10. Menghentikan Waktu (1)

1018 Kata
Emilia menatap pilu ekor Mermaid-nya. "Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana jika nantinya ibu tau?" ia kebingungan, berdiam diri di dalam kamar mandi membuat suhu tubuhnya merasa dingin dan menggigil. Seorang Dewi cantik muncul di hadapan Emilia, ia memakai kostum ala kerajaan kuno pada masanya. Warna coklat muda semakin menambah kesan anggun dan manis. "Anakku," suara lembut menenangkan itu menarik perhatian Emilia. "Kau siapa?" terkejut karena Emilia tidak mengenali wanita paruh baya itu. Setiap pengamatannya menilai segi penampilan seorang Ratu bersama wajah damainya seperti hanyutnya bunga teratai. "Aku adalah Ana. Kau sekarang tumbuh menjadi Mermaid yang cantik," Ana bersimpuh, akhirnya ia di izinkan bertemu Emilia setelah 18 tahun lamanya. Emilia masih tidak mengerti. "Ibuku adalah seorang penjual sayuran kubis. Tidak mungkin ibuku menjadi Ratu kerajaan," ia menggeleng tidak percaya, jika benar dirinya seorang Mermaid itu berarti dulunya bukanlah manusia seutuhnya. Kenyataan yang begitu pahit. Emilia malang, kasihan. Tangan dingin menyentuh pipi Emilia. "Kau sedang di rawat oleh manusia. Dia bukan ibumu," Ana berusaha meyakinkan Emilia, meskipun tidak mungkin anaknya mudah percaya akan ucapannya. "KATAKAN PADAKU! BAGAIMANA MENGHILANGKAN EKOR INI?" Emilia meraung berteriak tidak karuan, emosinya terlalu meledak-ledak. Ia sangat membenci situasi ini. Ekor Mermaid yang biasanya di tampilkan pada film televisi, sekarang menjadi kenyataan seolah peran itu berpindah pada dirinya. Ana tersenyum tulus. Ia mulai mengeluarkan kekuatan air lautnya, kemudian tangannya mengusap ekor Emilia yang sedang kering. Hingga menunggu beberapa detik saja berubah kembali menjadi kaki manusia. "Umurmu sudah cukup untuk menerima kekuatan dari ibu. Kau bersiaplah nak," bibir Ana mengucapkan sebuah mantra yang tidak di mengerti Emilia, entah itu bahasa apa lalu tangannya juga membentuk sebuah bola cahaya biru muda berkilauan. Emilia merasakan seluruh tubuhnya sakit, tersiksa dan perih. Karena tidak bisa menahan rasa sakitnya, Emilia berteriak menangis tiada hentinya. "HENTIKAN! INI SAKIT!" Emilia memberontak, namun apalah daya karena kakinya tak bisa berfungsi untuk berlari. "Maafkan aku Emilia. Setidaknya dengan kekuatan ini, kau bisa menjaga dirimu baik-baik. Jangan sampai manusia di daratan mengenalimu sebagai seorang Mermaid," Ana merasa bersalah, tidak ada pilihan lain. Ia merasakan naluri seorang ibu jika anaknya sedang dalam masa kesulitan. Bertemu Emilia di daratan bersama wujud Mermaidnya sangat berbahaya. Manusia pasti akan menjadikan sasaran perburuan. Tapi tidak lama kemudian tubuh Emilia merasa pulih dan bersemangat. Ia juga kenyang seperti menghabiskan porsi nasi enam kali. "Apa gunanya kekuatan ini?" sebenarnya Emilia enggan mempunya magic sempurna, apalagi pemberian dari orang lain yang mengaku sebagai ibunya. "Disaat kau berada di situasi berbahaya, gunakanlah kekuatanmu. Ada penghenti waktu, menghapus ingatan, juga membalas orang-orang jahat yang berusaha mencelakaimu," jawab Ana menjelaskan fungsi dari kekuatannya. Emilia tersenyum lega, itu artinya Rosemary tidak dapat merebut kalung. Kalung? "Apa kau juga mempunyai kalung mutiara laut?" bertanya ragu-ragu, Emilia sangat membutuhkan benda berharaga itu. Ana mengangguk. "Maksudmu yang ini?" ia menunjuk kalung mutiara laut melingkari lehernya. "Ambillah," dengan senang hati Ana memberikannya pada Emilia. "Itu milikmu." Emilia segera memakai kalungnya. "Terima kasih banyak!" serunya terlalu bersemangat. "Tunggu!" Ana memicing curiga. "Kalung yang aku berikan padamu kemana?" perasanya mulai gundah, apakah jatuh ke tangan orang jahat? "Aku-" bingung mencari jawaban tepat, haruskah ia mengatakan saja bila kalung itu di ambil oleh Rosemary? "Jatuh. Aku tidak tau jatuhnya dimana," terlalu cepat Emilia mengatakannya demi menutupi rasa gugupnya. "Kau yakin?" Ana tidak muda percaya. Untuk melepaskan kalung itu haruslah dengan cara sedikit kasar, penyatuan setiap benang dan mutiara laut saling menyambung rapat. Emilia mengangguk. "Aku yakin." "Percayalah, kalung itu pasti akan menjadi milikmu lagi. Dia kembali," ucap Ana menenangkan kegelisahan Emilia. "EMILIA? KAU BERBICARA SENDIRI?" suara Inara dan ketukan pintu kamar mandi itu membuat Emilia kebingungan. "Kau pergilah! Jangan kembali disini lagi!" usirnya pada Ana, Ratu kerajaan yang entah darimana namun memiliki pengetahuan tentang seluk-beluk Mermaid. "Iya bu? Sebentar! Aku sedang membilas wajahku," jawab Emilia berbohong. Inara berlalu pergi. Ia heran mengapa Emilia berbicara sendirian di kamar mandi. "Bahkan Emilia tidak bilang ada tamu yang datang di rumah," Inara baru saja membereskan tiga gelas kosong di ruang tamu. *** Rosemary masih berdiri di depan cerminnya, mengagumi kalung yang berhasil ia rebut dar Emilia. "Sekarang nasibmu ada di tanganku. Pasti ibumu tau bahwa kau hanyalah Mermaid," seriangaian jahat dari bibir Rosemarg itu terlihat menyeramkan bagi siapa saja. "Aku tidak sabar, besok Emilia pasti enggan masuk ke sekolah," Rosemary duduk di ranjang tempat tidurnya, kamar luas yang terasa dingin karena adanya AC. Hidupnya jauh berbeda dari Emilia, termasuk barang-barang yang ada di dalam rumahnya. Rosemary berpikir bahwa ia memiliki segalanya daripada Emilia. *** Hari Selasa, Emilia tetap pergi ke sekolah. Ia tidak perlu mengkhawatirkan tentang kakinya lagi. Semuanya akan aman selama kekuatan dari Ratu itu ada di dalam tubuhnya. "Kau kemarin memang lelah ya?" Arinalue bertanya. Seperti kebiasaan di pagi hari berangkat bersama Emilia jalan kaki ke sekolah. Ternyata yang membuat kebohongan lelah adalah Rosemary sendiri. Emilia tidak sempat mengobrol lebih lama dengan Arinalue dan Ace. Emilia mengangguk. "Kemarin aku memang merasa lelah. Maafkan aku tak bisa membantumu menyelesaikan tugasnya," sedikit merasa bersalah, karena Rosemary sendiri yang telah membuang separuh waktunya untuk berdebat di kamar mandi hanya memperebutkan sebuah kalung berharga mutiara laut. Arinalue tersenyum masam. "Tidak apa, Ace dan aku menyelesaikan tugasnya. Sedangkan Fortuna dia sibuk membaca majalah sekolah bulanan. Heran saja, kita mendapatkan anggota kelompok pemalas seperti dia dan Rosemary yang hobi bermeditasi di kamar mandi," bersungut kesal, Arinalue muak dengan Rosemary dan Fortuna, keduanya tidak membantu sama sekali. Emilia terkekeh. Tampaknya Arinalue sudah lama menahan gejolak emosinya. "Ayo, kita harus ke kantin sebentar. Membeli makanan ringan sembari menunggu bel masuk tiba." Sebuah mobil melintasi Emilia dan Arinalue, terlihat Rosemary yang tadinya menikmati pemandangan daratan bersama gedung pencakar langitnya dibuat terkejut saat melihat Emilia mengenakam seragam sekolah juga dapat berjalan. Bagaimana bisa ini terjadi? Tidak mungkin ada sebuah keajaiban terjadi dalam satu waktu. Sangat mustahil. "MAMA! BERHENTI!" spontan Rosemary berteriak lantang, Riana pun mengerem mobilnya secara mendadak. Beruntungnya juga Rosemary menggunakan sabuk pengaman. Rosemary terburu-buru mengambil sebuah botol berisi air dari dalam tasnya. Karena kaca mobil yang terbuka semakin memperlancar aksinya untuk menjahili Emilia. Lihat saja, kakak tirinya itu akan berubah menjadi Mermaid hanya menyiram air di kakinya. "AH!" Emilia terkejut, bukan sekedar sensasi dingin di kakinya melainkam lemparan sebuah botol menghantam keras kulitnya. ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN