Kamar yang disediakan untuk para idol tentunya jauh lebih besar ketimbang para staf. Alasannya tentu saja untuk menjaga privasi juga keamanan. Mereka adalah wajah agensi, jadi jangan sampai ada orang usil yang menganggu.
Tadinya Kanaya tidak mau pergi. Ia menganggap perintah Jung Man hanyalah omong kosong jahil. Ini bukan kali pertama pria itu mengatakan hal tidak masuk akal. Tinggal diabaikan, masalah nantinya akan hilang sendiri.
Tapi ternyata kali ini berbeda. Manager Jung Man tiba-tiba datang sendiri untuk mengingatkannya. Staf lain kebetulan sedang keluar cari makan dan hanya ada Kanaya yang baru selesai mandi. Bahkan rambut panjangnya belum sepenuhnya kering.
“Cepat ke sana dan jangan buat masalah ini jadi panjang,” kata manager Jung Man meringis kesal.
“Tapi ini bukan tugasku, lagipula jam kerjaku sudah berakhir hari ini,” keluh Kanaya tidak terima. Ia seperti diperlakukan layaknya b***k.
“Jung Man bilang akan memberimu tip, kan? Pergilah sebelum aku marah,” ucapnya membeliak.
Kanaya menghembuskan napas panjang. Ia tadi sempat menelepon Aera terkait masalah ini, tapi nomornya mati. Menginyakan pekerjaan tidak masuk akal sama saja mengumpankan diri ke dalam kandang untuk dimangsa.
Kanaya tidak merasa dirinya cantik, kulitnya coklat dan tidak murni Korea. Sekilas mata, ia berbeda. Tapi Jung Man mengisyaratkan ketertarikan padanya. Bukan tertarik secara perasaan, tapi lebih ke kebutuhan biologis.
“Apa staf yang dulu juga begini?” suara Kanaya mulai meninggi.
Manager Jung Man mengelus ujung jangkutnya kesal,”bertengkarlah dengan Jung Man nanti. Tanyakan semua omong kosong ini padanya. Kita sama-sama bekerja dan tugasku hanya memanggilmu. Cepatlah, staf lain akan bergosip kalau melihatmu pergi ke sana.” Ia melirik sekitar lalu mengambil paksa tangan Kanaya.
Dihadapkan situasi menyebalkan, mau tidak mau Kanaya menurut saja dulu. Benar kata si manager, ia bisa bertengkar dan mempertanyakan semua itu pada Jung Man langsung.
Hanya perlu lima menit saja untuk sampai kamar penginapan. Tempat syuting adventure sebagian adalah setingan palsu. Itu dilakukan agar menghemat biaya produksi juga waktu.
“Masuk, lama benar.”
Begitu pintu dibuka, Jung Man langsung melontarkan keluhan. Ia sepertinya juga baru mandi karena rambut hitamnya begitu lembab dan wangi.
Kanaya masuk dengan langkah ragu. Di sana tidak ada siapapun selain mereka. Dalam situasi paling ambigu itu, ia justru ingin kehadiran Mina. Paling tidak, perhatian Jung Man akan teralihkan. Tidak sefokus ini padanya sekarang.
“Di dalam sini cukup bersih, apa yang mau dibereskan lagi?” ucap Kanaya memandangi sekitar kebingungan. Bahkan tempat tidurnya begitu rapi, siap ditiduri.
Ia bukan sedang pura-pura tidak tahu, hanya saja ingin basa-basi. Aera pernah bicara tentang kemungkinan idol menyukai staf atau stylish mereka. Skenario terburuk adalah ingin bermalam bersama lalu melupakan di hari berikutnya.
Itu semacam prostitusi terselubung di mana idol yang stres dengan pekerjaan mereka butuh pelampiasan agar moodnya terbangun baik di lokasi syuting.
Kanaya tidak percaya kalau kali ini ia mengalaminya sendiri. sekarang masalahnya bukan tentang pemaksaan atau apapun, tapi kesiapan hati. Ia bahkan belum pernah pacaran, aneh saja kalau menyerahkan keperawanan pada sembarang orang.
“Pekerja bagian lighting itu benar pacarmu?” Jung Man duduk di atas meja lalu mengambil rokok elektriknya.
“Itu bukan urusanmu. Ngomong-ngomong kalau tidak ada yang bisa dibersihkan, aku pergi saja. Besok kita ada jadwal pagi,” ucap Kanaya berharap ada kesempatan untuk lari. Tapi Jung Man menarik lengan gadis itu dengan gerakan kesal.
“Aku tidak akan membiarkanmu keluar. Kalau sudah masuk, berarti kamu sudah setuju dengan konsekuensinya. Oh ya, kamar ini kedap suara. Kamu bisa berteriak kencang tapi jangan harap ada yang datang.” Jung Man bergumam, membuang asap rokok dari mulut ke wajah Kanaya.
Aroma mint bercampur kopi itu sangat wangi tapi juga bikin gatal tenggorokan. Kanaya terbatuk sebentar sebelum akhirnya terdiam dan berusaha tenang.
“Katakan apa maumu.”
