CB 15. Gerombolan Pembuat Onar— Hordes Troublemaker

2697 Kata
“Kamu hanya butuh beberapa orang untuk mengacaukan hari tenangmu. Serahkan saja itu pada saudaramu. Dia akan mengemban amanah itu dengan penuh tanggung jawab. Sekian.” Nates – Brotherhoods Chit Chat ⠀ "Ngapain loe ngajak mereka semua ke sini?!" Daniyal menatap Lioneil tajam. Yang ditatap masih tetap tenang dengan ekspresi datarnya. Mereka semua sudah berada di living room setelah huru-hara di teras depan tadi. “Gue ada informasi penting tentang cewek itu, Mase. Masalah serius. Jadi kita bener-bener harus ketemu. Dan gue nggak ngajak mereka, absolutely. Mereka yang ngelihat gue waktu di jalan dan nyetop motor gue," ucap Neil santai. Daniyal merosot duduk di sofa. Ia menatap saudara-saudaranya dengan wajah kesal. Si kembar memilih duduk di mini bar. Sok sibuk mencampur minuman. Daniyal tahu, si kembar sangat waspada setiap kali ia marah. Sementara itu Nates mengambil minuman yang disodorkan Rayel, lalu duduk santai di sofa seberang Daniyal. Daniyal adalah anak tertua di antara mereka semua. Sudah sifat dasarnya memimpin mereka sejak kecil. Kalau Daniyal sudah membuat keputusan, itu artinya tidak bisa diganggu gugat. Daniyal termasuk kalem biasanya, tapi di saat-saat tertentu, amarahnya sangat menakutkan bagi saudara-saudaranya. Meski Nates lebih sering membantah, entah karena jiwa mereka sama-sama pemimpin. Sementara itu Neil lebih netral. Kalau dipikir-pikir, sejak kematian Kirani, Daniyal memang sangat jarang ikut pertemuan keluarga. Khususnya berkumpul dengan saudara-saudaranya. Hanya sesekali mereka bertemu, itu pun tidak pernah lama. Bukan hanya karena jarak, tapi juga karena kesibukan mereka masing-masing. Daniyal menghembuskan napas, mencoba menenangkan diri. Kembali ia mendelik pada si kembar. "Espreso," ucapnya pada Harzel. Kedua twins terperanjat, lalu menghembuskan napas lega. Mereka dengan cekatan menyiapkan minuman kesukaan kakaknya layaknya barista. Beberapa cemilan juga ditaruh di meja. Kali ini, karena cuaca hati kakaknya dianggap cukup aman, si kembar duduk bersama mereka. Tentunya di sofa dengan jarak tampol sejauh mungkin dari Daniyal. "Lalu, kenapa mereka bertiga ada di sini?" tanya Daniyal lebih santai menatap si kembar dan Nates. Nates adalah putera kedua dalam keluarga mereka. Punya sifat keras yang hampir mirip dengan Daniyal, hanya saja jiwanya jauh lebih santai dan usil. Kalau Daniyal tipe pemilih dalam hubungan asmara, sampai-sampai dianggap 'alim' dalam keluarganya, maka Nates adalah kebalikannya. Player, playboy, fuckboy dan entah apalagi sebutannya. "Gue denger loe ngumpetin cewek cakep di rumah ini?" ucap Nates kembali memperkeruh suasana. Si kembar memelototi Nates dengan raut cemas, sementara Neil menyandarkan tubuhnya ke sofa sambil menutup mata. "Dari mana loe dapat informasi ini?" tekan Daniyal dengan nada berbahaya. "Raoul atau Neil?" "Whoa, I'll never tell them, okay!" bantah Neil cepat. "Amazing!" sindir Nates bertepuk tangan. "Jadi Neil dan Raoul tahu, sementara kami nggak, gitu? How dare you, man!" Daniyal melengos, menghindari tatapan mata kelabu keunguan Nates. Inilah kelebihan dan kekurangan dalam persaudaraan mereka. Tidak ada-yang namanya-'Rahasia'! "Jadi …, Raoul yang ngasih tahu kalian?" "Sebenarnya ... loe yang bocorin rahasia loe sendiri, Mase," Lioneil tersenyum kalem. Daniyal mengernyit, memiringkan kepalanya. "Maksudnya?" Nates terkekeh riang. "Well, biar gue kasih prolog dulu, supaya loe nggak kaget. Ini cerita paling menarik yang pernah gue denger seumur hidup gue.” Entah kenapa bulu roma Daniyal merinding kalau Nates yang mengucapkan kata-kata ini. Sangat mencurigakan. “Pagi ini, gue sedang sarapan di taman, Win Café sambil menunggu pengurus property Puri Nirwana. Ada beberapa bangunan di Sport Center yang harus di renovasi atau dipugar atau apalah, gue belum lihat betul. Twins ngelihat gue dan memutuskan bergabung sarapan gratis." "Oh ... ayolah! Jangan sebut gratis!" Harzel memprotes. "Uangmu tidak akan habis karena membantu orang yang kelaparan. Beramallah, Dude. Jangan kikir," Rayel ikut-ikutan heboh. "Oho, gue berasa ngasih makan dua belas perut dengan mentraktir kalian berdua. Dan itu masih disebut sarapan, huh?” "Hello ... kita masih dalam masa pertumbuhan," Rayel mendelik. "Yeah ... dan sepertinya akan terus tumbuh." Dan mereka masih juga terus berdebat. Ini tidak akan segera selesai. Daniyal mulai habis kesabaran. Untungnya Neil menggebrak meja duluan. "Back to the topic, please ...," ucapnya dengan suara bass-nya yang dalam dan tatapan mata dark violet yang mengancam. Membuat ketiga bocah huru-hara tadi mengkerut. Nah, rasakan amarah flat man. Kaget 'kan? Daniyal nyengir. "Twins bilang mereka melihat Mase Sepuh – alias Daniyal – menculik wanita, menggendongnya paksa dan melemparnya ke mobil. Kemudian menyetir seperti orang kesetanan kembali ke mansion." Natez menatap Daniyal menantang. "True or false?" Daniyal mendehem, mengusap mukanya dengan kesal. Ini pasti kejadian waktu hujan dulu. Setahunya hanya ada satu mobil di luar Gardenia Shop dan jelas bukan milik si kembar. Lalu di mana mereka melihatnya saat itu, sementara jalanan di sana sudah sepi? "Kalian ada di mana waktu itu?" Daniyal memelototi si kembar. "JADI ITU BENAR?!!! THAT'S CRAZY!" Nates menatapnya dengan sorot tak percaya. "Sepuh kita berbuat seperti ... apa sebutannya untuk kita ...?" Nates berpose seakan sedang berpikir keras. Lioneil terbatuk. Si kembar cekikikan. "Ah ... gue ingat ... disebut BARBAR!" Mereka terbahak seperti gerombolan gorilla di hutan. Beberapa cemoohan semakin menyudutkan Daniyal. "Dulu dia bilang gue b******n biadab karena suka mempermainkan wanita. Tapi itu bukan salah gue juga 'kan, kalau memang ceweknya sendiri yang minta dimainin. Yeah ... apa boleh buat. Rugi juga kalau di tolak," Nates cekakakan. "Biadab? Woah, itu belum apa-apa dibanding gelar sepuh kita. Apa yang cewek itu bilang, Zel?" Rayel mengode kembarannya. "Yang mana itu? Waktu dia menggendongnya di bahu?" "Bukan ...." "Uh, I got it, pasti waktu p****t cewek itu ditepok manja Mase Sepuh?" Harzel cengengesan. Lioneil menggumamkan kata, "Sorry?" "Orangnya digendong di bahu," celetuk Harzel, lalu menambahkan, "sementara bokongnya dielus ...." "Cazzo!!!" Daniyal semakin naik darah. "Gue-nggak pernah-mengelus b****g siapa pun, okay!" Gerombolan bayi lutung semakin tertawa membahana. "Diam gak loe semua, sialan!" Dan mereka tidak mengacuhkannya. Wajah Daniyal mulai memanas. Ia benar-benar malu, ketahuan oleh saudara-saudaranya yang barbar ini. Biasanya Daniyal yang selalu mencela mereka. Tetapi sekarang ia benar-benar sudah kehilangan harga diri dan wibawanya sebagai kakak tertua. Cih! "Terus, cewek itu teriak-teriak," kali ini Rayel menyambung ucapan kembarannya yang terpotong. "Laki-laki biadab! Kurang ajar! Berani-beraninya memukul bokongku! Dasar pria MESUUUM! IBLIS CABUUULLL! AKU CINTA KAMUUU!" ia menirukan ucapan Chana dengan suara banci-nya. Wajah Daniyal sudah memerah padam. Bukan hanya menyebar aibnya, si kembar bahkan menambahkan hoax di akhir kalimat tadi. Sejak kapan Chana bilang, ‘Aku cinta kamu’ padanya, huh?! Neil yang biasanya datar-datar saja pun ikut tertawa terpingkal-pingkal. Nates menyemburkan Coffe Latte-nya. Lalu terbatuk karena Coffe Latte menyembur dari hidungnya. "Iblis c***l ...???" gelak Nates. "Dan yang paling epic, Mase Sepuh tertawa karena cewek itu. Tertawa! Bayangkan! Setelah sekian tahun bermuram durja! That's awesome!" Hazel mengakhiri cerita dengan dramatis. Wajahnya tampak puas sekali. "ENYAH KALIAN DARI SINI!!!" Daniyal menendang mereka sebal. Mengejar si kembar. Berusaha menjewernya, tapi kalah gesit karena si kembar berkelit ke segala arah. Lincah sekali. "Kalian ada di mana waktu itu bocah kampret!" Daniyal menghempaskan tubuhnya penuh amarah, kembali ke sofa. Si kembar masih berada jauh-jauh dari jangkauannya. Tetap cekikikan. "Kami sudah ada di Gardenia Shop sebelum Chana berteduh di sana. Kami di sudut satunya lagi, parkir di tempat yang rada gelap," lanjut Rayel menjawab dari balik mini bar. "Lagipula siapa yang tertarik melihat kami kalau ada pemandangan cewek cantik basah kuyup ..." Daniyal menyambit Harzel dengan bantal sofa. Bocah itu hanya cengengesan. "Cerita yang lengkap!" "Okay, bro. Santuy," Rayel mulai dalam mode serius. "Kita lagi berteduh di Gardenia Shop waktu itu. Terus ada cewek ... penampilannya pucat, kurus, hampir kayak film animasi Corps Bride, yang turun dari motor sport di depan jalan Gardenia Shop. Yeah ... She's your 'sugar baby', of course," goda Rayel. Yang lain berusaha menelan tawa mereka saat melihat Daniyal mendelik horor. "Terus cewek itu, Chana, berteduh di sudut lain. Anehnya ada yang mencurigakan." "Yeah ... ada mobil yang parkir di jalan depan Gardenia Shop. Dan mobil itu kita perhatikan sebelumnya ada di belakang motor sport yang nurunin Chana tadi. Dia buka sedikit kaca jendela mobil sambil terus mandangin Chana," sambung Harzel. "Tadinya aku pikir cuma laki-laki iseng, cari cewek kencan, mungkin. Tapi laki-laki itu keluar dari mobil dengan wajah ditutupi sebo, topi, kacamata hitam di malam hari, sarung tangan dan sapu tangan. Gerakannya juga mencurigakan waktu mendekati Chana," timpal Rayel. "Kami hampir keluar kalau saja lampu mobil Mase nggak menyorot dan parkir dengan cepat. Orang itu langsung balik lagi ke mobilnya." "Nah di situlah kami melihat aksi kejar-kejaran ala Bollywood," si kembar kembali meledeknya. Menimbulkan tawa dua saudaranya yang lain. Daniyal menarik napas lelah. Tidak habis pikir. Dosa apa dia bisa dapat saudara sudahlah barbar, gesrek pula. Kadang ia ragu, benarkan mereka lahir dari rahim yang sama? "Be serious, kids," ucap Daniyal mulai pusing dengan ledekan mereka semua. "Well, intinya," Neil menengahi. "Kesaksian twins tentang pria bersebo itu tidak bisa diabaikan, mengingat Chana ... kita tidak tahu siapa yang menabraknya dan masa lalunya seperti apa. Jadi harus berhati-hati." Neil berhenti sekejap, menatap mereka semua dengan intens. Kenapa kalau Neil yang bicara, gerombolan lutung ini langsung diam? omel Daniyal dalam hati. "Ada satu informasi lagi, Mase," lanjutnya. "Waktu gue meninjau ke lokasi kecelakaan beberapa minggu lalu, salah seorang saksi, ada Ibu tua yang mengaku dia sempat menampung Chana di rumahnya malam sebelum kecelakaan. Dia bilang Chana ditemukan di depan pintu rumahnya dalam kondisi berantakan. Memakai kebaya pengantin yang robek dibeberapa tempat. Cewek itu juga minta tolong dan bicara gagap, menangis ketakutan, seakan dikejar-kejar seseorang atau beberapa orang.” Mereka menyimak dengan serius. “Kesalahan gue adalah, gue nggak begitu menganggap kasus ini rumit, sampai loe ngabarin kalau Chana sudah sadar. Sayangnya cewek itu kehilangan ingatannya. Kita nggak punya petunjuk siapa yang mengejar atau menabraknya. Kita juga nggak bisa menanyai bahkan mengembalikannya ke keluarganya. Jadi, beberapa hari yang lalu, gue nyari Ibu itu lagi untuk meminta keterangan atau informasi apa pun. Barangkali Chana sempat bercerita atau menggambarkan sosok yang ngejar dia. Gue bisa coba bikin sketsa pelaku secara komputerisasi. Tapi ternyata si Ibu menghilang.” “Terus?” Firasat Daniyal semakin tak enak karena Neil terlalu lama menjeda kalimatnya. “Gue coba tanya ke tetangga sekitar rumah si Ibu. Katanya Ibu itu agak bersikap aneh sebelum menghilang. Dia bukan orang yang pandai bergaul, tapi tiba-tiba nitip kotak kado ke salah satu tetangga, sambil bilang, kalau ada laki-laki bernama 'Oneil' yang mencarinya, tolong kasih kotak ini. Hadiah pernikahan'. Gue emang ngasih tahu kalau nama gue Oneil ke si Ibu. Dan pernah janjian dengan Ibu itu, bakalan nemuin dia lagi kalau butuh kesaksian. Makanya gue bingung waktu nerima ini dari salah satu tetangganya." Neil memakai sarung tangan kemudian membuka ranselnya dan mengambil kotak kado yang dihias layaknya seserahan dari dalam tas. Kotak seserahan itu telah di bungkus plastik. "Ini barang bukti?" cetus Daniyal. "Yeah. Tapi di kotak ini sudah ada beberapa sidik jari. Punya gue, tetangga si Ibu, dan Ibu itu sendiri," jawab Neil. Ia membuka kotak dan mengeluarkan isinya. Kebaya pengantin. Mungkin ini pakaian yang dikenakan Chana saat ditolong si Ibu, pikir Daniyal. "Ada kalung liontin juga," tambah Neil meraba bagian bawah kotak. Dia membuka tutup liontin emas silver berlapis berlian itu dengan hati-hati. Ada foto seorang pria muda di dalamnya. Siapa pria itu? Mungkinkah Chana sudah menikah? Apa itu suaminya? Hati Daniyal mencelos seakan ada lobang yang tiba-tiba muncul di jantungnya. Entah mengapa ia merasa tak suka. "Gue udah nyoba nyari brand kalung ini dan nggak ketemu di online shop maupun brand terkenal mana pun. Artinya ini mungkin pesanan khusus, limited edition yang nggak di publish ke mana-mana." "Apa itu juga berarti, Chana bukan cewek biasa. Dia bisa saja istri atau berasal dari keluarga ... millionaire or billionaire, possibly?” Nates menyuarakan pikiran Daniyal. "Apalagi kalung ini jelas bernilai puluhan bahkan mungkin ratusan juta." "I dunno," Neil mengangkat bahu bimbang. "Terus apa yang terjadi dengan si Ibu yang hilang?" tanya Harzel. "Gue tanya rekan intel, buser dan lainnya, mereka ngasih beberapa kabar tentang penemuan mayat tanpa keluarga di beberapa lokasi. Salah satunya ditemukan tewas secara tragis dengan wajah hancur, sidik jari juga, jadi kami cuma mengandalkan DNA saja. Setelah di identifikasi, itu benar si Ibu yang hilang." Mereka saling berpandangan shock mendengar informasi ini. "Sekarang kematian si Ibu, sudah masuk dalam penyelidikan Kepolisian. Cuma … mungkin mereka belum tahu, apakah ini berkaitan dengan Chana atau tidak." Neil membenahi kembali barang bukti tadi. "Point pentingnya, jika yang menimpa si Ibu tadi memang ada hubungannya dengan Chana, maka pelaku bukan orang sembarangan. Dia tahu bagaimana cara memanipulasi bukti-bukti, menghilangkan jejak dan sepertinya sangat cerdas. Tidak ada satu pun CCTV yang merekam kejahatannya." Daniyal berpikir keras. Ia sangka masalah Chana tidak akan seberat ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Ada apa dengan masa lalu Chana? Kenapa gadis mungil itu bisa terlibat hal semengerikan ini? “Menurut loe, kasus ini bener berkaitan dengan Chana atau nggak?” Neil hanya diam. Menatap Daniyal intens. “Gue belum bisa ngomong apa-apa untuk saat ini. Tapi … kalau ternyata iya, loe ngerti posisi gue, ‘kan? Gue nggak mungkin terlalu lama mendiamkan masalah ini.” Daniyal terdiam. Tentu saja dia sangat paham maksud ucapan Neil. "Jadi gimana kesehatan cewek itu? Apa dia sudah mulai bisa mengingat sesuatu?" tanya Neil lagi. Daniyal menggeleng. "Dari terapi beberapa waktu lalu, ingatannya nggak hilang permanen. Hanya saja, mungkin kalau belum ada perkembangan lebih lanjut, kami bakal mencoba terapi hipnotis. Tapi itu belum tentu akurat. Terkadang alam bawah sadar seseorang menolak untuk mengingat peristiwa tertentu." "Jadi ..., kita cuma bisa menunggu ingatannya kembali tanpa batas waktu?" Nates bergumam. Daniyal meneguk espreso-nya. Merasa lidahnya tiba-tiba terasa pahit, teringat foto pria di liontin yang dikenakan Chana. "Sebenarnya ini nggak perlu jadi beban kalian. Biar gue dan Neil yang urus," ucap Daniyal. Nates mendengus. "Gue udah terlanjur tahu masalah ini. Lagian Raoul aja terlibat. Masa gue nggak ikut andil membantu dalam kasus ini." Ia berdecak. Si kembar ikut menggumam setuju. Merasa ingin dilibatkan pula. "Lagian, Mase, akhir-akhir ini hidup gue terlalu monoton. Gue perlu sedikit petualangan." "Ini bukan petualangan! Ini nyawa dan keselamatan! Jangan main-main!" Neil memprotes. Nates mencebik tak acuh. "Ini pertanda pelaku sudah tahu Chana berada di sini! Dan mungkin juga dia sudah mengenali loe, Mase." Neil beralih pada Daniyal. "Gimana kalau Chana berada dalam pengawasan resmi Kepolisian? Gue akan ajukan masalah ini ke rekan di Kepolisian kalau loe setuju. Gue nggak ingin terjadi apapun sama loe, bro, dan dia juga tentunya." Daniyal terdiam. Kemudian menggelengkan kepala. "Nggak bisa. Cewek itu sedang sakit. Dan gue seorang dokter. Dia akan bersama gue." Saudara-saudaranya saling berpandangan. "Uhm, gimana kalau gini. Pelaku sudah mengenali loe. Tapi gue nggak. Dia bisa bersama gue dalam pengawasan gue. Loe bisa tetap merawatnya," Nates menawarkan. "Dia bisa pindah ke mansion gue. Di sana penjagaannya jauh lebih ketat." Daniyal menyipit menatap Nates, kemudian mendengus terkekeh. "Loe bakal merayunya dalam pengawasan loe. Lalu membuangnya setelah bosan." Nates berjengit. "Gue nggak berpikir sampai ke sana ...." "Nope! Chana akan tetap di sini!" tegas Daniyal. "Loe sibuk di RS." "Loe juga sibuk ngurus perusahaan." "Di mansion gue ada banyak maid. Dan gue bisa suruh bodyguard buat jaga Chana." "Gue juga bisa lakuin itu di sini. Lagian bodyguard nggak bakalan bisa jaga Chana dari loe." "What?" Nates terbahak. "Gue nggak segila itu juga, bro.” "Terus apa maksud loe tadi, Chana tipe loe bukan tipe gue, huh?" "Lah, 'kan emang bukan tipe loe. Dari dulu 'kan loe sukanya cewek bohai tinggi semampai yang punya kesesuain penampilan sama loe. Sementara gue dari dulu sukanya yang mungil-mungil. Apanya yang salah?" "Salahnya, dia nggak aman di tangan loe!" ketus Daniyal. Saudara-saudaranya memandang Daniyal dengan alis terangkat. Lalu saling kerling dengan senyum mencurigakan. "Loe yakin nggak bakal merayunya dalam waktu dekat? Membuatnya berada di ranjang loe, dalam pengawasan loe tentunya?" Nates mengusilinya. "Yeah ... mengingat dia adalah saksi juga korban, gue harap pengawasannya nggak terlalu berlebihan. Untungnya waktu itu dia sudah sempat di visum," Neil mengulum lidahnya, menyembunyikan tawa. "Jangan sampai pas di visum lagi hasilnya beda." Nates terkikik. "Hm ... apalagi tadi kulihat, Chana nggak tidur di kamar tamu, tapi di kamar utama. Kenapa bisa gitu, ya?" Harzel bersiul. "Sudah berapa lama itu Mase?" tanya Rayel sok lugu. "Apa ... apakah Mase sudah ...," Harzel membuat gerakan menyatukan telapak tangan ke kuping kanan, membuat tanda 'bobo'. CUKUP SUDAH! Kesabarannya sudah habis! Daniyal menggelegak. Ia menyerang dan melempari mereka dengan bantal sofa, membuat adik-adiknya lari berhamburan. "ENYAH KALIAN SEMUA DARI SINI! TUKANG BUAT ONAR! DARI TADI, GUE SUDAH SANGAT SABAR, YA ...!!! MASIH DI BULLY TERUS!!!" Saudara-saudaranya tertawa-tawa, berlarian kocar-kacir ke seluruh penjuru mansion. Untung saja Mbok Sumi muncul menyelamatkan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN