helaian mie sambil berdoa agar ia dilupakan.
"Kana-shii, kamu juga ikut, kan? Tatanan rambut Jung Man trending di media sosial, loh." Seorang staf berseru, menunjukkan ponselnya ke arah semua orang.
Haruskah Kanaya bangga? Tapi karena alasan itupun ia justru tidak bisa menolak.
Mati aku, batin Kanaya memergoki Jung Man tengah menatap tajam padanya. Pupil pria itu seperti akan meledak karena sesuatu.
----
Tiga hari kemudian, Kanaya dijemput mobil kantor di depan rumahnya. Ia membawa satu koper besar kebutuhan pribadi dan uang saku yang tidak seberapa. Belum apa-apa tubuhnya sudah kelelahan, mungkin stres memikirkan kelakuan Jung Man. Kalau dipikir-pikir semenjak bersolo karir, tingkah Jung Man semakin tidak terkendali. Saat bekerja dalam grub, anggota lain kadang yang menasehati.
Sebelum pergi, Kanaya banyak menerima omong kosong dari ibunya. Apalagi kalau bukan tentang kehidupan cintanya yang sekering cumi asin. Jangankan gebetan, kenalan saja tidak punya.
Kanaya memilih diam sembari memikirkan pekerjaan. Percuma berdebat toh nantinya hasilnya tetap sama. Sekali jomblo lama, kesendirian justru lebih menyenangkan ketimbang berpasangan.
"Apa Jung Man memakai mobil lain?" tanya Kanaya meletakkan kopernya ke bagasi. Di dalam sana tidak ada siapapun selain barang juga dua pembantu umum.
"Tentu saja. Kamu berharap semobil? Kalau aku sih lebih baik terpisah," sahut salah satu dari mereka. Sikap kesal itu mengisyaratkan kalau tak hanya Kanaya yang merasa terganggu dengan keberadaan artis itu. Staf kadang senasib, merasakan beban kerja dengan porsi sama.
"Iya, benar," gumam Kanaya tersenyum kecil. Paling tidak, ia punya teman untuk mengeluh. Seminggu ke depan pasti hari paling berat untuk Kanaya juga staf terpilih. Jung Man si golden maknae lucnut tidak akan membuat stafnya menikmati pekerjaan. Bahkan saat reality show, ia membuat pembawa kamera kelimungan karena tidak bisa diam.
Dua jam kemudian, mobil yang dinaiki para staf termasuk Kanaya sampai di perbatasan kota. Mereka akan take pertama kali di desa kecil pinggir danau buatan. Sungguh setting syuting yang mahal.
Namun meski masih lumayan pagi, para pekerja dari rumah produksi sudah memenuhi lokasi. Di antara lalu lalang manusia, diam-diam Kanaya mencari Namshil.Tapi sebentar kemudian, gadis itu ingat dengan pekerjaannya.
Kanaya cepat-cepat mencari tenda Jung Man. Berharap punya sedikit waktu untuk memberinya sentuhan make up.
"Buat aku senatural mungkin. Temanya adventure, jadi jangan banyak polesan," pinta Jung Man menempatkan dirinya di depan cermin besar. Ia langsung duduk saat Kanaya masuk dan menyapa. Seperti biasa, cara tatapnya menganggu.
Tak lama peralatan make up juga aksesoris pembantu sudah tersedia. Kanaya sengaja menyusunnya rapi di atas meja agar gampang diambil.
"Kamu tahu? alasan kenapa aku menerima acara kecil ini?" tanya Jung Man saat Kanaya tengah memoles wajahnya. Mata lebar Kanaya sungguh eksotis dan berani. Jung Man beberapa mengkhayal ingin membuat mata itu terpejam lembut di atas tempat tidur. Sayang, Kanaya tidak sadar dengan isyarat Jung Man.
"Tidak," gumam Kanaya berusaha tetap fokus.
"Karena aku sedang mengumpan seseorang. Kira-kira aku bisa mendapatkannya tidak, ya?" bisik Jung Man tersenyum jahil. Seolah kalimat itu ditujukan pada Kanaya.
Mengumpan? memangnya ikan? kadang pria tampan tidak dibekali sopan santun di otaknya.