Jun Man tidak segera menyahut. Ia menyibak rambut lembabnya kebelakang dengan ekspresi tajam. Kanaya diam-diam merinding. Tatapan pria itu bukan hanya membius, tapi membunuh harga diri lawan jenis. Sungguh, Tuhan rasanya tidak adil karena memberi pria b******k fisik ber spek tinggi.
“Aku ingin tidur denganmu.” Jung Man mengatakannya tanpa ekspresi. Begitu enteng seperti seorang yang beli makanan.
Kanaya speechless,”sudah berapa staf yang berakhir di ranjangmu?”
“Tidak ada, baru kamu. Kenapa? Harga dirimu serasa murah kalau aku bilang kamu itu gadis ke sekian?” Jung Man tersenyum kecil.
“Bukan, aku tidak menyangka kalau kamu segampang itu.” Kanaya berusaha keras agar tidak terintimidasi.
Ia perempuan yang tengah menghadapi seorang laki-laki sensitif. Kalau tidak berani, kemungkinan Jung Man akan semakin mendominasi.
“Kamu tahu? Banyak gadis di luar sana yang mau dengan suka rela membuka bajunya untukku. Terutama penggemar gila juga penguntit. Tapi aku tidak melakukannya dengan sembarang wanita. Jadi anggap saja ini pengalaman sekali seumur hidup. Setelah ini kamu masih bisa berpacaran dengan siapapun. Aku ini hanya penasaran, tidak lebih. Jadi ayo selesaikan sebelum tengah malam,” ucap Jung Man meletakkan rokok elektriknya lalu menarik tangan Kanaya agar lebih mendekat padanya.
Jangankan surat rekomendasi kerja, setelah ini Kanaya akan mendapat tip juga. Tapi benarkah Kanaya sudah siap? Seumur hidupnya, ia tidak pernah bersentuhan dengan laki-laki manapun. Walau sebenarnya ia sama-sama penasaran juga.
Jung Man begitu karismatik di atas panggung. Tariannya selalu mengundang mata para penggemar wanitanya. Di beberapa koreografi, liukan tubuhnya cukup provokatif. Benar apa yang dikatakan Jung Man kalau ia gampang saja mendapat perempuan.
Kanaya mundur, nyaris menghindar saat Jung Man meraih wajahnya untuk dicium. Ini bukan drama di mana peran utamanya adalah wanita baik. Kanaya adalah contoh wanita realitas di mana tidak bisa menolak saat didekati pria potensial.
Jung Man punya segalanya. Tidak semua wanita mendapatkan kesempatan untuk tidur di atas ranjang yang sama.
Ciuman juga sentuhan di area bibir hanya sebuah foreplay kecil. Baru permulaan agar tubuh mereka menghangat lebih dulu.
Ini adalah pertama kalinya Kanaya mencium harum tubuh laki-laki. Wangi cologne mahal bercampur sabun mandi mengepung hidung. Menyerang sistem syaraf dan melumpuhkan akal sehat.
Jemari Kanaya tanpa sadar terulur, menyusuri helai rambut, kemudian turun ke leher Jung Man. Desahan pertama saat bibir mereka terlepas, terdengar begitu erotis, penuh gairah. Ini baru ciuman, tapi Kanaya sudah dimabukkan.
“Naik,” bisik Jung Man mengarahkan ujung dagunya ke arah ranjang.
Kanaya mematung, masih tidak yakin. Padahal kausnya sudah terangkat separuh dan rambut panjangnya kusut lantaran disentuh. Tapi entah kenapa, akal sehatnya masih berusaha melawan.
Jung Man yang tidak sabar lantas menggendongnya dari belakang. Ia sendiri juga butuh istirahat karena seharian lelah berdiri di depan kamera.
Kanaya memekik kecil,”tunggu, tunggu dulu.”
“Tenang saja, aku punya pengaman. Sebentar, aku akan memakainya.” Jung Man berjalan menuju nakas untuk mengambil karet pengaman.
Kanaya lagi-lagi speechless. Cara Jung Man mencumbu sangat natural seakan sudah terbiasa menangani perempuan. Sentuhan, ciuman bahkan tatapannya adalah ciri khas penggoda. Auranya di atas panggung adalah ekspresinya sekarang.
“Aku masih perawan, bagaimana? Masih mau dilanjutkan?” Kanaya menggunakan keberanian terakhirnya. Tidak masalah dianggap manusia tidak laku, toh mempertahankan kegadisan bukan kejahatan. Tapi seringnya, pria tidak mau berhubungan dengan wanita kolot. Mereka menganggap merenggut perawan berarti sebuah tanggung jawab.
Jung Man terdiam, mengigit bungkus kndom lalu membuka dengan giginya.
“Rasanya strawberry. Mau coba?” pria itu tersenyum samar.
Seakan tidak mendengarkan Kanaya, ia menarik lepas kausnya lalu melemparnya begitu saja.
Mampus! Mampus kamu! Ejek suara gadis dalam hati Kanaya kecut. Otak juga tubuhnya benar-benar tidak sinkron. Mulut menolak, tapi saat melihat d**a bidang juga otot perut Jung Man, tubuhnya langsung terlentang.