BAB 24

1265 Kata
Pagi ini, rumahku cukup ramai apalagi semalam om Juna dan tante Erly menginap di rumah. Aku membantu tante Erly merapikan kotak bekal makanan dan menyimpannya pada sebuah box bekal, ada beberapa kotak karena memang tante Erly suka masak jadi ia menyiapkan banyak lauk untuk bekal. Semalam, aku meminta bantuan om Juna dan tante Erly untuk merayakan ulang tahun ayah. Kami memberikan ayah kejutan yang berhasil membuat ayah terharu, aku merasa senang karenanya berarti usahaku berjalan dengan baik. Apalagi, ayah terlihat tidak berhenti memamerkan hadiah dariku kepada om Juna. Bahkan, sampai tante Erly terus menertawai ayah karenanya. Melihat itu merasa malu sekaligus bangga melihat ayah menyukai hadiahku tentu saja membuatku merasa senang. Box bekal terakhir yang aku rapikan sudah kututup rapat agar isinya tidak tumpah, akhirnya semua persiapan hampir selesai dilakukan. Aku dan tante Erly bisa sedikit meregangkan tubuh kami karena pekerjaan yang tadinya banyak sekarang berkurang dan hampir selesai. Aku melirik tante Erly yang terlihat tengah mengecek persiapan lainnya, "Tante, minumannya udah di packing?" tanyaku padanya. Aku meletakkan box yang berisi makanan tadi ke meja makan karena dapur yang masih penuh dengan beberapa tumpuk piring sisa kami sarapan tadi, aku baru saja berniat untuk mencucinya. Aku tidak ingin repot setelah pulang karena harus mencuci piring dan lain sebagainya, lebih baik dibersihkan sekarang agar nanti setelah pulang aku bisa langsung tidur dengan tenang. "Oh iya, Tante lupa Lun kalau belum masukin masinya. Biar tante yang selesain ini, kamu tolong masukin minuman yang ada di kulkas sama jus ke dalam kotak itu. Nanti malah basi kalo gak di masukin," ucap tante Erly menunjuk botol - botol jus yang ada di atas meja. Aku mengiyakan dan langsung mengerjakan perintah dari tante Erly. Sedangkan, dari tadi ayah dan om Juna tidak berhenti untuk berbolak balik mengambil beberapa peralatan dari gudang belakang. Mereka baru saja memindahkan sebuah kotak penyimpanna yang entah apa isinya, wajah ayah dan om Juna dipenuhi oleh keringat yang turun. Mereka malah terlihat seperti habis berolahraga daripada berkerja. Beberapa saat kemudian, semua persiapan yang sejak tadi mereka persiapkan bersama sudah selesai, aku dan tante Erly langsung memasukkan makanan dan minuman tadi ke dalam bagasi mobil. Kami menyusunnya dengan rapi agar tidak jatuh atau rusak, apalagi makanan mudah sekali tertimpa dengan barang - barang lain. Apa lagi barang - barang yang diambil merupakan barang - barang yang terlihat berat. Tante Elry menghentikan langkahnya dan menatapku, "Luna, hidung kamu berdarah," ucapnya cemas. Aku mengusap hidungku dengan punggung tanganku, "ah ini, udah biasa tante gak apa-apa. Nanti bakal hilang sendiri," ucapku lalu masuk lebih dulu meninggalkan tante Erly yang kini mengikutiku berjalan. "Luna kebelakang dulu," lanjutku lalu melangkahkan kakiku menujj kamar mandi. Saat aku sudah masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamarku, mataku langsung menatap hidungku yang terlihat sedikit memerah. Ada bekas mimisan yang masih tertinggal, aku langsung membasuh hidungku sembari masih menyeka menggunakan tisu. Aku mendengar pintu kamarku diketuk beberapa kali dan aku juga mendengar ada bunyi dari langkah kaki. "Kamu gak apa - apa?" tanya tante Erly panik, aku memberi tanda pada tante Erly untuk mengecilkan suaranya. "Ini kamu duduk dulu," ujar tante Erly membawaku ke kasur. Ia rmembantuku mengeringkan darah yang keluar dari hidungku. "Udah seberapa sering sekarang? Apakah kamu makin sering mimisan Lun?" tanya tante Erly dengan pandangan khawatir. Aku cukup bingung dengan pandangan yang dikeluarkan oleh tante Erly karena mengingatkanku dengan pandangan khawatir om Juna saat aku dipukul oleh papa Anggi dan juga pandangan khawatir ayah saat menanyakan kondisiku. "Tante, Luna enggak apa-apa percaya deh. Tuh udah enggak lagi kan," ucapku menunjukkan kertas tisu baru yang tidak lagi terkena noda darah. "Kita batalin aja yah, kamu istirahat. Biar tante yang ngomong sama ayah kamu," ucap tante Erly cepat. Aku langsung menggelengkan kepalaku menolak, "jangan tante, Luna beneran baik-baik aja." Aku melompat-lompat dan bergerak lebih aktif, berharap dapat menghilangkan kecemasan tante Erly. Aku tidak ingin acara yang sudah kami persiapkan dengan matang ini batal hanya karena aku, tentu saja aku tidak ingin itu terjadi. "Ya sudah kalau kamu merasa begitu, tapi kalau kamu gini lagi kita langsung pulang ya." Aku mengangguk senang dan langsung merangkul tante Erly. Kami keluar dari kamarku, saat kubuka pintu aku melihat Adrian sudah datang dan tengah membantu ayah dan om Juna memindahkan perlengkapan ke dalam bagasi. Om Juna melajukan mobilnya yang didalamnya terdapa ayah dan tante Erly. Sedangkan aku, tante Erly menyarankan untuk aku menemani Adrian karena ia juga membawa mobil. Aku mengikuti ucapan tante Erly karena aku percaya Adrian bisa membawa mobil dengan baik, lagian dia juga memiliki SIM jadi bisa kupercayakan keselamatanku padanya. "Lun, gimana hadiahnya udah di kasih sama ayah kamu?" tanya Adrian menatapku. "Udah, ayah seneng banget tahu." Aku tersenyum lebar mengingat kembali saat semalam ayah membuka kotak hadiah dariku. Wajah penuh senyum ayah membuat perasaanku sangat membaik semalam, apalagi itu adalah perayaan ulang tahun pertama ayah bersamaku. Harapanku untuk ayah agar selalu bahagia mulai dari sekarang, tidak ada kecemasan apalagi sekarang aku sudah lulus sekolah. Aku bisa berkerja untuk membantu ayah memenuhi kebutuhan kami. "Bagus deh kalo ayah kamu suka," balas Adrian dan aku menyetujui ucapan Adrian. Aku memutar dan menekan tombol radio di mobil Adruan untuk mengisi perjalanan kami, sebenarnya sudah sangat jarang di waktu semaju ini orang-orang mendengar radio padahal di waktunya dulu radio adalah saluran terbaik apalagi saat sudah membahas mengenai surat yang dikirim penggemar menjadikan keunikan radio saat itu. Adrian banyak berbicara, di antara kami tidak ada keheningan. Entah kami membicarakan mengenai pesta perpisahan atau hal lain. Hebatnya, Adrian selalu bisa menarik garis dari suatu pembahasan kami sehingga menjadi obrolan yang panjang. Waktu yang berlalu menjadi bukti jika kami sudah banyak melewati detik yang bergerak, Adrian menghentikan mobilnya tepat disebelah mobil om Juna yang tiba beberapa saat lebih dulu. Tentu saja aku dan Adrian langsung turun membantu membawa beberapa barang yang sebelumnya sudah kami persiapkan tadi. Rencananya, kami akan pulang saat malam karena ayah, om Juna dan Adrian ingin pergi memancing. Danau di belakang tempat piknik ini menjadi pilihan mereka, aku dan tante Erly juga setuju untuk ikut memancing. Sesekali menghabiskan waktu bukan masalah yang besar 'kan. Saat sampai ke tempat yang sudah dipilih oleh om Juna dan tante Erly. Aku membantu tante Erly untuk membongkar persediaan makanan, karena saat kami sampai tepat saat makan siang. "Luna, ini kita buka dari box nya aja dulu tapi jangan dikeluarin. Tunggu ayah kamu sama Adrian masang mejanya," ucap tante Erly memberikan arahan padaku. Mendengar penjelasan tante Erly, aku langsung membantunya sedangkan Adrian bersama ayah memasang baut pada meja lipat. Dibantu oleh om Juna yang tengah mengeluarkan alat untuk memanggang nanti malam. "Tante bentar ya, aku ke toilet dulu," ucapku yang langsung disetujui oleh tante Erly. Untungnya, sebelumnya aku sudah pernah ke sini bersama tante Erly dan om Juna beberapa kali saat aku masih sekolah jadi aku sudah tahu letak toilet dan kantin yang menjual makanan. Aku berjalan sedikit tergesah sambil menutup hidungku, aku sadar jika hidungku kembali mimisan. Darah mengalir sedikit melewati sela - sela jariku, membuatku harus menutup tanganku lebih rapat lagi. Aku terus menutup hidungku dan menghindari pandangan orang lain. Aku tidak ingin menjadi perhatian semua orang dan terus berjalan menuju toilet yang sebenarnya letaknya tidak begitu jauh. Langkah kakiku kubawa dengan cepat, di ujung mataku aku sudah melihat toilet yang dari tadi aku cari. Pintu toilet itu aku dorong dengan sebelah tanganku, memberi ruang untuk aku masuk ke dalam. Saat berada di depan wastafel, aku langsung membasuh tanganku lebih dulu dengan air keran yang mengalir. Darah di tanganku perlahan menghilang bersamaan dengan air yang mengalir, aku juga sudah membersikan hidungku. "Apa aku terlalu lelah," ucapku setengah berbisik. Setelah selesai dengan tanganku, aku membersihkan hidungku dengan mengusapnya memakai punggung tanganku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN