"Aku tak bisa melihatmu terluka. Walaupun pikiranku membencimu, tapi hatiku berkata aku mencintaimu"
*****
Alleta mengerjap melihat hari sudah mulai malam, ternyata setelah menangis tadi ia tertidur di lantai yang tidak beralaskan apapun. Alleta yang menyadari dirinya terasa begitu mengenaskan tersenyum miris.
Aku benar-benar gadis gemuk yang bodoh, pikir Alleta.
*****
Alleta
Aku melirik jam di dinding menunjukan pukul 17.48
"Astaga! Lama sekali aku tertidur, aku harus segera bersiap"
Ketika hendak bangun aku merasa nyeri di kedua siku, ternyata lebam akibat aku bertumpu saat Edward mendorong hingga jatuh tadi. Dan ini sangat sakit. Aku bangkit perlahan dan melangkah menuju kamar mandi. Aku terkejut melihat tanda memar yang berbentuk jemari Edward. Dan oh! Apa ini, ada noda sedikit ungu di kedua rahangku akibat cengkraman Edward di wajahku juga!
"Astaga, ini sangat mengerikan",gumamku seraya menghela nafas.
Aku memperhatikan tubuhku yang disebut 'besar' oleh Edward. Siku memar, leher membiru, rahang memar, mata sedikit bengkak, bibir yang bengkak, dan hidung merah. Huft! Aku selalu sebal dengan efek yang terjadi ketika aku menangis, bibir bagian atas membengkak serta berwarna pink kemerahan, mata bengkak dan hidung merah seperti habis dipukuli banyak orang. Hhhh... aku kembali menghela nafas. Kunyalakan shower dan membersihkan tubuhku.Berharap seluruh lebam hilang karena tersiram air hangat.
Setelahnya aku membuka koper yang sudah dikemas oleh ibuku. Aku harus mencari baju yang dapat menutupi seluruh memarku ini.Aku membongkar seluruh pakaian yang dibawakan ibu, dan gerakanku terhenti pada sebuah french toast turtleneck berwarna shocking pink. Aha!
"Thank you, mom. Only you knows about me so well (Terima kasih, Bu. Hanya Ibu yang mengenalku dengan sangat baik)",girangku.
Aku mengambil celana denim berwarna biru gelap untuk kupadankan dengan bajuku.
Aku meringis melihat bentuk tubuhku, tidak ada bagus-bagusnya. Lenganku terlihat sangat besar, sedikit ketat di bagian d**a dan menonjol dibagian b****g. Astaga! Pantas saja Edward membencimu, leta! pikirku
Aku sedikit menggulung lengan bajuku sebatas bawah siku agar lenganku tidak terlalu terlihat besar tapi tetap menutupi memarku. Aku memberi sedikit foundation dibagian rahang putihku yang memar. Cukup tertutup walaupun masih terlihat sedikit memarnya. Kelopak mataku sudah cukup membaik dan hidungku sudah tidak merah lagi. Kubiarkan rambutku terurai untuk menutupi rahang memarku.
Yah, semoga malam ini berjalan dengan baik.
*****
Seluruh penghuni meja makan minimalis dengan 6 kursi menoleh ke arah gadis cantik bertubuh gempal, namun ada sepasang mata yang menelisik penampilannya dari atas ke bawah. Ya, dia Edward si pelaku kriminal tadi siang. Alleta yang merasa diperhatikan berjalan gugup dan berdeham.
"Maaf saya terlambat",ucap Alleta
"Tidak apa, leta. Kami juga baru saja turun. Ayo makan malam",ajak George
"Sini kak, duduk disampingku",seru Edwin dengan riang sembari menepuk kursi disebelahnya
Mau tak mau energi positif Edwin menular kepada Alleta. Ia tersenyum dan mengangguk, lalu mengambil posisi duduk di samping Edwin, dan berhadapan dengan Edward.
Elena tersenyum menatap Alleta, "Semoga kau suka masakan yang tante buat ya". Alleta menatap hidangan yang terdiri dari sup ayam, sate daging sapi, sambal goreng kentang, dan nasi hangat dan tiba-tiba ia merasa malu.
"Maafkan saya, tante. Saya tertidur terlalu lama, seharusnya saya membantu tante menyiapkan ini semua"
"Tidak perlu merasa bersalah, Leta. Kami tau kau pasti lelah setelah mengajak Edwin bermain sejak pagi dan langsung ikut kami perjalanan ke Bandung",balas George.
"Dan tak perlu memakai kata 'saya', anggaplah kami keluargamu juga, sayang",tambah Elena.
Alleta tersenyum menatap George dan Elena. Ia bahagia menatap dua insan yang masih tetap memiliki cinta begitu besar walau sudah belasan tahun hidup bersama.
Terkadang, ia masih membayangkan bagaimana rasanya kasih sayang seorang ayah. Ia sering berharap ibunya dapat menemukan jodohnya, sehingga ia bisa merasakan hadirnya sosok seorang ayah lagi di hidupnya. Ya, itulah sisi kelam masa lalu Alleta. Ayahnya berselingkuh dari ibunya, memiliki anak tanpa sepengetahuan Felicha. Seringkali ingin mencelakakan Leta, Mike dan Ibunya, menabrakan mobil di jalan raya, membawa bensin hendak membakar kasur akibat bertengkar dengan ibunya, dan menodong kakaknya, Mike dengan sebuah pedang. Hal itu tidak pernah lepas dari ingatan seorang Alleta.
Selama makan malam berlangsung Alleta menikmatinya dalam diam, memikirkan seluruh kejadian di masa lalu yang terjadi padanya. Tanpa ia sadari, pandangan Edward tidak terlepas dari Alleta. Pikiran pria itu berkecamuk.
Kenapa ia memakai baju tertutup seperti itu? Apa sikapku tadi benar-benar keterlaluan? Tidak! Ia pantas mendapatkannya. Jalang sepertinya harus diberi ancaman yang setimpal!, pikir Edward
George yang memahami kecanggungan antara dua insan di depannya. Ia meneliti wajah Alleta dan Edward. Dan pandangannya terfokus pada lebam di rahang Alleta, ia mengernyitkan dahinya.
"Alleta", panggil George
"Ya, om?"
"Apa yang terjadi pada rahangmu? Kenapa memar? Om rasa wajahmu masih baik-baik saja saat kita tiba disini", pertanyaan George sontak membuat Alleta tergugup dan Edward yang sejak tadi tidak mengetahui hal tersebut langsung menatap fokus pada rahang Alleta. Sial! Pikir Edward.
Elena beranjak dari tempatnya dan duduk tepat di samping Alleta, ia merapikan rambut Alleta dan menyentuh rahang gadis itu.
"Kya!",pekik Alleta
"Astaga! Ada apa denganmu sayang? Siapa yang berbuat hal ini padamu?",ujar Elena panik dan tanpa sadar menyentuh siku Alleta dan mengundang pekikan lagi dari Alleta.
"Kya!", pekik Alleta. Sontak Elena menarik lengan baju Alleta dan terkejut melihat lebam di siku gadis tersebut.
"Katakan siapa yang melakukan ini padamu, Leta", desak George yang tampak murka.
Alleta berusaha mengendalikan dirinya, ia mencoba menghilangkan gugupnya dan tidak menoleh ke arah Edward.
"Ini bukan perbuatan siapapun om, tante. Tadi aku terjatuh dari tempat tidur saat panik menyadari terlalu lama tertidur, rahangku terkena nakas dan ketika terjerembap ke belakang kedua siku ini menopang tubuh dan hasilnya memar-memar seperti ini, hehehehee...", jelas Alleta berusaha setenang mungkin agar kebohongannya tidak terbongkar.
"Apa kau berbohong, Leta?", selidik Elena
"Tentu saja tidak tan, sudah tidak perlu khawatir. Ini akan segera sembuh", ucap Alleta menetralisir keadaan.
"Kak leta",saut edwin
"Yes, sayang?"
"Kalau kakak sakit begini, kakak tidak bisa bermain denganku besok dong?",tanya Edwin membuat gugup Alleta benar-benar hilang. Alleta tersenyum menatapnya.
Ah, kau benar-benar penyelamatku Ed, ucap Alleta dalam hati.
"Tentu saja bisa, Ed. Kakak tidak apa-apa, dan pasti bisa bermain denganmu", jawab Alleta yang dijawab dengan senyuman dari Edwin disusul oleh senyuman George dan Elena.
Sedangkan Edward? Hanya terdiam di tempatnya, menatap Alleta dalam diam dengan berbagai pertanyaan hinggap dibenaknya.
"Sepertinya aku sudah selesai, aku akan kembali ke kamar untuk istirahat",ucap Edward dan segera beranjak dari kursinya. Sreg!
Tiba-iba Edward menahan teriak kesakitan, ia merasa nyeri di tangannya, dan sesuatu mengalir deras. Entah bagaimana caranya kursi meja makan sebagus itu terdapat ujung paku tajam yang munvul sehingga merobek kulit mulus Edward cukup besar.
"Astaga!",pekik Alleta dan Elena bersamaan.
"Mommy, I'm scared of blood! (Mommy, aku takut darah!)",teriak Edwin disertai tangisan membuat suasana semakin panik.
"Alleta, bisa kau bantu Edward, Edwin sangat takut dengan darah dan aku harus membawa Edwin ke kamarnya. Kotak P3K ada disamping kitchen set",pinta Elena yang langsung dijawab Alleta dengan gerakan cepat mengambil kotak P3K dan menarik tangan Edward yang tidak terluka.
"Ayo ke sofa, aku akan mengobati lukamu", ujar Alleta.
Disaat seperti itu Edward masih bertahan dengan egonya.
"Apa yang kau lakukan? Jangan sentuh aku!"
"Diam dan kumohon sekali ini saja turuti apa yang kulakukan, Edward", Edward, George, Elena, dan Edwin terperangah melihat ketegasan yang dilakukan oleh Alleta. Tanpa berkata lagi Alleta menarik dengan kencang tangan Edward menuju sofa ruang tengah. Mendudukan Edward yang masih tak berkutik atas sikapnya tadi.
Dengan cepat ia mengikatkan sapu tangan miliknya ke lengan Edward untuk menghentikan pendarahan pria itu. Lalu dengan sigapnya membersihkan luka tersebut dengan cairan pembersih luka. Setelah lukanya bersih dari darah yang mengalir, Alleta mengeluarkan alkohol untuk membunuh kuman di luka tersebut. Edward menggeram kesakitan sampai tak terasa kakinya menendang perut Alleta.
"Kya!!",Jerit Alleta yang terlempar. Edward bodoh yang hanya diam tak berkata melihat Alleta kesakitan karena ulahnya. Alleta pun tak bergeming, perlahan ia bangkit ke posisinya semula. Memberi obat merah pada luka Edward. Menutupnya dengan kapas bersih dan terakhir membalut luka Edward dengan kasa sehingga luka Edward kini sudah bersih dan tertutup dengan sempurna. Ya, Alleta mempelajari teknik seperti itu dari neneknya yang dulunya seorang dokter. Alleta membereskan kotak P3K-nya, mengeluarkan obat penahan sakit dan memberikannya pada Edward. Bagai keledai bodoh, Edward mengikuti apa yang diperintahkan oleh Alleta.
Sedetik kemudian Alleta melepaskan ikatan sapu tangan miliknya di lengan Edward dan meletakannya di samping Edward pada sofa.
"Sudah selesai",gumam Alleta kecil dan berlalu meninggalkan Edward begitu saja.
Edward? Hanya tercenung menatap perban di tangannya dan beralih ke sapu tangan Alleta yang tertinggal disebelahnya.
Baik Edward maupun Alleta. Tidak ada yang menyadari seseorang mengamati mereka dari kejauhan. George Arch. Pria tersebut mengamati seperti apa sikap anak pertamanya terhadap perempuan yang menyukai dirinya, dan responnya sangat memprihatinkan.
*****
Ketika ia sudah memastikan pintu kamarnya terkunci rapat, Alleta meringis memegang perutnya yang sangat sakit. Tendangan Edward begitu kuat, ia merasa perutnya akan memar menyusul tangan dan lehernya. Tubuhnya semakin terasa tidak enak dan ia tau ia akan jatuh sakit setelah ini. Ditengah ringisan kesakitannya, ia tersenyum geli mengingat Edward yang tak berkutik setelah ia bentak tadi. Dari senyumannya, perlahan maniknya mengeluarkan air bening yang secara lancang mengalir di wajahnya. Bodoh, ucap suara dalam benaknya.
Tok.. tok.. tok..
"Alleta, kau sudah tidur sayang?",panggil Elena. Dengan segera Alleta menghapus jejak air matanya dan membuka pintu kamarnya.
"Belum, tan. Silahkan masuk", tante Elena memerintahkan untuk menutup pintu dan duduk di tepi ranjang Alleta.
"Bolehkan aku berbicara?"
"Tentu saja, tante. Apa ada yang bisa aku bantu?"
"Aku ingin bertanya tentang memarmu, apa Edward yang melakukan itu padamu?",Alleta terbelalak mendengar pernyataan Elena.
"Bukan, kok tante. Seperti yang kukatakan tadi, selimut ini pelakunya, melilit kakiku sehingga aku..."
"Benarkah? Aku dan suamiku merasa kau menutupi sesuatu di balik memarmu. Demi Tuhan Alleta, katakan siapa yang melakukan ini padamu? Bila Edward orangnya, aku tidak akan membiarkan anakku bersikap kasar pada seorang wanita seperti ini. Aku malu menjadi orang tuanya, aku merasa gagal bila sikapnya seperti itu",jelas Elena. Alleta tersenyum sendu menatap Elena.
"Percayalah, tante Elena. Bukan Edward yang melakukan ini. Memang ia tidak menyukai keberadaanku, tapi bukan dia penyebab memar semua ini. Semua murni kesalahanku",ucap Alleta dengan nada rendah. Elena memperhatikan Alleta dengan seksama.
"Kau tau? Hanya kau yang bisa membuat Edward diam seperti tadi"
"Benarkah?"
"Ya, dia selalu semena-mena terhadap wanita lain selain diriku. Bahkan sampai sekarang ia tak punya kekasih. Ia selalu merendahkan wanita disekelilingnya, menganggap mereka tidak pantas untuknya. Sungguh, aku dan suamiku tidak pernah mendidiknya seperti itu. Entah bagaimana caranya ia menjadi seperti itu, All", Hati alleta menghangat mendengar penuturan Elena. Sungguh, orang tua yang sangat baik, pikir Alleta.
"Aku yakin suatu saat Edward akan berubah,tante",ucapku
"Dan setelah melihat kejadian tadi, kurasa hanya kau yang bisa merubahnya Alleta"
Alleta tertawa kecil "Itu bukan ukuran, tante. Bisa jadi karena ia sudah tak tahan sakit di tangannya",sangkal Alleta
"Ya, mungkin saja..."
"Yasudah, kau perlu banyak istirahat, jangan paksakan bermain dengan Edwin kalau kau tak kuat All. Edwin memang seperti itu jika menyayangi seseorang",ungkap Elena. Alleta tersenyum kembali.
"Aku tidak apa-apa kok, tante. Aku juga menyayangi Edwin seperti adikku sendiri dan aku juga bahagia bermain dengan anak semanis dia", jawab Alleta.
Sepeninggal Elena, Alleta berjalan menuju balkon kamarnya. Menatap langit yang terlihat cerah malam ini, bintang bersinar dengan indah. Pemandangan yang selalu disukai oleh Alleta.
Aku tak bisa melihatnya terluka. Aku memang membencinya, tapi hatiku mencintainya. Pikir Alleta.
Bibirnya bergerak menyenandungkan nyanyian yang terdengar sedih dan memohon akan sesuatu yang ia harapkan.
But I still be a fool
I'm a fool for you
Just a little bit of your heart
Just a little bit of your heart
Just a little bit of your heart is all I want
Just a little bit of your heart
Just a little bit of your heart
Just a little bit is all I asking for~
-Just a Little Bit of Your Heart- by. Ariana Grande
*****
Edward Darius Allan, seorang CEO Angkasa Corps. Matanya menyalang di atas ranjangnya yang hangat. Bukan karena rasa sakit akibat luka ditangannya, sakitnya sudah tidak terasa sejak meminum obat penghilang rasa sakit pemberian wanita yang sedang menari-nari dibenaknya. Ia sedang menatap sapu tangan gadis itu seraya memutar ulang kejadian yang dialaminya hari ini. Kekerasannya, perkataannya, bentakannya, dan lemahnya ia saat berhadapan dengan gadis yang sangat ia benci. Alleta Sylvannya.
Sial! Apa yang aku lakukan! Tidak seharusnya aku merasa tidak enak atas perlakuanku tadi siang, pikir Edward
Tapi tubuhnya memar akibat ulahmu bodoh! Aku yakin lehernya juga memar sehingga ia memakai baju itu, suara hatinya menyangkal pikirannya.
Tapi bukan Edward namanya apabila tidak mengutamakan egonya. Huh! Itu hanya sikapnya yang sok berhati baik. Aku tidak akan tertipu! Aku benci jalang itu! Pikirnya.
Ya. Edward menyangkal semua kata hatinya. Entah apa yang akan ia terima nanti. Begitu banyak luka yang ia torehkan di hati gadis cantik itu.
*****