Bab 10. Jebakan

1446 Kata
Pukul sepuluh malam. Mereka semua tengah berada di ruang tamu saat ini. Riana dan Rangga juga sudah membersihkan diri mereka alias mandi. Mereka juga menikmati buah yang tadi Riana bawa sewaktu pulang. Rangga dan Riana beserta Ryan masing-masing dari mereka menonton acara televisi, sedangkan Farhan menunggu kapan Ryan akan pergi dari sana agar dia bisa secepatnya berbicara dengan Rangga. Ryan menguap. Farhan harus memanfaatkan kesempatan ini. “Sepertinya kamu mengantuk, Yan.” “Sepertinya iya, Han.” Ryan meletakkan remot tv yang dipegangnya. “Ryan ke kamar ya, Ma, Pa, mau tidur.” “Tidur yang nyenyak sayang.” “Iya, Ma,” balas Ryan. Farhan masih terus memandangi Ryan hingga sahabatnya itu benar-benar masuk ke dalam kamarnya. Kesempatan itu akhirnya tiba. Farhan bisa membicarakan isi kepalanya dengan Rangga beserta Riana. “Kita tidak punya banyak waktu,” ujar Rangga to the point. Dia tahu kalau Farhan menunggu kesempatan ini. “Aku rasa portal menuju negeri Zalaraya sudah dibuka.” Farhan memulai penjelasan. “Ryan mengatakan padaku bahwa dia melihat sosok berjubah hitam, berkuku panjang, dan tinggi sosok tersebut sekitar 2 meter. Tapi aku tidak tahu siapa itu.” “Benar,” ujar Rangga setuju dengan apa yang Farhan katakan. “Aku juga tahu itu. Kemarin malam aku merasakan ada energi jahat di rumah ini. Lalu ketika aku mencoba mencari dari mana asal energi itu, aku mendengar Ryan menjerit.” Riana mendengarkan dengan seksama. Rangga sudah menceritakan hal itu kepadanya kemarin. “Ternyata Penyihir Hyunfi sudah berada di kamar Ryan,” sambung Rangga “Penyihir Hyunfi?” tanya Farhan. “Siapa dia?” lanjutnya. “Dia adalah penyihir yang selama ini dibekukan oleh ayah kandung Ryan. Raja Nevard pasti sudah membebaskannya untuk membantunya menangkap Ryan.” “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Riana ikut masuk dalam pembicaraan. Jika ayah kandung Ryan membekukan Penyihir Hyunfi, jelas dia pasti berbahaya. “Kita harus segera menyerahkan Ryan kepada Adi, Riana. Ryan harus segera mengetahui siapa jati dirinya yang sebenarnya.” Farhan mengangkat tangannya. Muncul secarik cahaya, kemudian kotak hitam berisi berlian muncul mengapung di atas permukaan telapak tangannya. “Ini adalah berlian Wittelsbach-Graff.” “Dari mana kamu mendapatkannya?” Rangga tidak percaya dengan apa yang dia lihat, berikut dengan Riana. “Sepertinya sosok yang muncul kemarin malam mengincar benda ini.” “Kalau begitu aku percayakan berlian itu kepadamu, Farhan.” Farhan mengangguk. “Kamu sebaiknya segera ke kamar. Ryan pasti sudah menunggu,” Riana berujar. Farhan berdiri, bersiap menuju kamar Ryan. __00__ Farhan menutup pintu perlahan. Dia melangkahkan kaki menuju kasur. Ryan sudah tertidur pulas. Sepertinya sahabatnya itu masih takut akan kemunculan sosok itu lagi. Lihat. Farhan hapal betul kalau Ryan bukanlah tim menyalakan lampu ketika tidur, tapi malam ini dia enggan mematikan lampu. Farhan menyingkirkan selimut terlebih dahulu, kemudian naik ke atas tempat tidur, lantas menutupi tubuhnya dengan selimut tadi. Farhan tidak langsung menutup matanya. Dia memperhatikan setiap sisi kamar Ryan mulai dari langit-langit, jendela, dan seisinya. Entah kenapa tiba-tiba dia merasakan hawa aneh ketika masuk ke dalam kamar Ryan ini, tidak seperti biasanya. Farhan melihat AC dinyalakan, tapi kenapa hawanya panas. Ada sesuatu yang tidak beres di sini dan membuatnya mengurungkan niat untuk tidur. Keselamatan Ryan sekarang menjadi prioritasnya. Ryan menyandarkan tubuhnya di bagian atas tempat tidur. Matanya menatap awas ruangan kamar Ryan. Tiga detik berikutnya cahaya kilat menyambar membuat Farhan sekilas dapat melihat keadaan di luar dari jendela yang sebelumnya gelap, kemudian disusul suara gemuruh kuat sekali. Apakah ini yang dirasakan Ryan malam kemarin? Tak lama angin bertiup kencang. Jendela kamar Ryan tiba-tiba terbuka. Hawa dingin angin masuk ke dalam kamar membuat Ryan secara naluri menaikkan selimut menutupi seluruh tubuhnya yang terkena angin. Farhan segera turun untuk menutup jendela lengkap dengan tirainya. Duar! Farhan menutup telinganya sejenak. Suara gemuruh barusan hampir memekakkan telinganya. Farhan bergegas menarik tirai, lalu kembali naik ke atas tempat tidur. Sekarang dia benar-benar percaya dengan apa yang Ryan ceritakan padanya di sekolah tadi. Ryan sempat mengatakan kalau suara gemuruh yang didengarnya terasa berbeda dari biasanya. Ternyata inilah yang Ryan maksud. Naluri Farhan mengatakan agar dirinya harus meningkatkan tingkat kewaspadaan. Kilat terus menyambar disertai suara gemuruh yang kuat sekali. Cahaya kilat menimbulkan efek terang sekejap di kamar Ryan. Pintu kamar Ryan terbuka. Sosok Rangga dan Riana berdiri di ambang pintu. Mereka berdua berjalan mendatangi Farhan. “Sepertinya Penyihir Hyunfi akan segara menampakkan dirinya,” ujar Rangga. “Kamu benar, Rangga.” Farhan menyibakkan selimut, turun dari tempat tidur. “Lalu bagaimana dengan Ryan? Apakah kita harus membangunkannya?” “Aku rasa iya.” Riana mendatangi Ryan. “Tunggu, Riana!” Tangan Riana hampir menyentuh bahu Ryan. “Apakah sebaiknya kita tidak usah membangunkannya? Kalau dia mengetahui siapa jati diri kita yang sebenarnya, dia akan kaget.” “Tidak, Rangga. Lebih baik kita membangunkannya untuk mencegah hal yang lebih buruk terjadi. Untuk urusan itu kamu serahkan saja kepadaku.” Rangga menatap wajah istrinya dalam. Sejurus kemudian dia mengangguk. Riana benar. Kalau membiarkan Ryan terlelap tidur seperti itu, dia bisa saja menjadi sasaran empuk Penyihir Hyunfi. “Ryan, bangun. Bangun, Ryan.” Riana menggoyangkan tubuh Ryan. Ryan mulai membuka matanya. “Ada apa, Ma?” “Kamu sekarang bangun, ikut Mama, ya.” Ryan duduk. “Ke mana, Ma?” Ryan memperhatikan sekitar. Dia melihat semua orang berkumpul di kamarnya. “Kenapa kalian berkumpul di sini?” “Ayo Ryan.” Farhan menarik tangan Ryan. “Kamu harus ikut ke rumahku.” “Tapi-“ “Ayo Ryan.” Farhan menarik paksa tangan Ryan ikut bersamanya. Ryan tidak punya pilihan lain. Dia terpaksa mengikuti ke mana Farhan membawanya pergi. Farhan menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Dia belum sepenuhnya sadar dari tidurnya. Farhan menginjak gas, mengemudikan mobil sekencang mungkin. Dia harus membawa Ryan ke tempat yang menurutnya paling aman. Malam ini ternyata berbeda dari malam kemarin. Farhan sudah melewati rumahnya, dan angin malam serta gemuruh dan kilatnya masih bisa dia dengar dan rasakan. Sepertinya ini memang benar kehendak alam. Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus bisa membawa Ryan ke tempat sejauh mungkin agar Penyihir Hyunfi tidak bisa menemukan mereka. “Kamu mau membawaku ke mana?” tanya Ryan. Dia sudah sepenuhnya sadar. Farhan tidak menjawab. Dia memilih untuk terus fokus mengemudi. “Han, kamu mau membawaku ke mana?” tanya Ryan kedua kali. Dia mulai merasa aneh karena Farhan mengabaikan pertanyaan sederhananya. Farhan masih diam, belum menjawab. Ryan mengurungkan niatnya untuk bertanya yang ketiga kali. Meskipun dia tidak tenang sekarang karena Farhan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi dan dia sama sekali tidak tahu tujuannya ke mana, lebih baik Ryan tidak menggangu konstrasi sahabatnya yang sedang mengemudi. Farhan pasti tidak akan mencelakainya. Semakin lama Farhan semakin merasa aneh. Tanpa dia sadari, sekarang mobil yang tengah dikemudikannya memang berjalan di atas aspal, tapi anehnya pinggiran jalan yang seharusnya rumah dan bangunan tinggi kenapa menjadi seperti hutan. Ryan juga baru sadar. Di samping kanan dan kiri mereka hanya pepohonan besar dengan bagian atas bergoyang ke kanan dan ke kiri karena terpaan angin yang sangat kencang. Farhan mulai menurunkan kecepatan mobilnya. Dia menelan ludah. Sebenarnya ke mana arahnya mengemudi? Ini seperti bukan di daerah tempat tinggal mereka. Farhan belum pernah ke sini sebelumnya. Selama hidup di bumi, dia belum pernah menginjakkan kaki di tempat seperti ini. “Ini di mana, Han?” tanya Ryan dengan suara ketakutan. “Entahlah. Aku juga tidak tahu ini di mana.” Farhan membuka pintu mobil, dia keluar untuk memeriksa. Farhan menatap jauh ke depan mobil, jalan tol masih panjang ke depan sana. Mereka benar-benar seperti berada di dalam hutan. Hanya saja yang membuat beda, hutan ini memiliki jalan yang terbuat dari aspal. Pepohonan rindang berjejer mengepung mereka. Langit semakin bertambah gelap. Kilat dan gemuruh seakan ingin memamerkan kebolehannya. Karena merasa takut, Ryan memilih untuk tidak iku keluar. Dia memutuskan untuk berada di dalam mobil saja, dan Ryan merasa itu lebih aman baginya. Farhan menatap langit. Kilat dan gemuruh tiba-tiba menghilang. Padahal sebelumnya unjuk kebolehan. Sekarang hanya menyisakan hawa dingin angin malam saja. Sepertinya ini jebakan. Keputusan mereka membawa Ryan pergi akan benar-benar menjadi kesalahan sekarang. Tiba-tiba suara orang tertawa terdengar menggema di telinga mereka. Farhan memasang posisi awas—memperhatikan sekeliling. Ryan yang sedang berada di dalam mobil semakin merinding ketakutan ketika mendengar suara tawa itu. Suara tawa itu semakin terdengar keras. Mendadak angin bertiup semakin kencang membuat pucuk pohon-pohon besar yang bahkan memerlukan sepuluh orang dewasa untuk memeluknya semakin bergoyang hebat. Tak lama kilat menyambar dan disertai gemuruh muncul kembali menghiasi langit. Tak jauh dari mobil mereka, muncul lubang hitam kecil, semakin membesar, hingga melebihi ukuran orang dewasa. Tengahnya berputar-putar. Dari lubang tersebut muncul sosok memakai jubah hitam lengkap dengan penutup kepala. Mata Ryan membulat seketika. Itu adalah sosok yang dia lihat kemarin malam. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN