BAB 25

1219 Kata
Air terus mengalir bersamaan dengan aku yang masih membasuh hidungku, untungnya aku membawa tisu yang aku taruh ke dalam tasku meskipun tidak banyak. Aku tidak menyangka jika aku akan mimisan, padahal menurutku keadaanku biasa - biasa saja dan aku tidak merasakan sakit di bagian mana 'pun. Aku berusaha menghentikan darah yang keluar dengan beberapa cara yang diajarkan oleh tante Erly, tapi entah mengapa kali ini sedikit lebih sulit dari biasanya. Darah mimisan dari hidungku masih terus mengalir, sudah beberapa kali aku mengambil tisu baru untuk menyekanya karena tidak berhenti. Beberapa orang keluar masuk ke dalam toilet membuatku merasa agak kurang nyaman, sehingga aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam salah satu bilik toilet dengan membawa tisu. Hidungku terus saja aku sumpal dengan tisu untuk menahan agar darah tidak mengenai pakaianku atau lantai, rasanya kepalaku mulai terasa pusing dan tubuhku juga terasa panas. "Please," gumamku berharap agar darah cepat berhenti keluar dari hidungku, entah sudah berapa lembar tisu yang aku ambil tapi masih saja mimisanku ini tidak berhenti. Pikiranku bertambah kacau ketika aku rasa sudah cukup lama aku berada di kamar mandi, aku takut semua orang malah sadar jika aku pergi terlalu lama dan mencariku. Meski aku yakin sekarang sudah cukup lama aku meninggalkan tempat piknik, aku tidak bisa berbuat apa - apa, aku juga tidak ingin membuat orang lain cemas apalagi curiga. "Aw," erangku ketika rasanya kepalaku bertambah pusing, aku bahkan duduk di atas toilet sambil mencoba untuk menahan mimisan yang masih belum berhenti. Ini aneh, aku sendiri berniat memeriksakan diriku besok tanpa ketahuan oleh siapapun. Aku berpikir ini tidak bisa di diamkan lebih lama, karena intensitas aku mimisan menjadi lebih sering. "Udah belum ya," gumamku beberapa menit kemudian lalu mengambil tisu baru dan menempelkannya di hidungku untuk memeriksa apakah tisu yang kupakai untuk menyeka darah mimisan di hidungku sudah berhenti atau masih keluar. Setelah selesai dengan tanganku, aku membersihkan hidungku dengan mengusapnya memakai punggung tanganku. Untungnya, aku dapat merasakan jika mimisanku sudah berhenti. Tanganku meraih beberapa lembar tisu yang aku sempat masukkan ke kantung celanaku, aku menyekanya untuk mengeringkan bekas air saat aku membasuh hidungku. "Pusing banget," gumamku beberapa saat, aku mencoba untuk mencari keseimbangan sambil memegang pinggiran wastafel. Setelah beberapa saat aku mulai bisa mengatur diriku, aku mematut diriku di depan cermin, membersihkan hidungku dan mengelap beberapa tanda bekas darah yang tadi mengalir. Lalu, mengoleskan tipis bedak menutupi merah bekas darah pada bagian bawah hidungku. Entah sudah berapa lama waktu yang berlalu, aku berjalan keluar toilet setelah menyelesaikan urusanku dan memeriksa apakah ada jejak yang dapat terlihat, mataku menatap penuh binar ketika melihat sebuah kedai ice cream dan aku memutuskan untuk mampir dan menjadikannya alasan. Untungnya saat aku datang kedai itu terlihat sedikit sepi, aku langsung ke sana dan membeli beberapa ice cream untuk selanjutnya akan aku bawa. "Luna, ya ampun lama banget. Kamu ke mana aja?" raut cemas dari semua orang membuatku tertawa. "Tadi, mampir beli ini," ucapku mengangkat bungkusan ice cream yang memang sudah kubeli tadi, untungnya dengan itu aku bisa menjadikannya sebagai alasan. Kantung yang kubawa kuangkat sedikit tinggi agar dapat dilihat oleh mereka semua, aku tertawa kecil meskipun mendapat gelengan dari tante Erly. Saat aku sampai semuanya sudah selesai, membuatku merasa sedikit tidak enak hati. "Syukurlah, kirain kamu kenapa - kenapa." Aku tersenyum kecil lalu membagikan ice cream yang kubawa tadi lalu duduk dan berkumpul bersama. Om Juna memulai lebih banyak obrolan, untungnya Adrian merasa nyaman karena aku takut saja jika dia malah tidak nyaman. "Lun, bantuin tante bawa makan siang," ucap tante Erly yang tengah memeriksa kotak bekal yang tadi sama - sama kami bungkus. Langsung saja aku berdiri dari tempatku mengikuti tante Erly. Aku mengeluarkan beberapa kotak lauk yang sudah kubuat bersama tante Erly. "Ini bawa semuanya Tan?" tanyaku menunjuk ke arah kotak bekal. Tante Erly melihat sekilas kepadaku dan mengangguk, aku mengangkat box berisi minuman yang ternyata cukup berat. "Biar aku," ucap Adrian yang aku tidak juga tidak sadar kapan ia berdiri dari duduknya. Aku berjalan lebih dulu membantu tante Erly melepas penutup kotak makanan. "Lanjutin Lun," ucap tante Erly memberiku perintah. Tante Erly menghentikan kegiatannya membuka kotak bekal yang tinggal beberapa lagi. Kini ia mengamb alih piring dan box nasi. Ia memindahkan nasi di dalam box ke dalam piring dan memberikannya bergantian ke om Juna dan ayah. Kemudian, ia mengambilkan untuk Adrian, aku dan untuknya. Seperti biasa, masakan tante Erly sangat enak bahkan kami semua tanpa malu menambahkan nasi dan lauk lagi ke dalam piring. "Nambah ayo," ucap Tante Erly meminta kami semua untuk menambah lagi. Aku menggelengkan kepalaku dengan senyuman, aku benar - benar sudah kenyang. Masakan tante Erly memang seenak itu, aku bahkan makan lebih banyak daripada biasanya. "Habis ini kita mancing di belakang gimana?" ajak om Juna yang langsung di sambut anggukan setuju dari ayah. Benar saja kami beristirahat selama beberapa saat, sedangkan ayah, om Juna dan Adrian mulai bergerak meninggalkan aku dan tante Erly yang masih merapikan kotak bekas makanan tadi. Rencananya, mereka akan ke depan untuk membeli topi, pancingan dan umpan. Padahal, sebenarnya di rumah ayah memiliki beberapa alat pancing, namun karena ini sepertinya mendadak jadi mereka memutuskan untuk membelinya bersama di luar. *** Setelah beristirahat beberapa saat dan mempersiapkan perlengkapan memancing, kami berjalan menuju tempat pemancingan. Ayah, om Juna dan Adrian mengurus izin masuk ke temat khusus pemancingan di tengah danau, sedangkan aku dan tante Erly sibuk mengambil gambar kami karena view yang bagus dari danau apalagi di saat menjelang sore dan matahari mulai turun. "Luna, foto sama ayah sana," ucap om Juna. Om Juna menunjukkan ke padaku posisi yang bagus untuk aku mengambil foto, aku mengangguk dengan cepat. "Oke," balasku cepat langsung berjalan mendekat ke ayah. Aku langsung mengambil lengan ayah dan membawa ayah ke tempat aku berdiri tadi. Beberapa kali tante Erly mengambil gambar untuk kami. Saat melihat hasilnya ternyata bagus, ini adalah foto pertamaku dengan ayah. "Tante satu lagi," ucapku dengan cengiran. Aku mengambil posisi memeluk lengan ayah dan menaikan tangan kiriku membentuk angka dua. "Tante boleh fotoin aku dan Luna?" tanya Adrian tiba - tiba dan berhasil membuatku merasa malu "Heh," bisikku padanya, aku dapat melihat jelas ada senyuman penuh curiga di bibir tante Erly. Tante Erly menyetujuinnya, lalu aku memandang Adrian yang berjalan menujuku. Aku sedikit terdiam canggung entah harus bergaya seperti apa, Adrian merangkul pundakku mendadak membuatku menatap kepadanya. "Selesai," ucap Adrian tiba-tiba saat aku masih terkejut. "Ayo Lun, masuk." Aku mengikuti ayah dan menggandeng lengan ayah meninggalkan Adrian yang terus saja membuatku malu. "Kenapa Adriannya ditinggalin?" ucap Ayah setengah berbisik dan terkekeh membuatku mengerucutkan bibirku sebal. Malu, lebih tepatnya itu yang aku rasakan. Aku terus berjalan ke dalam tanpa melepaskan tangan ayah, sedangkan aku dapat melirik jika Adrian terlihat tersenyum kecil melihat tingkahku. Kami sudah sampai di pinggir dermaga, untuk ke tempat pemancingan yang ada di tengah danau kami harus menaiki perahu kecil ini. Om Juna lebih dulu naik ke atas perahu lalu membantu tante Erly naik, setelah itu baru membantuku juga untuk menaiki perahu. "E - eh," ucapku karena hampir tidak bisa menyeimbangkan tubuhku saat menginjak perahu yang bergoyang. Aku hampir saja jatuh, namun untung saja tidak karena om Juna dan Ayah menahanku dengan baik. Setelah aku, Adrian menyusul naik ke atas perahu dan terakhir ayah. Perahu berjalan dengan kecepatan sedang, untungnya perahu ini dibantu dengan kekuatan dari mesin sehingga tidak perlu susah payah mendayung. Aku menatap ke sekeliling, menikmati pemandangan yang di ciptakan oleh alam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN