“Pemandangan apa ini?
Keindahannya seakan menutupi bulan.
Dan aku ... tak bisa berhenti mengaguminya.
Membangkitkan hasrat purba yang telah lama tiada.
Bolehkah aku menghampirinya?
Membuatnya takluk di hadapanku?”
Daniyal – Hasrat purba
⠀
Daniyal merebahkan tubuhnya di ranjang kamar kerjanya. Menatap hampa langit-langit kamar. Ia sangat lelah, tetapi matanya enggan untuk terpejam. Pikirannya melayang entah ke mana. Berkelana.
Ia masih teringat obrolannya dengan saudara-saudaranya siang tadi. Mereka semua bersikeras menolongnya tentu saja.
Neil bersedia membantu mengurus identitas baru untuk Chana. Sedangkan perlindungan di mansion ini, Daniyal percayakan pada Nates. Tentu saja alasannya karena baik bisnis keluarga mereka maupun Puri Nirwana memang Nates yang mengelolanya. Si kembar jelas tetap ingin berpartisipasi, setidaknya turut menjaga Chana jika dibutuhkan.
Daniyal mendesah. Lalu apa yang bisa ia lakukan selain mencoba menyembuhkan fisik, mental dan ingatan Chana?
Benarkah wajahnya sudah dikenali oleh si pembunuh atau siapa pun itu yang sedang mengintai gadis itu?
Daniyal teringat lagi tawaran Nates untuk menampung Chana di mansionnya. Ada beberapa hal yang benar dari pertimbangan Nates. Tetapi Daniyal lebih tenang kalau Chana berada dekat dalam jangkauannya.
Huff ....
Sejak awal Puri Nirwana dibangun, semuanya adalah ide dan usaha Nates sebagai calon Direktur Utama perusahaan keluarga mereka. Harusnya ... beban itu diemban oleh Daniyal. Hanya saja sejak kecil minatnya lebih condong pada ilmu kedokteran dibandingkan bisnis.
Sementara Nates, dengan sifat bossy-nya yang suka mengatur segala hal dan ketertarikannya terhadap bisnis, akhirnya mengemban tanggung jawab untuk menjalankan perusahaan dengan sukarela. Daniyal hanya menjadi salah satu pemegang saham. Syukurlah.
Ngomong-ngomong soal mansion Nates, adiknya itu sejak dulu memang sangat berlebihan dalam hal keamanan dan kenyamanan. Nates tipikal orang yang sangat senang dilayani, jadi wajar kalau di mansionnya ada begitu banyak maid. Dia juga orang yang perfeksionis dan suka kemewahan, maka mansionnya yang paling megah dan indah di Puri Nirwana ini. Belum lagi soal keamanan. Jika Puri Nirwana punya penjagaan berlapis, maka mansion Nates, lebih berlapis-lapis lagi.
Kadang Daniyal tidak habis pikir, apa Nates sebenarnya menderita phobia? Tapi rasanya tidak mungkin. Mengingat betapa beraninya Nates selalu membahayakan dirinya dengan tingkah semaunya itu. Jangan-jangan adiknya ini mafia atau punya bisnis gelap? Sampai pengamanannya teramat berlebihan begitu?
Cih! Khayalannya semakin aneh saja.
Kembali, ucapan Nates tadi siang terngiang-ngiang di benak Daniyal.
⠀
"Apa itu juga berarti, Chana bukan cewek biasa. Dia bisa saja istri atau berasal dari keluarga ... millionaire or billionaire, perhaps?"
⠀
Istri?
Bagiamana mungkin. Visum Chana menyatakan bahwa gadis itu masih virgin. Mana mungkin sudah bersuami.
Tapi ... bagaimana dengan kebaya pengantin yang robek itu? Apa Chana diserang saat akan melaksanakan pernikahan? Atau malah setelah acara pernikahan?
Daniyal mengacak-acak rambutnya gelisah. Sejak tadi ia berguling-guling terus di ranjang. Percuma saja rasanya ia memaksakan diri untuk tidur. Ia harus menenangkan pikirannya dulu.
Daniyal menyerah. Lalu bangkit dan menyeduh s**u cokelat hangat yang sudah tersedia di kamar kerjanya. Siapa tahu bisa membuatnya tenang dan mengantuk. Ia membawa cangkir cokelatnya ke balkon kamar. Lalu duduk dalam kegelapan.
Bayangan Chana mengenakan kebaya pengantin melintas di pelupuk matanya. Cantik sekali. Daniyal tersenyum. Tetapi tiba-tiba saja muncul sosok lain di sisi wanita itu. Pria dengan wajah yang ada dalam kalung liontin. Mendekati dan memeluk Chana. Bibir Daniyal menipis.
Ia membuka kembali gallery ponselnya. Neil sudah mengirim detail foto kalung liontin tadi padanya dan Nates. Siapa tahu mereka nanti bisa mencari petunjuk dari kalung limited editions itu.
Daniyal men-zoom dan memperhatikan lagi detail kalung. Berliannya terlihat asli. Benar kata Nates, harga kalung ini pastinya mahal sekali. Tapi ... Daniyal juga mampu memberi Chana lebih dari ini. Tsk!
Daniyal merengut.
Nates memang pria playboy, tapi pengalamannya menyenangkan wanita membuatnya lebih peka dengan apa yang dibutuhkan dan disukai wanita. Berbeda dengan Daniyal yang dari dulu hanya mencurahkan perhatiannya pada satu wanita saja. Jadi setelah wanita itu tiada, Daniyal semakin tidak sensitif terhadap sekitarnya.
Ingatannya beralih lagi kepada Chana. Benar juga. Sejak Chana datang ke mansion ini, Daniyal sama sekali belum pernah mengajaknya jalan ke mana pun. Chana pasti bosan di mansion terus. Pantas saja gadis itu tidak tertarik lagi menyentuh semua bahan keterampilan yang di bawa dari menara. Sepertinya Chana butuh refreshing. Sekadar jalan-jalan atau shopping, mungkin.
Namun, buat sementara, menjelang identitas baru Chana selesai diurus, Daniyal hanya bisa mengajak Chana jalan-jalan di sekitar kompek dalam Puri Nirwana. Lagipula wilayah ini sangat luas dan ada banyak tempat serta fasilitas menarik yang bisa mereka jelajahi.
Di sini ada taman, sport center, café, aneka ruko, salon dan pertokoan, juga Mall. Mereka bisa membeli beberapa kebutuhan Chana tentunya. Wanita punya banyak kebutuhan tentu saja. Dan Chana mungkin malu meminta.
Daniyal mengangguk-angguk, ia benar-benar sudah lupa kegiatan berbelanja sejak Kirani tiada.
Daniyal memandangi bulan di langit sana. Sinarnya tampak begitu terang, meski tidak terlalu banyak bintang mengitarinya. Dulu ia dan Kirani sering melewatkan malam hari di balkon. Bercerita, saling menggoda, lalu memadu kasih setelahnya.
Daniyal menggelengkan kepala.
Sial! Mengapa ia harus memikirkan itu?!
Apa sebaiknya ia masuk ke dalam saja?
⠀
Belum sempat Daniyal memutuskan untuk beranjak, ia melihat cahaya dari arah balkon kamar Chana. Agaknya Chana juga belum tidur. Lalu pintu kamar wanita itu terbuka.
Daniyal terpana.
Gadis itu melangkah ke teras balkon kamarnya hanya dengan lingery saja. Daniyal ingat, gaun itu paling disukai Kirani. Krem pucat hampir menyerupai warna kulit, seakan-akan pemakainya tidak mengenakan apa pun. Dan kulit Chana yang lebih putih dibanding Kirani, membuat gaun itu tampak lebih transparan lagi.
Angin meniup gerai rambut Chana yang hitam sepinggang, membuatnya meliuk-liuk di udara. Warnanya sangat kontras dengan kulit gadis itu. Daniyal menelan ludah. Menatap nanar tubuh Chana dari atas hingga ke bawah.
Siluet tubuh Chana memang kecil, tapi berlekuk. Pinggang juga ramping, dengan d**a dan pinggul mungil. Semua yang ada padanya tidak berlebihan, tidak pula kurang. Pas. Semuanya pas.
Gadis itu menengadahkan wajah dengan mata tertutup. Leher yang jenjang dengan kulit yang putih mulus, tampak begitu menggoda. Sejenak dia terlihat menarik napas sambil mengulas senyum. Agaknya sangat menikmati hembusan angin malam yang mencumbu kulitnya.
Bagaimana rasanya jika lidah Daniyal turut menyesap leher indah itu. Apa akan terasa manis? Daniyal tidak bisa menghentikan dirinya untuk terus memandangi Chana. Membuat bayang-bayang erotis menguasai benaknya.
Nafasnya mulai tidak teratur. Daniyal mengepalkan tangannya kuat-kuat. Berharap itu dapat menetralisir pikiran kotornya. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Tapi yang terjadi malah ucapan Nates terngiang-ngiang lagi di pikirannya.
⠀
"Loe yakin nggak bakal merayunya dalam waktu dekat? Membuatnya berada di ranjang loe, dalam pengawasan loe tentunya?”
⠀
Daniyal menghempaskan napas kesal. Kembali melirik ke arah Chana. Iris cokelat kemerahan itu berkilat melahap tubuh mungil Chana. Daniyal tahu hal ini tidak akan berdampak baik baginya. Bagian tubuhnya yang bandel sudah mulai aktif kembali. Namun ia tetap tak kuasa mengalihkan pandangannya.
Ia menahan napas ketika mendengar Chana bersenandung kecil, entah lagu apa. Gadis itu juga berputar-putar, menari, membuat gaunnya yang hanya sepaha tersingkap angin.
Ck! Gadis itu sama sekali tidak sadar bahaya apa yang sedang mengancamnya, Daniyal membatin.
Ia berjuang keras untuk tidak bergerak dari balik kegelapan. Berharap dirinya cukup kuat dan tabah untuk tetap di tempat dan bukannya melompat menerkam Chana di sana.
Sayangnya otaknya kali ini begitu sejalan dengan teman liarnya yang mulai memberontak. Makhluk buas dalam dirinya menginginkan Chana. Ingin menyentuh gadis itu, mendekapnya seperti waktu malam hujan badai dulu. Merasakan kulit Chana yang begitu mulus dan lembut. Bukan hanya di tangannya, tapi juga di bibirnya. Ia ingin mendengar suara desahan Chana lagi.
Daniyal memejamkan mata, merasakan dirinya semakin keras. Keringat dinginnya turut bercucuran, membasahi piyama yang ia kenakan. Ia tidak bisa begini terus! Hasrat ini sungguh menyiksanya.
Daniyal melangkahkan kakinya keluar dari kegelapan. Niatnya adalah menangkap Chana, memerangkapnya, menggumulinya sampai ia puas dan lepas dari rasa sakit ini.
Namun, Chana menghilang. Gadis itu sepertinya sudah masuk ke kamarnya. Daniyal mendesah kecewa sekaligus lega.
Ia juga segera beranjak masuk ke dalam kamarnya, sebelum otak kriminalnya memerintahkan untuk melompat ke balkon kamar Chana. Menerobos masuk ke dalam kamar gadis itu, lalu melampiaskan semua gairahnya.
Daniyal merebahkan dirinya ke ranjang. Memijit pangkal hidungnya. Setiap ia menutup mata, bayangan Chana terus menggodanya. Ia mendesah sebal. Temannya sudah menjulang, membangun tenda di bawah sana. Membuat celananya bertambah sempit.
Harus diapakan benda ini?! Daniyal mengumpat! Kenapa ia harus menyaksikan semua itu???
Kenapa wanita liliput itu berubah menjadi bidadari seksi dalam sekejap?!
Daniyal menekan temannya yang biadab untuk segera tidur, tapi itu malah membuatnya bertambah kesakitan.
Uughhh!!! Sialan!
Ia melompat dari ranjang. Berputar-putar, hilir mudik. Ia harus menyalurkan energinya pada hal-hal lain.
Daniyal mulai melakukan pemanasan, push-up, sit-up. Sejenak ia mulai lupa pada Chana. Namun naasnya matanya malah tertumbuk pada pintu penghubung dari kamar kerja ke kamar Chana.
Sial! Masih ada jalan untuk kesana!
Daniyal lupa dengan pintu itu!
Temannya kembali bangun. Ia menggeram sebal. Sebelum ia bertindak yang aneh-aneh, Daniyal mendorong lemari buku, persis di depan pintu tembus itu. Mudah-mudahan ini bisa mencegahnya bertindak gegebah. Sebagian dirinya merasa lega, meski bagian lainnya teramat murka luar biasa.