Bab 9. Muncul kembali

1452 Kata
Ryan tengah duduk di kursi belajarnya. Dia sedang mencari informasi tentang makhluk apa yang dia lihat tadi malam. Meskipun nanti malam dia sudah punya Farhan yang menemaninya, tapi tetap saja dia masih takut jika harus bertemu dengan makhluk itu lagi. Terhitung sudah lima artikel yang dia baca, namun tak satu pun memberikan Ryan informasi yang dia inginkan. Semakin kemari, Ryan semakin penasaran makhluk apa yang dia lihat sebenarnya. Sedangkan Farhan, dia sedang membolak-balik halaman n****+, tapi pikirannya entah ke mana-mana. Setelah Ryan mengatakan bahwa Pak Mahmud juga merasakan hal yang sama dengannya membuat Farhan khawatir. Ditambah lagi Farhan tidak mengetahui sama sekali siapa sebenarnya yang mendatangi Ryan malam itu. Sosok yang disebutkan Ryan sama sekali belum pernah dia lihat. Maka dari itu Farhan harus segera menemui Rangga untuk berdiskusi masalah ini. Tiba-tiba lemari pakaian Ryan bergetar. Ryan yang tadi sedang fokus dengan Ipad-nya langsung berdiri kaget melihat lemarinya bergetar. Farhan yang semula tenggelam dalam pikirannya juga ikutan kaget. “Kenapa itu?” Farhan turun dari tempat tidur mendatangi Ryan. “Aku juga tidak tahu.” Ryan menelan ludah. Lemari dengan tinggi seukuran orang dewasa dengan dua pintu itu bergetar semakin lama semakin kuat. Kaca yang melekat di pintu juga ikut bergetar. Pantulan tubuh mereka berdua ikut terlihat bergetar. Tak lama cermin mulai retak, detik berikutnya cermin pun pecah berserakan di lantai. Mereka tidak ada yang tahu apa yang menyebabkan lemari itu bergetar seperti itu. Kurang lebih selama lima menit lemari tersebut bergetar, akhirnya berhenti. Ryan langsung mengambil sapu di dekat pintu kamarnya. Dia bersiap memukul apa dan siapa yang nanti keluar dari dalam lemarinya. Farhan mulai melangkahkan kakinya perlahan maju. Ryan menyapu, menyingkirkan pecahan cermin. Sekarang mereka berdua sudah berada di depan lemari. Farhan menelan ludah. Sejurus kemudian tangannya langsung membuka pintu cepat. Tidak ada apa-apa. Baju dan celana tersusun rapi seolah tidak terjadi apa-apa. Sulit dipercaya. Padahal getaran lemari tadi cukup kuat untuk membuat isi lemari berantakan. Namun apa yang mereka lihat sekarang? Baju-baju tersusun rapi, berikut dengan celana. Baju yang digantung menggunakan hanger juga tidak berjatuhan dari palang. Ryan dan Farhan bertukar pandang. Ryan teringat dengan berlian itu. Dia langsung memeriksa tumpukan baju kemeja. Ryan menghela napas lega saat melihat kotak hitam berisi berlian masih ada. Farhan melihat sesuatu yang berwarna hitam di tumpukan baju kaos. Diambilnya, dan ternyata itu adalah kotak yang sama dengan yang dipegang Ryan sekarang. Tanpa ragu, Farhan membuka kotak tersebut. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat isinya. Kotak itu berisi berlian Wittelsbach-Graff—sama isinya dengan kotak yang Ryan pegang sekarang. Farhan dan Ryan bertukar pandang kembali. Bagaimana bisa berlian yang tadi hilang muncul kembali? Ryan tidak tahu apa yang terjadi sekarang. Di dalam pikirannya dia langsung mengaitkan kejadian malam itu dengan apa yang barusan terjadi. Jujur saja, akal pikiran Ryan mulai membayangkan hal yang tidak-tidak. Apalagi lemari bergetar barusan, lalu tiba-tiba berlian yang tadinya hilang langsung muncul. Farhan meminta Ryan untuk memberikan berlian yang dipegangnya. Farhan membawa berlian itu ikut duduk bersamanya di atas tempat tidur. Dengan teliti Farhan melihat kedua berlian yang sekarang sudah dia pegang. Setiap sisi dari dua berlian itu tak luput dari pemeriksaan matanya. Dia membolak-balik sisi kanan dan kiri, mencoba mencari kemungkinan yang ada. Ryan masih di posisi yang sama—di depan lemari memperhatikan apa yang dilakukan Farhan sekarang. Dia melirik sekilas ke arah lemari. Bagaimana bisa lemari yang tadi bergetar cukup kuat, namun isinya sama sekali tidak berantakan. Dia meneguk ludah. Ryan mengalihkan perhatiannya ke seluruh penjuru kamar. Setelah melihat-lihat, sama sekali tidak ada yang janggal atau pun aneh di kamarnya. Lantas kenapa lemarinya itu bergetar dengan sendirinya. Tiba-tiba tubuh Ryan merinding. Dia langsung mendatangi Farhan, ikut duduk di sampingnya. “Kamu menemukan sesuatu?” Tepat setelah Ryan menyelesaikan pertanyaannya, Farhan menemukan perbedaan di antara dua berlian yang sekarang tengah dia pegang. Berlian yang berada di sebelah kiri memiliki warna yang lebih pekat ketimbang berlian yang berada di tangan kanannya. Hal itu hanya bisa terlihat jika si pemegang benar-benar jeli melihatnya. “Ada… Maksudku tidak ada.” Dengan cepat Farhan mengalihkan perkataannya. Tiba-tiba saja dia memiliki ide untuk merahasiakan hal ini dari Ryan. Firasatnya mengatakan lebih baik jangan memberitahu Ryan. “Tidak ada?” tanya Ryan tidak percaya. Pasalnya cukup lama Farhan melihat kedua berlian itu. Masa iya dia tidak menemukan apa pun. Farhan menjawab dengan anggukan. Farhan berdiri menyerahkan berlian di tangan kanannya. “Lebih baik kamu simpan ini di tempat yang menurutmu paling aman.” Tangan Ryan memang menerima berlian yang Farhan berikan, tapi matanya tidak lepas dari berlian yang ada di tangan kiri Farhan. “Lalu itu?” “Biarkan aku yang menyimpan ini.” Raut wajah curiga mulai Ryan tampilkan. “Kamu tidak usah khawatir, aku akan mengembalikannya setelah situasi aman.” Sesaat Ryan masih menatap Farhan curiga. Tak lama dia mengangguk, lalu pergi untuk menyimpan berlian itu di tempat yang lebih aman. Syukurlah. Lebih baik Ryan tidak tahu bahwa berlian yang tengah dipegangnya adalah berlian yang palsu. Itu adalah cara yang paling aman untuk menyimpan berlian ini. Farhan belum yakin sepenuhnya denga napa yang dia dapat barusan, tapi tidak ada salahnya untuk percaya dan yakin. __00__ Usai membersihkan pecahan kaca di kamarnya, Ryan duduk di kursi belajarnya sambil memperhatikan lemarinya. Tatapannya tidak teralihkan dari benda yang terbuat dari kayu jadi itu. Ryan masih bertanya-tanya kenapa lemarinya bisa bergetar seperti tadi, dan berlian yang sebelumnya hilang tiba-tiba muncul kembali. Mungkinkah berlian itu memiliki kekuatan? Ryan menggelengkan kepalanya cepat. Harus dia akui, pikirannya sekarang terlalu jauh. Tidak mungkin di dunia nyata tempatnya tinggal sekarang ini memiliki kekuatan semacam itu. Ini bukan negeri fantasi seperti yang ada di dongeng-dongeng kebanyakan. Dia harus berpikir jernih. Jika getaran tadi berasal dari gempa, seharusnya bukan lemari itu saja yang bergetar, bukan? Lantas dari mana asal getaran itu? Farhan tau pasti kalau Ryan sedang bertanya-tanya penyebab lemarinya bisa bergetar—gerak-gerak sendiri. Bukan hanya dia saja, Farhan pun sedang memikirkan bagaimana itu bisa terjadi. Farhan masih menunggu kapan Rangga pulang. Sudah pukul 6 sore dan Rangga belum juga kembali dari kantornya. Dia tidak tahan lagi ingin membahas isi kepalanya dengan Rangga. Jika tidak segera dilakukan, maka mereka akan banyak tertinggal. “Papamu kapan pulang, Yan?” Ryan membalik badannya. “Tidak tahu. Mungkin malam nanti. Emang kenapa?” “Gak papa-papa. Aku cuman nanya aja.” Farhan harus menunggu sampai Rangga pulang. Lagi pula dia juga akan menginap malam ini. Begitu Rangga pulang nanti malam, dia harus segara membicarakannya. __00__ Pukul delapan malam dan Rangga belum juga pulang. Ryan dan Farhan sedang berada di ruang tengah sekarang. Mereka baru selesai makan malam. Karena Bi Narti tidak ada di rumah dan makanan juga sudah habis, Ryan memesan makanan dari layanan pesan antar makanan. Keduanya sudah merasa kenyang sekarang. Ryan duduk di sofa sembari menonton televisi, sedangkan Farhan matanya saja yang menatap layar, namun pikirannya terbang entah ke mana. Dia semakin tidak sabar menunggu Rangga pulang. Pucuk dicinta, Mulan pun tiba. Farhan bisa mendengar jelas suara mesin mobil datang lalu dimatikan. Bukan hanya satu, tapi dua mobil. Itu artinya Rangga dan Riana sudah pulang. Ryan langsung meletakkan remote tv di meja, lalu berjalan cepat untuk membukakan pintu. Farhan mengikuti Ryan. Benar dugaannya. Rangga dan Riana pulang berbarengan. “Kamu udah makan, Yan?” tanya Riana. Di tangannya ada plastik berisi buah. “Sudah, Ma.” “Baguslah.” Rangga mengelus kepala Ryan, berlalu masuk. Ryan menutup pintu setelah kedua orang tuanya masuk, lalu segera mengejar mereka. “Mama dan Papa dari mana? Kok bisa pulang bareng?” “Kami tidak sengaja bertemu di jalan.” Riana menghentikan langkahnya. “Kamu letakkan buah-buahan ini di kulkas, ya. Mama mau mandi.” “Oke, Ma.” Riana dan Rangga berjalan bersamaan menuju kamar mereka. Ryan berjalan menuju dapur untuk meletakkan buah-buahan sesuai perintah mamanya barusan. Pertama-tama Ryan mencuci semua buah itu terlebih dahulu, kemudian memasukkannya ke dalam sebuah mangkuk besar yang muat untuk menyimpan semua buah itu—ada jeruk, apel, pir. Sedangkan stroberi, Ryan memisahkannya di wadah lain. Farhan datang menghampiri. “Kamu mau?” Ryan menawarkan apel kepada Farhan. “Boleh?” tanya Farhan. “Boleh.” Ryan menyodorkan apel. “Nih, ambil.” Dengan senang hati Farhan menerima apel tersebut, lalu memakannya. “Papa dan mama kamu dari mana?” tanya Farhan sembari mengunyah apel. “Oh, mereka tidak sengaja bertemu tadi di jalan pulang.” Ryan selesai meletakkan buah ke dalam wadah. “Oh, begitu.” Ryan memasukkan wadah ke dalam kulkas. Farhan tidak beranggapan seperti apa yang Ryan pikirkan. Rangga dan Riana pasti membahas sesuatu yang berkenaan dengan Ryan. Karena sepasang suami istri itu sudah berada di rumah, tugasnya sekarang adalah mencari kesempatan agar bisa membicarakan isi kepalanya dengan mereka. Farhan harus membicarakannya malam ini juga, bagaimana pun caranya. Dia harus mencari kesempatan agar Ryan tidak mengetahui itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN