Miracle Met You 15

1305 Kata
"El, lo masih marah sama gue?" tanya Vino dengan raut wajah masam menatap Elden. Elden mendengus malas. "Gatau, lo pikir aja sendiri!" tukasnya dengan nada yang tidak bersahabat. Vino meringis. "Jangan galak-galak dong mas, kan serem," celetuk Vino sambil terkekeh pelan. Elden melotot, menatap Vino garang. "Jangan panggil gue Mas, jijik gue!" "Yah, akang Elden marah sama eneng Vino," keluh Vino. Vino semakin menjadi-jadi mengganggu Elden, melihat wajah galak Elden membuat Vino sedikit terhibur. Bermain-main dengan Elden sebentar sepertinya tidak masalah. ㅡpikir Vino jahil. "Pergi lo sana jauh-jauh!" usir Elden galak. Vino tertawa. "Jangan marah lagi dong, El. Nggak suka gue," ujar Vino. Raut wajahnya ia buat sesedih mungkin. "Bodo amat, lu ngeselin sih!" tukasnya, kemudian Elden beranjak dan berlalu dari hadapan Vino. Vino mengelus dadanya. Sabar, Vin. Dia lagi pms, ntar balik lagi kayak kemarin. Vino menyemangati dirinya sendiri. "Tapi kan Elden cowok, mana mungkin dia pms," gumam Vino pada dirinya sendiri. Vino menggeleng-gelengkan kepalanya, ia merasa sudah gila bicara pada dirinya sendiri. Dasar, Vino gobloq. *** Elden berjalan menuju parkiran sekolah dengan wajah yang kesal, beberapa siswa-siswi yang juga hendak pulang menatapnya aneh, mungkin karena wajahnya yang terlihat masam karena kesal. Elden tidak mempedulikan hal itu, ia terus melangkah dan masuk ke dalam mobilnya. Sesaat ia mencium aroma lavender, Valerie pasti sedang duduk di sampingnya saat ini. "Harusnya kamu enggak boleh bersikap kayak gitu ke Vino," ujar Valerie mengingatkan Elden akan sikap kasarnya pada Vino yang tak lain adalah sahabat Elden. "Bodo, lo nggak usah ikut campur. Lama-lama gedeg gue, sakit kepala gue mikir siapa yang ngebunuh elo!" tukas Elden dengan galak. Elden sudah lelah dengan semua ini, kehadiran Valerie adalah salah satu beban terbesar dikehidupannya selama tujuh belas tahun dia hidup. Elden ingin sekali rasanya menerjunkan dirinya di lantai sepuluh saat ini juga, tetapi Elden takut, Elden takut mati. Karena jika ia mati, ia pasti bertemu dengan Valerie selamanya. Dan Elden tidak akan membiarkan itu terjadi. "Asal kamu tau, kalo bukan cuma kamu yang bisa denger aku dan bisa nyium aroma tubuhku, aku nggak bakal minta bantuan sama kamu!" "Kamu ngeselin, aku lapor kak Eliza aja kalau gitu," decak Valerie. Elden mendengus. "Dasar manja! Lapor aja sana, gue nggak takut!" selaknya galak. Valerie berdecak sebal dan kemudian pergi meninggalkan Elden yang masih diliputi kekesalan. Tujuan Valerie saat ini adalah Eliza, ia akan mengadu pada Eliza. Karena Eliza sudah seperti kakaknya. "Kak Eliz!" panggil Valerie, ia celingak-celinguk mencari keberadaannya Eliza. Valerie mengernyit. Di mana Eliza? Biasanya Eliza akan nongkrong di pohon mangga di rumah Om June, menurut Eliza tempat itu sangat adem. Dan sekarang, Eliza tidak ada di sana. "Kenapa?" tanya Eliza yang tiba-tiba muncul. Valerie terperanjat kaget. "Kakak ngagetin Vally aja!" dengus Valerie. Eliza nyengir. "Maap, maap. Sengaja," ujarnya sambil menyeringai. "Kak Eliza nyebelin kayak Elden!" tukas Valerie mencebikkan bibirnya seperti anak kecil yang tak mendapat permen. "Jadi masalah dengan Elden, toh." Eliza memangut-mangut. "Emang dia kenapa?" tanya Eliza lagi. "Tau tuh, dari tadi pagi bawaannya marah-marah mulu," adu Valerie dengan bibir yang mengerucut. Eliza tersenyum lebar. "Wah, mulai macam-macam dia ternyata," kekehnya. "Valerie sebel sama Elden, kak," keluh Valerie. Eliza tersenyum kecil. Ia memaklumi sifat kekanakan Valerie yang muncul sekarang, wajar Valerie bersikap seperti ini. Karena ia masih anak kecil, dan labil. "Nanti kak Eliz kasi pelajaran deh dia biar dia jera dan nggak marah-marah sama kamu lagi," bujuk Eliza. Mata Valerie berbinar. "Bener yah?" Eliza menggangguk. "Iya, jadi sekarang kamu senyum dong. Jangan cemberut gitu," ujarnya. Valerie mengangguk dan memamerkan deretan giginya. Eliza tersenyum simpul. Gue kasih pelajaran apa ya sama tuh cowok? ㅡbatin Eliza menimang-nimang. *** Elden termangu, entahlah kata-kata Valerie barusan membuatnya tidak enak hati. Elden mengendus, aroma lavender tidak ada di dekatnya, sepertinya Valerie tengah marah padanya. Elden menghela nafas berat, ia mengacak rambutnya frustasi. Seharusnya ia tidak mengatakan hal seperti itu kepada Velerie, Elden yakin jika saat ini Valerie sedang menangis di suatu tempat. Elden merutuki kebodohannya, ia menjadi merasa bersalah kepada arwah itu. Elden bukan egois, ia mengatakan hal seperti itu juga karena ia sudah lelah, tetapi ia juga harus mengerti dengan keadaan Valerie. Elden menghidupkan mesin mobilnya dan melaju membelah jalanan dengan kecepatan tinggi. Tidak lama Elden sudah sampai di rumah, ia memasuki rumah dan menutup pintu dengan keras membuat Azka yang tengah berkutat pada laptopnya tersentak kaget. "Kalo pintunya copot gimana?!" selak Azka dengan mata yang melotot. Elden hanya menatap Azka yang mungkin sedang sibuk mengerjakan tugas sekolah cowok itu, akhir-akhir ini Azka memang berubah drastis. Contohnya, Azka sudah mulai rajin ke sekolah dan belajar di rumah, namun kebiasaan cowok itu pergi ke club masih mendarah daging di tubuh Azka. Elden tidak mempedulikan ucapan Azka, ia langsung berlalu memasuki kamarnya. Elden melempar asal tasnya ke meja, dan melonggarkan dasinya lalu menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Setelah mandi dan mengganti bajunya dengan baju santai, Elden lalu merebahkan tubuhnya di kasur lalu menutup matanya. Asal kamu tau, kalo bukan cuma kamu yang bisa denger aku dan bisa nyium aroma tubuhku, aku nggak bakal minta bantuan sama kamu! "Akh!" Kalimat itu terus terbayang-bayang dipikiran Elden, ia sudah berendam di air hangat selama sepuluh menit, seharusnya pikirannya sudah mulai jernih dan tenang, namun kenapa sekarang hal itu tidak mempan untuknya? Apa karena Elden memang benar tidak enak hati dengan Valerie? Elden terduduk, ia selalu kepikiran dengan Valerie. Tanpa pikir panjang Elden mengambil kunci mobil yang berada di meja dan bergegas pergi keluar kamar. Ia harus menemui Valerie saat ini juga. *** Elden mengendarai mobilnya tidak tentu arah, ia tidak tau harus pergi kemana untuk mencari Valerie, karena Valerie tidak ada di rumahnya. Elden hanya tau rumah Valerie saja, apa iya Valerie ada di sana? Biasanya jika Elden dan Valerie sedang bertengkar seperti ini, Valerie pasti tengah mengadu dengan Eliza, tapi sayangnya Elden tidak tau di mana keberadaan Eliza. Akhirnya Elden memutuskan untuk mencari Valerie itu di rumah orangtua Valerie, siapa tau Valerie berada di sana 'kan? Tak lama mobil Elden telah sampai di pekarangan rumah Valerie, Elden memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu keluar dari mobil dan berjalan masuk ke halaman rumah Valerie. Elden mengendus, ia menghela nafas kesal karena tidak ada aroma lavender di sana. Elden berusaha mendekati rumah Valerie sambil mengendus pelan, namun sayang ia tidak menemukan jejak aroma lavender milik Valerie. Elden menghela nafas berat lalu kembali ke mobilnya dan bersandar di sisi mobilnya, sepertinya dugaannya benar jika Valerie pasti sedang bersama Eliza. "ELDEN!" Elden tersentak kaget, ia mengelus dadanya, deru nafasnya tidak teratur. Ia sangat kenal suara itu, suara itu tidak asing di pendengarannya. Eliza. "DASAR ORANG JAHAT! NGGAK PUNYA HATI!" Elden hanya diam sambil menunduk. "Akh," ringis Elden pelan. Ia memegang lehernya dan menemukan darah di sana, Elden tau pasti Eliza yang mencakar lehernya. "Itu belum seberapa Elden, aku bisa saja mencabut nyawa mu saat ini juga!" "Maaf! Gue nggak tau kalo ucapan gue buat Valerie sakit hati!" ujar Elden dengan nada yang meninggi. "Dengan santainya kamu minta maaf, sedangkan Valerie? Valerie menangis sedari tadi, temanku itu terlihat sangat menyedihkan, coba saja kamu bisa melihat betapa menyedihkannya Valerie saat ini, pasti kamu sangat menyesal dan sulit untuk mengujarkan kata maaf!" "Jika saja bukan karena Valerie yang melarangku, aku pasti sudah membunuhmu dan mengambil semua organ dalammu dan meletakkannya tepat dihadapan semua keluarga mu!" Ucapan Eliza tadi sukses membuat darah Elden berdesir hebat, kaki dan tangannya sudah gemetaran. Ia tidak bisa membayangkan jika ia tewas sangat mengenaskan dan organ dalamnya dilihat oleh kedua orangtuanya dan Azka, pasti keluarganya akan syok berat. "Gue minta maaf, kali ini gue sungguh-sungguh menyesal. Gue juga bakal minta maaf sama Valerie, gue nggak bakal kasar lagi ke dia, gue janji!" ujar Elden sambil terduduk lesu di atas aspal. "Ku pegang ucapanmu tadi!" Setelah itu keheningan terjadi, Eliza telah pergi, Elden dengan tatapan kosong berdiri dan memasuki mobilnya meninggalkan tempat itu. *** Share cerita ini ke teman-teman kalian ya! Dan jangan lupa untuk tap Love:)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN