Episode 2. Gadis Pencuri Hati

1237 Kata
Jatuh cinta, prosesnya terkadang teramat sangat unik. Namun, juga merepotkan bila ternyata orang yang berhasil mencuri seluruh perhatian tersebut merupakan kekasih sahabat atau malah saudara sendiri. Ruis membuang jauh-jauh pemikiran primitif itu dari kehidupannya, tetapi apa yang terjadi kali ini sangat berbeda. Gadis itu mengabaikannya dan itu justru yang membuatnya tertantang. "Kamu sibuk kuliah, sedangkan aku sibuk bisnis. Kak Hasan janji akan meluangkan waktu di akhir pekan ini agar kita bisa jalan-jalan berdua," ujar Hasan menenangkan sang kekasih, Sekar. "Kita satu kota, tapi seperti beda negara," balas gadis itu tertawa. Ruis hanya diam, duduk lebih condong menatap ke arah MC yang sedang mengisi acara Live Band Indi yang akan segera tampil ke atas panggung. Namun, entah mengapa telinganya tidak juga mampu menutup untuk tidak peduli dengan apa ya g sedang dibicarakan oleh dua sepasang kekasih yang duduk di seberang mejanya. Suara gadis itu terdengar merdu, tidak terdapat kemarahan dan hanya protes manja yang sangat nyaman di telinga. Rasanya sangat iri ketika ada satu orang wanita yang sedang mengkhawatirkan kesehatannya alih-alih senang ditinggal bekerja untuk menumpuk uang. Gadis yang diberikan akses black card untuk berbelanja, tetapi menolaknya dengan alasan hanya butuh jalan berdua bukan uang. "Astaga, perasaaan macam apa ini," batin Ruista geram. Gelenyar nyeri dan tidak suka hadir menyelimuti hatinya. Gadis itu tampak cantik dengan balutan gaun selutut dengan lengan yang digulung menggunakan tab pada bagian lengan. Perpaduan warna peach dan soft blue yang sangat menawan untuk kulitnya yang putih bersih. Ruis membayangkan betapa bahagianya bisa memeluk dan memiliki gadis itu untuk dirinya sendiri. Seorang yang tidak menganggapnya ada meskipun ia seorang yang tampan di antara pengunjung kafe lainnya, terutama bila diadu dengan penampilan Hasan yang biasa saja. "Aku besok akan ke Perpustakaan Nasional untuk mencari beberapa referensi buku. Kakak tidak bisakah menyusul ke sana untuk menemaniku?" Suara gadis itu berhasil membuat Ruis melirik ke arahnya. Lagu yang sudah mengalun indah, minuman yang sudah di atas meja masih saja tidak mampu mengalihkan perhatian Ruis dari setiap gerakan yang dilakukan gadis itu dari pikirannya. "Wah, jadwalku padat sampai jam sembilan malam, Sayang," jawab Hasan merasa menyesal. "Baiklah, tidak masalah," balas Sekar tertawa kecil. "Aku biasa sendirian, lagi pula ayahku tidak menyukai aku merepotkan orang lain." "Aku merasa sangat tidak kompeten jadi kekasihmu," keluh Hasan sambil tertawa. "Sangat! Tetapi aku tetap mencintaimu." Bibir gadis itu mengerucut. Ruista yang mendengar pengakuan dan ekspresi gadis itu diam-diam tersenyum geli. Tidak pernah dia temui tipe perempuan yang memiliki sifat seperti Sekar. Memahami apa yang dikerjakan kekasihnya dan cara protes yang sangat lucu. Alangkah indahnya bila gadis itu mengucapkan kalimat manis itu padanya. Ruis benar-benar merasa sangat menginginkan gadis itu bagaimanapun caranya. "Ruis, kenapa kau diam saja? Ya Tuhan!" sergah Hasan meneguk minumannya sambil menggelengkan kepala ke arah Ruis. "Lanjutkan saja obrolan kalian. Aku sedang menikmati musik yang sedang dinyanyikan," ujarnya dengan suara datar. Ia mengambil minumannya dari atas meja sambil melirik Sekar yang sedang menatap juga ke arah panggung. Sama sekali tidak ada tangkapan gadis itu memandang ke arahnya seakan dirinya saat ini tidak ada dan hanya Hasan saja yang ada di sana. Ruista mendadak geram dengan tingkah gadis itu selama beberapa jam mereka duduk bersama. "Band di sini meskipun berlabel indi, tapi kualitas musik tidak bisa diragukan lagi," ujar Hasan memberi tahu. Ruis hanya menganggukkan kepalanya, kembali tatapannya mengarah kepada Sekar, jantungnya berdesir tatkala membayangkan gadis itu kekasihnya dan bukan kekasih Hasan. Rasanya sangat frustrasi hingga Ruis pun meminta izin untuk pergi ke toilet. Ruis mendadak merasa mual, dengan hati dan pikirannya yang tiba-tiba menjadi sangat aneh dan terobsesi. Apa yang tersaji di hadapannya biasa saja, tetapi entah mengapa rasanya sangat menjengkelkan ketika satu tatapan saja gadis itu tidak melakukannya. Ia hanya ingin memastikan apa yang dirasakannya salah, sayangnya gadis itu tidak merespon apa yang diharapkan pria itu dengan sedikit menoleh dan berbicara dengannya. "Aku bukan tipe pria perusak hubungan orang, lalu kenapa aku malah tertarik dengan kekasih Hasan yang biasa saja itu? Oh, Tuhan!" geramnya sambil menyugar rambutnya ke belakang, tatapannya mengarah pada cermin yang ada di hadapannya. Perasaan tidak menentu yang timbul kembali setelah sekian lama ia membenci dan muak dengan keberadaan wanita. Beberapa dulu berhasil menarik minatnya untuk menjalin hubungan serius dan merencanakan masa depan. Namun, kenyataan bahwa wanita itu tidak memiliki niatan tulus dan hanya menginginkan harta dan kedudukannya saja sudah tentu membuat Ruis kecewa. Ia pun membangun tembok tinggi dan menyeleksi siapa yang layak untuk menjadi pendamping hidup kelak dengan tidak semudah itu memercayai apa yang diucapkan wanita soal cinta. Beberapa saat setelah berhasil menenangkan diri dengan mencuci muka dan berdiam di dalam kamar mandi, Ruis pun memutuskan untuk kembali ke ruangan Kafe di mana Hasan dan Sekar berada. Ponselnya tertinggal di sana, dan itu cukup menjadi alasan kenapa dia kembali dan tidak langsung pulang saja dengan pura-pura tidak enak badan. Pandangannya menyapu ke seantero ruang, terutama yang menjadi tujuannya yaitu meja Sekar. Pria itu sampai di sana dan mendapati hanya tinggal gadis cantik itu yang duduk di sana. Ia pun dengan canggung kembali ke tempatnya sambil melirik ke arah Sekar. "Hasan ke mana?" tanya Ruis menatap sekilas. Rasanya kesal bukan main ketika jiwanya yang keras dan dingin meluber di hadapan gadis biasa tersebut. "Dia mendapat panggilan, katanya ada sesuatu yang harus diselesaikan. Dia tadi menelpon, tapi ternyata ponselmu tertinggal di sini," jelas Sekar dengan tatapannya fokus mengarah kepada Ruis. Rasanya gelenyar kepuasan dan bahagia muncul ketika mendapati bahwa Sekar kini sedang menaruh perhatian padanya, menganggapnya ada dan berbicara dengannya. Ruis pun buru-buru mengangguk. "Aku menunggumu karena tidak mau kamu bingung ketika kembali ke sini dan mendapati kami berdua sudah tidak ada," jelas perempuan itu lagi dengan tatapan canggung. "Iya, dia mencoba menghubungiku," sahut Ruis memperlihatkan layar ponselnya terdapat pesan dari Hasan. "Oh, iya." Gadis itu mengangguk kemudian mulai merapikan meja bagiannya. Ruis merasakan ketertarikan yang luar biasa untuk terus menghabiskan waktu bersama gadis itu. Tanpa Hasan di antara mereka berdua tentu saja ini adalah peluang yang Tuhan ciptakan untuknya, bukan? Ruis merasa tidak ingin menyia-nyiakan waktu berharga ini begitu saja. "Kau sudah ingin pergi?" "Iya, lagi pula Hasan sudah pulang." Gadis itu menatap sekilas lalu kembali pada kesibukan mengatur buku-buku ke dalam tas. "Aku akan mengantarmu pulang," ujar Ruis tidak dengan nada penawaran, tetapi pernyataan. "Tidak usah!" Gadis itu menggelengkan kepalanya, menolak. "Oh iya, lupa." "Kenapa?" Tatapan Sekar yang tadinya mengarah kepada barang bawaannya yang berserakan di atas meja kini terlempar lagi dengan polos kepada Ruis. Ia merasa ucapan pria itu sangat membingungkan. "Aku tadi ke sini numpang mobil Hasan, bagaimana caraku mengantarkan kamu pulang," ucap Ruis tertawa lepas. "Oh," gadis itu mengernyitkan dahinya lalu tersenyum sekilas setelah memahami maksud yang disampaikan oleh Ruis. "Aku jadi malu," ujar Ruis menundukkan kepala, tawanya belum sepenuhnya berhenti. "Tidak masalah, kita bisa pulang naik taksi masing-masing," cetus Sekar kini sudah selesai dengan barang-barangnya. Sikap gadis itu dingin bagai tak tersentuh. "Ok, baiklah. Senang bisa bertemu dan berkenalan denganmu." Ruis mengatakannya dengan tatapan mata penuh kelembutan. "Oh, iya. Senang juga bisa bertemu dengan sepupu Hasan," balas Sekar mengangguk datar, tanpa minat. "Sulit, sangat sulit untuk mendapatkan perhatian khusus dari gadis ini," geram Ruis dalam hatinya. Gadis itu kemudian pergi, tidak lagi memedulikan bagaimana reaksi dari Ruis. Tugasnya dari Hasan untuk memastikan pria itu tidak bingung dengan kepergian kekasihnya yang mendadak. Ruis masih di sana, hatinya sangat kecewa ketika gadis itu menyebutkan nama sepupu Hasan di balik pertemuan ini. Rasanya sangat menyedihkan. "Lihat saja, aku pasti bisa membuatmu berpaling darinya dan hanya melihatku saja!" tekad Ruis sambil mengepalkan jemari tangannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN