4 Tahun Yang Lalu

808 Kata
Eksas tersenyum melihat beberapa gambar yang dikirim oleh bunda-bunda Elzin di tempat penitipan anak. Dia baru bisa melihat ponsel saat jam istirahat datang. Anaknya tampak bermain dengan teman-teman yang lain dengan gembira. Bahkan Elzin sangat aktif sekali. Senyum Eksas tiba-tiba menghilang. Wajah Elzin mengingatkan Eksas dengan wajah Daffa ketika mereka dulu masih bersama. Tersenyum hangat kepadanya. Tatapan penuh cinta dan juga suara lembut yang membuat Eksas terpesona. Flashback On "Kamu sudah kelelahan?" Daffa menatap wajah perempuan yang sudah menjadi istrinya itu. Mereka masih dibilang pengantin baru. Usia pernikahan masih berjalan kurang lebih 3 bulan. Keringat membasahi tubuh Eksas. Suaranya sedikit serak seakan-akan kehabisan karena terus-terusan bersuara. Eksas benar-benar kelelahan. "Istirahat dulu," pinta Eksas dengan tatapan sayu. Wajah Daffa memerah. Dia bisa melihat bagaimana kecantikan tubuh sang istri yang sudah membuat dirinya kecanduan. Tatapan mata Daffa seakan menjelaskan apa yang dia inginkan sekarang. Akal sehatnya seperti sudah hilang entah kemana. Daffa masih menginginkan sang istri. Dia masih ingin membuat Eksas lebih banyak bergerak, lebih banyak berkeringat dan lebih banyak bersuara. "Maaf, Sayang. Sepertinya aku tidak bisa menahan lagi, meskipun hanya sebentar." Daffa kembali menyerang sang istri. Wajah dan telinga memerah. Apa yang dia rasakan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Daffa tampak lebih semangat daripada sebelumnya. Eksas sampai kewalahan sendiri. Akhir-akhir ini tubuhnya lebih mudah lelah dibanding sebelumnya. Meskipun Eksas tidak punya banyak tenaga, dia tetap menerima segala perlakuan sang suami yang penuhi dengan gairah membara. Segala macam kenikmatan mereka rasakan. Raut wajah yang dipenuhi api membara seakan-akan ingin membakar cinta mereka satu sama lain. Eksas benar-benar kehabisan tenaga. Dia tidak sanggup lagi. Sampai akhirnya Eksas memejamkan mata. Dia masih bernafas, hanya saja tidak sanggup untuk sekedar menggerakan anggota tubuh atau bahkan mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Eksas butuh istirahat. Hal itu membuat Daffa menyadari bahwa dirinya benar-benar seperti binatang buas. Sebelumnya Daffa tidak seperti ini. Daffa mengambil air hangat. Dia membersihkan tubuh sang istri yang terasa lengket dari berbagai macam cairan. Setelah itu, Daffa menutupi tubuh Eksas dengan selimut. "Maaf, Sayang." Daffa mengecup Eksas. Matanya berkaca-kaca. "Aku hanya pergi sebentar," ujarnya lagi. Daffa tidak bisa berpamitan secara langsung. Dia tidak kuat. Daffa memang pengecut. Tapi dia tidak punya jalan lain. Daffa harus menyelesaikan segalanya. Kakeknya sudah mengetahui keberadaan Daffa. Bahkan sang kakek sampai mengancam akan mengganggu Eksas jika dirinya tidak kembali ke perusahaan. Keesokan harinya. Eksas terbangun dengan tubuh yang terasa letih, lesu dan sakit. Ada beberapa area tubuhnya yang terasa sakit. "Mas," panggil Eksas karena tidak melihat keberadaan sang suami. Biasanya saat membuka mata, Eksas akan melihat wujud Daffa. "Kemana Mas Daffa?" tanya Eksas pada dirinya sendiri. Eksas kesulitan untuk bangun. Tapi dia tetap ingin bangun untuk mencari keberadaan sang suami. Bekas-bekas memadu kasih dirinya dan sang suami terlihat jelas di tubuh Eksas. Kalau diingat lagi, Eksas menjadi malu sendiri. Suaminya memang luar biasa. Hanya saja Eksas yang punya tubuh lemah sehingga tidak bisa menyeimbangkan sang suami. "Mas..." Eksas berjalan dengan pelan seraya memanggil Daffa. "Mas," panggilanya lagi. Tapi Daffa tidak kunjung memberi respon. Matahari belum terbit, kemana suaminya itu? Apa ke kebun? Eksas menggeleng. Tidak mungkin, Daffa tidak pernah pergi ke kebun ketika matahari belum terbit. Meskipun dengan tubuh sakit untuk berjalan, Eksas tetap mencari keberadaan Daffa di seluruh area perumahan yang mereka tinggali. Pikiran Eksas benar-benar kacau. Setelah ia selesai shalat, wujud suaminya tidak juga terlihat. Eksas bertanya kepada tetangga atau orang-orang yang memang sudah lama bekerja dengan keluarga Eksas untuk mengurus perkebunan. Tapi mereka tidak melihat keberadaan Daffa sama sekali. "Apa sudah ditelpon, Mbak?" tanya Mang Asep. "Mas Daffa nggak bawa hape, Mang." "Oalah, kemana suamimu itu?" Bude Siti ikutan panik. "Nggak tau bude." Mata Eksas sudah berkaca-kaca. Sejak tadi dia sudah menahan diri untuk tidak menangis. Kehebohan terjadi begitu saja. Daffa menghilang secara tiba-tiba dan tidak kunjung muncul bahkan sampai matahari terbit. Selama ini Daffa hanya menyibukkan waktu dikebun dan tidak pernah keluar dari perdesaan. Tapi sekarang, tidak ada satupun warga desa yang melihat Daffa. Eksas takut jika Daffa diculik. Warga desa membantu Eksas mencari keberadaan Daffa. Eksas sampai tidak sadarkan diri saat ada salah satu warga yang mengatakan bahwa ada mobil hitam yang tiba-tiba masuk ke area pedesaan tadi malam. Mobil yang tidak dikenal sama sekali dan Daffa masuk ke dalam mobil tersebut. Eksas tergeletak di ranjang. Banyak ibu-ibu yang khawatir padanya. Jelas saja karena persaudaraan di desa ini sangat kuat. Apalagi ayah Eksas sangat berjasa untuk membantu penduduk desa mendapat pekerjaan. Warga desa sepakat untuk mendatangi kantor polisi atas kasus Daffa yang tiba-tiba menghilang. Tapi sebelum itu, mereka harus menunggu selama dua puluh empat jam terlebih dahulu. Eksas membuka mata secara perlahan-lahan. Hal pertama yang ia lakukan adalah mencari sang suami. "Sabar, Nak. Suami kamu pasti kembali." Ibu-ibu desa berusaha menenangkan Eksas. Eksas sangat takut, dia hanya memiliki Daffa selain warga desa. Eksas tidak ingin kehilangan Daffa sama sekali. Apalagi Ayahnya baru meninggal 1 bulan yang lalu. Eksas hanya bisa menangis. Flashback Off
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN