Miracle Met You 16

1524 Kata
Valerie kembali ke sekolah Elden, ia tidak menemukan Vino di lapangan tempat Elden bermain basket tadi. Valerie kemudian menemukan Vino sedang bersama Elden dan Azka tengah makan di kantin sekolah. Valerie pun melayang mendekati ketiga cowok itu, Valerie menatap raut wajah Elden yang tiba-tiba berubah. Ada apa dengan Elden? Apa cowok itu mengenali aroma tubuhnya? "Bau apa nih? Nyengat banget," ujar Elden sambil menutup hidungnya dengan tangan, raut wajah aneh dan tidak suka menghiasi wajah tampan Elden. Valerie menghela nafas lega karena Elden tidak mengenali aroma bunga lavender miliknya. "Bau bakso lo tuh," sahut Azka sambil memakan mie ayamnya dengan santai. "Bukan, bukan bau itu. Ini bau bunga mawar!" Valerie terkekeh mendengar ucapan Elden tentang bau tubuh barunya. "Bunga mawar? Elden lo halu ya? Jelas gue nggak nyium bau mawar di sini, lo nyium nggak bang?" ujar dan tanya Vino beralih menatap Azka yang sedang makan dengan santai. "Nggak, si Elden mah suka amnesia hidungnya, bau basko dikira bau mawar kan aneh! Jadi wajarkan aja dia begitu, Vin." "Gue serius, ck!" decak Elden sebal. "Bodo!" ujar Vino dan Azka serempak yang membuat Elden mendengus. Valerie terkekeh melihat Elden, ia bisa menebak apa yang ada dipikiran Elden saat ini, antara arwah baru sedang mengikuti cowok itu dan Elden memang sedang berhalusinasi karena tidak mencium aroma tubuh Valerie semalaman. Tatapan Valerie beralih kepada Vino, terlihat dari raut wajah cowok itu seperti tidak ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Gue kok merinding gini ya?" ujar Vino tiba-tiba. "Dugaan gue bener, ada yang nggak beres di sini!" sahut Elden menyahuti ucapan Vino dengan cepat. "Lo berdua keseringan berduaan jadi suka halu gitu tuh," ujar Azka sambil terkekeh. Valerie tertawa ketika mendengar ucapan Azka yang menurutnya sangat lucu. Tiba-tiba Elden dan Vino berdiri dari duduk mereka, dan pergi meninggalkan Azka yang masih makan di kantin. Velerie mengikuti Vino kemanapun cowok itu melangkah, sampai bel pulang berbunyi juga Valerie masih tetap setia mengikuti cowok itu. Valerie melihat Vino memasuki sebuah mobil berwarna putih, ia jadi teringat dengan mobil yang menabraknya malam itu, ia ingat jelas jika mobil yang menabraknya saat itu adalah mobil berwara putih. Tetapi yang dikatakan Elden ada benarnya jika bukan hanya Vino ataupun Azka yang memiliki mobil berwarna putih, bisa jadi itu orang lain. Valerie semakin penasaran, ia ikut masuk ke mobil Vino. Selama diperjalanan Valerie hanya menatap Vino saja, yang ditatapan terlihat resah dan tidak nyaman. Valerie bingung, apa Vino dapat merasakan kehadirannya saat ini? Penasaran, Valerie mencoba untuk berbicara kepada Vino. "Vino." Tidak ada sahutan, berarti Vino tidak bisa mendengarnya tetapi mungkin bisa merasakannya. Valerie mengernyit karena mobil Vino berhenti disebuah pemakaman, Vino turun dari mobil dan mulai melangkah memasuki pekarangan pemakaman umum itu. Valerie tertegun melihat Vino ternyata mengunjungi tempat di mana ia dimakamkan. Sebenarnya siapa Vino? Kenapa cowok itu mengunjungi kuburannya? "Gue tau lo ngikutin gue, maafin gue." "Siapa kamu sebenarnya?" *** Sudah pukul 23.50 p.m tetapi Azka belum juga pulang, sudah jadi kebiasaan bagi cowok itu pulang selalu kemalaman atau dini hari. Malam ini adalah malam minggu, biasanya Elden duduk manis di sofa sambil menonton siaran di televisi dan menunggu Azka pulang. Elden sedang menonton film horor kesukaannya, suasana di rumahnya sunyi saat itu karena hanya ada suara dari televisinya yang terdengar. Namun Elden tidak merasa takut karena ia sudah biasa sendiri di rumah dan menonton film horor yang sedikit menyeramkan menurutnya. Catat, hanya sedikit! Elden pasti mengalami yang namanya merinding saat sedang sendiri seperti ini atau merasa ada yang sedang memperhatikan dirinya, namun ia selalu berpikir positif dan mengatakan jika dirinya sedang berhalusinasi saja. Tiba-tiba Elden mencium aroma mawar, aroma itu persis sama dengan yang ditangkap oleh indra penciumannya ketika berada di sekolah waktu itu. Saat seperti inilah Elden harus peka, peka terhadap aroma arwah yang tidak dikenalinya sebelumnya. Elden mematikan televisi nya, ia harus mengajak berbicara arwah itu, agar ia bisa mengetahui apa maksud dan tujuan arwah itu datang menemuinya. Jangan bilang jika arwah itu ingin meminta bantuan seperti yang dilakukan oleh Valerie. "Mau apa lo ngikutin gue," ujar Elden terdengar dingin. Tiba-tiba terdengar suara tangis, Elden mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumahnya. "Elden." Elden tersentak. "Valerie? Ini lo kan?" "Hiks, iya, ini aku Vally." Tiba-tiba aroma mawar berubah menjadi aroma lavender milik Valerie, Elden mengendus ia merindukan aroma itu menusuk indra penciumannya. "Kenapa aroma lo beda dan kenapa lo nangis dan yah gue mau minta-" "Vino pelakunya, hiks." Elden tertegun, tubuhnya membeku, telinganya mendadak mati rasa. Bahkan tubuhnya pun menegang. Elden cukup paham dengan apa yang Valerie katakana barusan. "Lo yakin?!" tanya Elden dengan nada yang tidak nyantai. Elden tidak suka Valerie menuduh Vino seperti itu, mereka belum memiliki bukti yang kuat saat ini. Lagi pula tidak mungkin Vino berbuat jahat seperti itu. "Aku yakin," sahut Valerie dengan nada yang sangat yakin. "b*****t!" Elden mengumpat dan kemudian ia melempar asal kaleng coca-cola yang sedang ia pegang. Jujur, Valerie sendiri merasa takut dengan kemarahan Elden saat ini, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Sekuat mungkin ia tahan tangisnya, tidak mau membuat Elden tambah marah. "Apa buktinya kalau memang Vino pelakunya?" desis Elden. Wajah cowok itu sudah memerah menahan amarah, jika saja wujud Valerie ada di depannya saat ini. Mungkin ia sudah mencengkram kerah baju cewek itu. "Dia tadi pergi mengunjungi makamku, dan ia menangis di sana sambil meminta maaf, sejak tadi pagi aku memang mengikutinya," adu Valerie. Sekuat tenaga ia berbicara normal, tidak sesegukan seperti tadi. BRAKK! Elden menggebrak meja yang ada di depannya, suara gebrakan meja itu membuat Valerie terjengkang kaget. Tidak mempedulikan keberadaan Valerie, Elden berjalan cepat meraih kunci mobilnya yang tergantung di gantungan kunci yang berada di belakang pintu utama.  "Elden, kamu mau ke mana?!" tanya Valerie dengan suara yang cukup keras. Elden bungkam, ia tidak berniat menjawab pertanyaan Valerie. Tujuannya sekarang adalah rumah Vino. Sahabat yang ia kira baik dan bertanggung jawab, tapi ternyata Vino tak ada bedanya dengan seonggok sampah. Elden berdecih. Dasar Vino berengsek! ㅡumpat Elden. Elden mengemudikan mobilnya ugal-ugalan karena jalanan sudah sepi mengingat kini sudah tengah malam. Sekitar sepuluh menit, Elden akhirnya sampai di rumah Vino. Sejenak ia heran kenapa rumah Vino terlihat sangat sepi, seperti tidak berpenghuni. Tapi Elden tidak peduli, ia terus menjalankan mobilnya memasuki pekarangan rumah Vino. Setelah sampai, Elden pun mematikan mesin mobilnya dan keluar dari mobil. Elden berjalan cepat ke arah pintu utama rumah Vino. TOK... TOK... TOK... Elden mengetuk pintu rumah Vino dengan kencang, amarahnya sudah sampai di ubun-ubun. Elden berdecak sebal saat tidak mendapati respon dari dalam rumah. TOK... TOK... TOK... Elden kembali mengetuk pintu dengan brutal. "KELUAR LO VIN!" teriak Elden seperti orang yang kerasukan. Hening. "LO BERENGSEK, VIN. BUKA PINTUNYA CEPET, s****n!" umpat Elden masih sambil menggedor pintu rumah Vino. Mungkin sekarang Elden lupa jam berapa ia bertama ke rumah orang dan ia malah membuat keributan di depan pintu rumah orang. Cklek! Pintu rumah Vino terbuka dan membuat Elden mendesah lega, tapi sedetik kemudian ia kembali mamasang tampang juteknya. Kenapa malah Bi Sari yang buka pintu si? ㅡbatin Elden berdecak sebal. "Eh, den Elden. Ada apa malam-malam ke sini?" tanya Bi Sari sopan pada sahabat tuannya. Elden mencoba meredam emosi yang tengah bergelora di dalam tubuhnya, dan setelah itu ia tersenyum kecil pada Bi Sari. "Ehm, maaf ganggu malam-malam, Bi. Elden nyari Vino, Vino nya ada nggak Bi?" tanya Elden sopan, walau sebenarnya ia ingin berkata kasar kepada Bi Sari karena emosinya. Namun Elden berusaha tenang, mengingat Bi Sari adalah orangtua dan dia harus menghormati orang yang lebih tua dari dirinya. Bi Sari menggeleng. "Den Vino sama tuan dan nyonya sejak tadi sore pergi, den. Bibi nggak tau mereka ke mana," jawab Bi Sari. Elden berdecak sebal. "Ya udah Bi, Elden pulang dulu. Maaf ganggu malam-malam gini," pamit Elden sambil memberikan senyum kecilnya pada Bi Sari. Bi Sari tersenyum maklum. "Iya nggak apa-apa, den. Hati-hati pulangnya ya," ujar bi Sari yang diangguki oleh Elden. Setelah itu Bi Sari menutup pintu rumah kembali dan Elden mulai menstarter mobilnya. Dengan perasaan kesal Elden pergi meninggalkan rumah Vino. Besok di sekolah ia pasti akan memberi Vino pelajaran, bukan pelajaran Matematika yang sering ia ajarkan kepada Vino! *** "Kamu beneran abis dari rumah Vino?" tanya Valerie penasaran. Bahkan arwah tersesat itu mengekori Elden dari belakang. "Darimana lo tau kalau gue habis dari rumah Vino?" tanya Elden, alisnya terangkat. Bingung. "Kelihatan dari wajah marah kamu tadi," jawab Valerie jujur. Elden menghela napasnya kasar. "Gue habis dari rumah Vino, tapi si b*****t nggak ada di rumah," ujarnya sambil bergumam nggak jelas. Mungkin Elden tengah mengumpati Vino dengan berbagai u*****n, pemirsa. "Lebih baik kamu tidur. Besok sekolahkan? Tadi Bang Azka juga udah pulang, dia mabuk lagi," ujar dan adu Valerie. Elden mengangguk. "Lain kali kalau Azka pulang mabuk terus lo liat dia, lo takutin kek dia. Kali aja dia jadi insaf," cetus Elden setengah kesal. Valerie mengangguk walaupun Elden tak bisa melihat anggukan kepala gadis itu. "Baiklah." "Ya udah, gue tidur dulu. Lo boleh stay di sini, tapi jangan berantakin rumah gue," pesan Elden sebelum dirinya berjalan menuju kamar. "Siap!" Lo liat aja, Vin. Lo pasti bakal bertanggung jawab sama kesalahan lo. ㅡbatin Elden sebelum dirinya menutup mata dan masuk ke alam mimpi. *** Share cerita ini ke teman-teman kalian ya! Dan jangan lupa untuk tap Love:)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN