Bab 8 Aku Tenggelam

1791 Kata
Sekar mencebikkan bibirnya. Menatap pria yang berada di depannya dengan kemarahan yang ditunjukan tanpa bisa dibendung lagi. Sesaat tadi dia sempat tercenung dan tidak mampu berpikir apa pun kecuali mengkhawatirkan ponselnya. Setelah sadar bahwa pria yang menabraknya merupakan sepupu dari kekasihnya, wanita itu mendorong Ruis dengan seluruh tenaga yang dimilikinya. “Kau lagi!” umpatnya segera berlalu dari hadapan Ruis. Gadis itu berjalan tergesa dengan kaki mengentak ke arah di mana kolam telah menenggelamkan ponselnya. “Huh, sial sekali bertemu dia lagi.” Ruis menunduk penuh sesal, tetapi ia tidak memiliki pilihan lain. Ia pun mendekat dengan langkah pelan dan berdiri di samping wanita yang telah membawa dampak luar biasa terhadap nalarnya dalam berpikir. Ruis sendiri tidak menyangka telah melakukan hal seperti itu, tiba-tiba saja ide itu muncul seketika dan ia tidak mampu mengendalikan diri. “Hei, kau mau apa!” cegah Ruis menahan lengan Sekar agar tidak nekad menceburkan dirinya ke dalam kolam demi ponsel sialan itu. Dengan sekuat tenaga ia menghalangi langkah Sekar yang malah menepis tangannya agar tidak menyentuh. “Minggir! Kamu hanya membawa kesialan!” rutuk perempuan itu dengan mata berkaca-kaca. Terlihat bibirnya bergetar menahan tangis. Matanya yang indah tampak memerah dan hati Ruis pun tercabik saat melihatnya seperti itu. “Kolamnya dalam, Sekar. Tolong jangan bertingkah konyol!” “Konyol? Kamu yang konyol, dasar pembawa sial!” Sekar masih mencoba untuk menerobos barikade yang coba Ruis lakukan untuk mencegah gadis itu mendekati kolam. “Minggir, aku harus mengambil barangku!” “Aku akan bertanggung jawab, aku akan ganti ponsel dengan yang baru. Kalau perlu yang paling mahal sekalipun,” tegas Ruis dengan wajah memaksa. “Aku tahu kamu sengaja melakukannya, 'kan? Kenapa kamu tega berbuat seperti itu?” tuduh Sekar sengit. Tubuhnya langsung lemas dan terduduk di lantai tanpa daya. Ia merasa sangat kesal dengan kehadiran pria itu yang membawa mood buruk setiap bertemu. Sejak hari itu ia sadar bahwa pria itu berbahaya. Otaknya sudah memperingatkan agar menjauh dari pria itu secepatnya atau kesialan lain akan terus membayangi. Dan hari ini sebagai buktinya. “Aku minta maaf dan bersedia membayar berapapun ganti rugi atas kerusakan yang kusebabkan,” urai Ruis penuh harap. Sorot matanya melembut dan suaranya penuh dengan kesabaran. Ia mencoba untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar menyesal. “Benar?” Sekar menatap Ruis dengan kekesalan. Tangannya cepat-cepat menghapus air mata yang sempat menetes. Apalagi setelah memastikan kalau kini dirinya menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di sana. Sekar menjadi sangat malu. “Iya, akan kulakukan untuk menebus kesalahanku,” tegas Ruis penuh keyakinan. “Kalau begitu turun ke kolam itu dan dapatkan ponselku!” perintah Sekar dengan tangan menunjuk pada bayangan ponsel yang masih bisa terlihat dari permukaan karena Alli sudah memerintahkan kepada penjaga taman untuk mematikan pompa air mancur dan air sudah tampak mulai tenang. “Aku? Yang benar saja!” Ruis melotot tajam ke arah Sekar yang memandangnya dengan angkuh. “Aku akan membelikan yang baru, yang lebih mahal,” tolak Ruis menggeleng. Tidak mungkin ia akan melakukan hal memalukan seperti itu. Ia adalah pewaris Ruista Global Hotel, pria itu menggeleng tegas. Dalam kamus hidupnya tidak ada kekacauan seperti hari ini dan ia menyesal telah melakukan itu dan berada di dalamnya. “Kalau tidak mau, minggir! Siapa suruh menabrak dan membuat ponselku terjatuh!” Sekar menggeser tubuhnya ke samping dan berjalan menuju ke pinggiran kolam. Beberapa penonton pun bersorak riang, meneriaki kenekatan yang ditunjukkan Sekar terhadap pria yang beberapa di antaranya mulai mengenali sosok pria itu sebagai Ruista—penguasa RGH yang baru. “Huuuuu, ambil ... ambil!” teriak mereka berbarengan sambil bersiul penuh tawa riang. “Ya, Tuhan, Sekar,” desis Ruis frustrasi menatap keadaan semakin kacau. Apalagi kini tampak Sekar mulai melepaskan jam tangan, flatshoes, serta tas selempang yang dibawanya ke atas pinggiran kolam. Pria itu pun mengembuskan napas sebelum akhirnya ikut menggulung lengan kemejanya sampai ke siku. Tatapannya kini mengarah pada Alli yang ikut menghela napas pada kekacauan yang ditimbulkan tuan mudanya. Namun, ia tidak akan membantu. Alli sudah memutuskan untuk membiarkan Ruis menyelesaikan apa yang dimulainya dan menuntaskan misinya sendirian. Ia hanya akan menyimak dan memastikan tuan muda aman dari orang-orang yang bisa saja ingin mengambil kesempatan untuk mencelakakan Ruis. “Baiklah, aku yang akan turun dan mengambilnya!” teriak Ruis ketika melihat Sekar sudah siap turun. “Diam di sana!” “Kamu yakin bisa?” cibir Sekar mendengus, gadis itu masih sibuk mengurus barang-barangnya. “Alli bersihkan area ini dari orang yang tidak ada kepentingan di sini!” perintahnya dengan tatapan tajam kepada asistennya. “Siap, Tuan.” Dan dengan satu kibasan satu tangannya semua orang yang menonton aksi heroik Ruis membubarkan diri. Ternyata banyak pengawal yang sengaja diletakkan di titik-titik tertentu datang dan membubarkan massa. “Ayo bubar—bubar!” “Huuuuu!” seru mereka merasa terganggu dan kecewa karena dibubarkan paksa. Ruis pun kembali fokus pada ponsel yang layarnya sudah mati, masih berada di dalam sana. Ia tidak menyangka Sekar akan berkeras seperti itu, dan ia tidak bisa membiarkan wanita itu masuk ke dalam dan mengotori tubuhnya dengan air kolam. Tidak boleh, serunya dalam hati. “Duduk di sana dan biarkan aku yang ambil,” tegasnya pada Sekar dan ia pun mulai melakukan tugasnya. Memasuki kolam dengan celana panjang kantornya tanpa digulung. Baginya percuma karena toh kolam itu kedalamnya sampai pada pinggang atau mungkin malah d**a. Dan inilah akhirnya, semua yang ada padanya basah seketika. Sekar terdiam di pinggiran. Hatinya teramat marah hingga pemandangan itu sama sekali tidak menyentuh hatinya. Rasa sedih dan kesal sudah terselubung menguasai alam pikirannya hingga ia tidak mau memaklumi apa yang telah dilakukan Ruis padanya. “Tidak usah marah, aku akan ambil ponselmu!” desis pria itu melirik ke arah sekar sambil bergerak maju ke arah ponsel itu berada. Ruis berjongkok, umpatan kecil keluar dari bibinya karena untuk mengambil ponsel itu ternyata harus membuatnya menenggelamkan tubuh sepenuhnya. Di dalam sana ia pun sadar bahwa rasa cintanya kepada gadis itu teramat besar hingga rela berbuat demikian. Sesaat ia malah menyukai kekonyolan hari ini. Rasanya ia ingin terbahak menyadari betapa ia sangat menikmati ketenangan saat berada di dalam kolam. Tenggelam mungkin bukan pilihan yang buruk untuk membuang suntuk untuk beberapa saat. Dan detik demi detik pun berlalu begitu saja. “Hai, Kak Ruista!” panggil Sekar merasa Ruis tidak bergerak dari tempatnya. “Hai, kau—lakukan sesuatu! Dia—” Sekar yang menyadari tubuh Ruis masih belum bergerak dari tempatnya berdiri di dalam kolam segera panik. Ia berjalan mendekati tepian dengan wajah gelisah. Namun, Alli hanya memandang gadis itu tanpa berniat untuk membantu dan menceburkan diri ke dalam kolam. Rasanya ia cukup tua untuk melakukan hal heroik seperti itu. “Hai, kamu ini asistennya atau bukan, sih?” hardik Sekar kesal bukan main pada sosok pria bertubuh besar itu, apalagi keadaan di sana lengang tidak ada seorang pun kecuali mereka bertiga. Sekar yang sudah kadung geram dengan keadaan yang tiba-tiba tidak menyenangkan ini pun segera turun dan menginjakkan kakinya ke dasar kolam yang terasa dingin. Sambil menarik napas dalam-dalam Sekar menerobos ke dalam air dengan langkah hati-hati. Perasaannya terasa memburuk dengan Ruis yang masih berada di dalam kolam belum menyebul ke atas permukaan. “Kak Ruista! Hai, jangan bercanda, aku sangat takut!” teriak Sekar memanggil pria itu masih dengan gerakan menyibak air dan bergerak lebih cepat. “Ruis!” teriaknya lagi semakin gelisah. Alli yang mulai menyadari ada yang tidak beres pada tuan mudanya pun segera melepaskan sepatu dan segala atribut yang ada padanya dengan tergesa. Ia tidak menyangka pria itu tidak sedang mencoba bermain-main dengan Sekar. Dengan kepanikan yang tidak berbeda dengan yang dirasakan Sekar, pria itu menceburkan diri dan membelah air dengan kecepatan yang bisa dilakukannya. Airnya terasa semakin dalam, dan ia pun berupaya untuk menyelam sebelum akhirnya Sekar yang sudah sampai di sana lebih dulu menarik tubuh Ruis dari dalam. “Kak, bangun!” teriak gadis itu ketika berhasil meraih tubuh pria itu dalam dekapan. Napasnya terengah-engah dengan susah payah menahan bobot tubuh Ruis yang sudah ikut menyebul ke permukaan. Pria itu terbatuk-batuk dan meraih lengan Sekar untuk berpegangan. “Tuan Ruis,” panggil Alli dengan wajah tegang. “Uhukk ... uhukkk!” Ruis masih saja tersedak. Hingga Alli kini berhasil meraih keduanya dan membantu Ruis ke tepian bersama Sekar. Setelah sampai ke tepian kolam, Sekar bergerak ke atas lebih dulu, menarik tangan pucat Ruis dibantu Alli dari bawah hingga akhirnya pria itu berhasil naik ke atas dan terduduk di atas lantai. “Oh, ya Tuhan.” Sekar meraup wajahnya dengan telapak tangan untuk mengeringkan wajahnya, ia ikut Ruis duduk di sana dengan tubuh kepayahan. “Kak Ruis tidak apa-apa, 'kan?” “Tuan, maafkan saja karena—” “Maaf kamu bilang? Hah, pecat saja dia Kak Ruis!” serobot Sekar dengan tatapan geram ke arah Alli. “Maaf, Nona. Saya kira—” Alli pun mengatupkan bibirnya rapat, tidak jadi mengatakan apa yang ingin ia ucapkan setelah menyadari bahwa ada gerakan mencubit lengan yang kini masih melingkar pada dirinya. Ruis telah tega melakukan hal itu padanya. “Oh, sial,” umpat Alli dalam hati. “Hih, kalau aku jadi Kak Ruis, aku akan pecat pria menyebalkan seperti dia,” sungut Sekar sambil menatap wajah Ruis yang pucat dengan penuh penyesalan. “Ponselmu,” ucap Ruis dengan suara lemah. Ia pun bergerak dari lantai tempatnya duduk untuk menegakkan diri. “Huh, sudahlah. Lupakan.” Sekar mengucapkan itu dengan wajah menunduk sedih, tangannya bergerak untuk meraih gaun yang kini basah kuyup lalu memerasnya dengan kedua tangan. “Kita ke apartemenku saja, sepertinya kita butuh pakaian kering,” putus Ruis sambil bergerak ingin bangkit, Alli pun buru-buru menjaga tangan Ruis tetap berpegangan padanya agar tidak sampai ambruk. “Ah, tidak usah!” tolak Sekar langsung ikut berdiri dari tempatnya. Tangannya mengibas beberapa kali agar Ruis menghentikan ide itu. “Kau ngeyel lagi? Apa kesialanku ini masih belum cukup?” lontar Ruis berhasil membungkam mulut Sekar untuk tidak membantah lagi. “Kami sudah menyiapkan mobil, Tuan Ruis.” Seorang pengawal datang untuk melapor. “Kita berangkat sebelum lokasi ini kembali ramai dan mempermalukan tuan muda,” ajak Alli sambil menarik tangan Ruis untuk bergerak maju. Sekar memandang dua pengawal lain mengambil semua barang yang tercecer termasuk miliknya. Meskipun ia tidak setuju, tetapi hanya bisa diam dan berjalan lebih cepat untuk menyusul langkah Ruis bersama Alli yang lebih dulu meninggalkan lokasi. “Ini tidak nyata, 'kan?” gumam Sekar menghela napas, memasuki mobil pribadi milik Ruis dan duduk di sebelah pria itu. “Pakai jasku, pakaian dalammu keliatan,” ucap pria itu berhasil membuat Sekar merah padam. “Gara-gara kamu,” gerundel Sekar hampir tidak terdengar. Sekar segera meraih jas yang disodorkan oleh Ruis dan menutup tubuhnya dengan wajah melengos ke arah lain. “Ya Tuhan, menyesal rasanya menyelamatkan si rese ini.” Sekar membatin kesal sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN