Miracle Met You 19

2173 Kata
Hari ini Elden akan mencoba kembali mencari Vino, entah kemana cowok itu Elden dan Valerie juga tidak tau. Ketika Elden berusaha menghubungi kedua orangtua Vino, mereka mengatakan jika Vino tengah sakit. Elden yakin jika Vino lah yang berbohong kepada orangtuanya, agar ia bisa lari dari perbuatannya. Elden melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, memikirkan Vino membuat amarah Elden selalu memuncak. "Elden kamu tenang dulu, jangan buat diri kamu celaka!" Elden menghela nafas dan menuruti ucapan Valerie. "Jadi kemana kita harus cari Vino sekarang? Eliza juga nggak bisa bantu kita buat nyari Vino," ujar Elden kesal. Elden tau jika Vino tidak sakit, menghilangnya Vino secara tiba-tiba membuat perasaan curiga Elden semakin menjadi-jadi. Apa Vino takut diseret ke kantor polisi olehnya? Mungkin saja hal itu benar adanya. "Coba kita ke rumah Vino lagi, siapa tau dia udah pulang ke rumahnya." Ucapan Valerie ada benarnya, Elden hanya mengangguk dan melajukan mobilnya menuju rumah Vino. Setelah beberapa menit kemudian, Elden telah sampai dikediaman Vino, ia turun dari mobil dan berjalan menuju pintu yang tertutup. Sesaat Elden menghembuskan nafasnya, ia harus tenang, ia tidak boleh memaki-maki Vino, yang ada malah Bi Sari mendengarnya dan mungkin mengusirnya. Elden mengetuk pintu rumah Vino dengan wajah datar dan amarah yang tertahan. Cklek! Elden terkejut, ternyata yang membukakan pintu adalah Vino sendiri. Refleks Elden langsung menarik kerah baju cowok itu dan mendorong tubuh cowok itu hingga masuk ke dalam rumah. "Jadi lo pelakunya, b*****t!" ujar Elden lalu melayangkan satu pukulan ke rahang Vino hingga Vino tersungkur di lantai. "Pelaku ap-" Elden tidak membiarkan Vino berbicara, ia langsung memukuli Vino seperti orang yang tengah kesurupan. Bughh! "Kenapa lo kabur? Dengan lo kabur kayak gini udah buktiin kalo lo itu pelaku yang sebenarnya Vin!" Elden meracau sambil memukuli wajah Vino. Buggh! "Lo takut kan masuk penjara? Kenapa lo ngebunuh orang yang nggak punya salah apa-apa sama lo?!" seru Elden marah. Buggh! "Gue nggak nyangka sahabat gue udah jadi pembunuh kayak lo, b*****t!" Tanpa memberi ampun, Elden terus melayangkan bogeman mentahnya ke wajah Vino. Bughh! "ELDEN STOP! JANGAN PUKUL VINO LAGI, KASIAN VINO NYA!" Elden langsung mencampakkan tubuh Vino yang sudah tidak berdaya lagi, ia tau Valerie sedang menangisi keadaan Vino sekarang. Valerie sangat aneh, keadaan Vino yang sekarang tidak semenyeramkan keadaan Valerie ketika ditabrak oleh Vino dulu! "Siap-siap aja Vin, gue bakal nyeret lo ke polisi atas apa yang udah lo lakuin ke Valerie!" Ujar Elden dan berlalu pergi meninggalkan rumah Vino, jika ia terus berada di sana, bisa-bisa Vino habis di tangannya. Dan Elden tidak ingin seperti Vino yang tega merenggut nyawa seseorang. *** Valerie menangis sesugukan ia kasian melihat Elden yang memukuli Vino sampai Vino mengeluarkan banyak darah di hidung dan mulutnya. Valerie masih berada di rumah Vino, ia harus mengikuti Vino untuk yang terakhir kalinya, membuktikan jika Vino memang benar pelakunya. "Gue bukan pelakunya El!" lirih Vino dengan suara pelan yang masih bisa didengar oleh Valerie. Seorang wanita tua datang dengan barang belanjaannya. "Ya ampun den Vino kenapa?!" ujar Wanita tua itu sambil berlari menghampiri Vino yang masih tersungkur di lantai. Wanita tua itu yang mungkin adalah pembantu rumah tangga Vino, membantu cowok itu berjalan menuju kamar Vino, Valerie mengikutinya. Setelah sampai di kamar Vino, wanita tua itu membaringkan Vino yang terlihat lemah di tempat tidur. "Pergi Bi, nggak usah obatin Vino." Vino mengusir Bi Sari. "Tapi den, luka-" "Pergi!" usir Vino dengan nada yang sedikit tinggi. Bi Sari pun menghela napasnya pelan dan pergi sambil menutup pintu kamar Vino dengan pelan. Valerie tidak henti-hentinya menatap Vino, jujur ia kasihan melihat keadaan Vino yang penuh dengan luka saat ini. Wajah cowok itu membiru akibat pukulan Elden, bibir Vino terlihat sobek diujungnya, keadaan Vino sangat berantakan saat ini ditambah lagi dengan wajah cowok itu yang mulai memucat. "GUE BUKAN PEMBUNUH, AKH!" teriak Vino seperti orang yang putus asa. Valerie kaget mendengar jeritan Vino, dan saat itu pula Vino menutup kedua matanya, mungkin cowok itu pingsan. Valerie tersentak kaget melihat beberapa jenis obat yang berada di meja belajar Vino. Jadi Vino beneran sakit?! Valerie berusaha mendekati meja belajar Vino dan melihat beberapa obat yang tidak ketahui jenisnya di sana. Tiba-tiba Bi Sari masuk ke dalam kamar Vino sambil membawa kotak P3K, Bi Sari menangis sambil membersihkan luka Vino. "Den Vino kenapa luka begini sih, baru saja den Vino keluar dari rumah sakit kondisi den Vino udah luka lagi," ujar Bi Sari dengan nada pelan. Valerie tertegun, ternyata Vino tidak berbohong jika cowok itu sedang sakit dan masuk ke rumah sakit. Tetapi mengapa Vino bisa sakit seperti ini? Tok...Tok...Tok... Valerie melihat Bi Sari langsung berlalu pergi, mungkin ingin membukakan pintu. Tidak lama Bi Sari datang bersama sepasang suami dan istri, yang mungkin orang itu adalah kedua orangtua Vino. "Bi, sebenarnya Vino kenapa sih, kok bisa sakit begini?" ujar Mama Vino sambil mengelus pelan rambut Vino. "Dua hari yang lalu Vino nggak pulang ke rumah Bu, sorenya saya dapat telepon dari seorang bapak-bapak, bapak itu bilang kalo Vino ada dikuburan semalaman. Vino kehujanan sampai sakit dan bapak itu membawa Vino ke rumah sakit dan tadi Vino baru saja keluar dari rumah sakit. Pas saya pulang belanja, Vino nya udah berantakan kayak gini, nyonya," ujar Bi Sari, menjelaskan kronologi kejadian malang yang terjadi pada Vino. Valerie tertegun. Jadi Vino selama ini berada di kuburannya sampai cowok itu jatuh sakit?! Jangan bilang yang menelepon dan membawa Vino ke rumah sakit adalah orangtuanya? Mengapa Vino berada di kuburanya? Apa cowok itu meminta maaf lagi kepadanya? Valerie berlalu pergi ia harus memberitahukan hal itu kepada Elden. *** "Elden, kamu bandel banget sih dibilangain! Vino itu emang sakit dan di rawat di rumah sakit selama ini!" Elden mendesah pelan. "Kenapa dia nggak bilang sama gue kalo di sakit? Dan ngapain juga dia ada di kuburan lo?" "Aku nggak tau, mungkin dia mau minta maaf." Elden terdiam, jika tau Vino sedang sakit seperti ini, ia tidak perlu menghajar Vino sesadis tadi! Elden menjadi merasa bersalah tetapi kemarahan cowok itu terhadap Vino selalu memuncak. Elden menghela nafas berat. "Dan aku yakin, yang bawa Vino ke rumah sakit adalah orangtuaku. Kamu harus temuin orangtuaku, Vino pasti cerita sesuatu kepada orangtuaku." Elden mengangguk dan langsung menyambar kunci mobilnya. Hari ini ia jadi penurut sekali dengan Valerie. Tak lama kemudian, Elden telah sampai di kediaman orangtua Valerie. Elden memarkirkan mobilnya dan berjalan menuju pintu rumah dan mengetuknya. Pintu itu terbuka, Bi Reni yang membukakannya. "Lho kamu teman Vally yang waktu itu, 'kan?" Elden mengangguk sebagai jawaban. "Pak Arham nya ada nggak Bi?" "Ada, silahkan masuk." Bi Reni membukakan pintu dengan lebar dan mempersilakan Elden masuk ke dalam. Elden melihat kedua orangtua Valerie tengah duduk di sofa sambil menatapnya, mungkin kedua orangtua Valerie bingung dengan kehadirannya. "Ayah, Ibu, Vally kangen hiks." Iya, itu adalah suara pelan dari Valerie, mungkin saat ini Valerie tengah memeluk kedua orangtuanya. Atau mungkin arwah itu kini berdiri tepat di depan orangtuanya. "Om, tante, saya Elden temannya Valerie," ujar Elden memperkenalkan dirinya. "Oh kamu temannya Vally ya? Duduk sini," ujar Ibu Valerie sambil memberi isyarat pada Elden agar duduk id sofa di depannya. Elden mengangguk, menurut. "Hm, saya dateng ke sini mau nanya soal teman saya yang Om bawa ke rumah sakit waktu itu." "Oh, namanya Vino bukan?" ujar Ayah Valerie sambil mengingat-ingat nama Vino. Elden mengangguk mengiyakan. "Ketika saya mau berdoa di makam anak saya, saya liat Vino pingsan di sana dan badannya panas, makanya saya bawa dia ke rumah sakit." Elden mengangguk-anggukkan kepalanya. "Vino cerita kalo dia juga lagi berdoa buat anak saya di sana semalam, Vino itu teman Vally juga ya?" tanya Ibu Valerie dengan lembut. "Jawab aja iya," titah Valerie. "Iya, tan." "Hm, Om, Vino nggak cerita apa-apa lagi ke Om dan tante?" tanya Elden. Ayah dan Ibu Valerie kompak menggeleng. "Apa pelaku kasus kecelakaan Valerie sudah ketemu, Om?" tanya Elden sopan. "Belum, om pasti akan memenjarakan orang itu kalau orang itu dapat!" ujar Ayah Valerie dengan tegas. Elden tidak bisa membayangkan jika Vino akan dipenjara nantinya, bagaimana perasaan kedua orangtua cowok itu ketika tau Vino adalah pelaku kasus kematian Valerie? Elden tidak bisa membayangkan hal itu terjadi. *** Untuk saat ini Elden sangat frustasi sampai-sampai ia tidak tau harus melampiaskan kemarahannya dengan cara apa, mengingat kejahatan yang telah dilakukan Vino membuat Elden kembali tak berdaya, Elden sangat marah kepada sahabatnya itu. Belum lagi masalahnya dengan Nasywa yang belum juga membaik, kekasihnya itu masih saja menjauhinya, tidak pernah membalas pesannya atau mengangkat teleponnya, jika ditemui juga Nasywa selalu menghindar dan mengabaikan Elden ketika Elden berusaha berbicara baik-baik dengan Nasywa. Perasaan takut kehilangan kemudian menyeruak begitu saja di d**a Elden, ia lagi-lagi menggeram frustasi dan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil memejamkan mata, memijit keningnya yang terasa sangat pening. Akhir-akhir ini Elden memang dalam emosi yang tidak terkendali, ia bisa saja menghancurkan barang-barang di sekitarnya tanpa alasan atau memarahi orang-orang yang berusaha untuk mendekatinya walau dengan niat baik. Bahkan dengan Azka sekalipun Elden lebih sering memarahi Abangnya itu dan juga dengan Valeire. Ya, Valeire adalah tempat Elden untuk melampiaskan kemarahannya walau Elden sadar Valeire tidak memiliki salah apa-apa dengannya. "Gue kangen banget sama Nasywa, dia lagi apa ya?" gumam Elden sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Elden mengambil ponselnya lalu menghubungi nomor Nasywa walau Elden tahu jika Nasywa pasti akan menolak panggilannya. Namun Elden seketika menegakkan tubuhnya ketika ia mendengar suara Nasywa dari seberang sana lalu menatap layar ponselnya dan ternyata Nasywa mengangkat teleponnya, Elden langsung tersenyum lebar. "Hallo Nas?" "Apa kita bisa bertemu?" ucap Nasywa di sbeerang sana yang langsung membuat mood Elden membaik seketika, Elden mengangguk dengan cepat. "Bisa Nas, gue kangen banget sama Lo, Lo ada di mana sekarang biar gue jemput." "Rumah," jawab Nasywa dengan singkat. "Oh ok, gue otw ya, gue tutup Nas, bye!" Elden langsung saja mengambil jaket nya dan menyambar kunci mobilnya, ia akan menjemput Nasywa dengan mobilnya agar ia bisa lebih nyaman berbincang dengan Nasywa jika mengenakan mobil dan Elden harap Nasywa akan memaafkannya dan tidak marah lagi padanya. Sesampainya Elden di rumah Nasywa, ia langsung mempersilahkan Naswya untuk masuk ke dalam mobilnya dengan senyuman manisnya namun Nasywa hanya cuek dan masuk ke dalam mobil tanpa ekspresi yang membuat Elden yang melihat hal itu lantas menghela nafas pelan.  Elden mengendari mobilnya sambil sesekali menatap Nasywa sambil tersenyum, Elden mengusap lembut kepala Nasywa yang membuat cewek itu langsung menoleh ke arah Elden.  "Gue minta maaf ya kalau gue ada salah sama Lo," ucap Elden dengan lembut sambil terus mengelus kepala Nasywa dan juga pipi Nasywa namun cewek itu langsung mengambil tangannya dan melepaskannya. "Gue udah maafin Lo, udah bisa nyeritain yang sebenarnya ke gue?" Elden menghela nafas gusar sambil membuang tatapannya ke arah lain, lagi dan lagi Nasywa membahas tentang Valerie. Elden tidak tahu harus berucap apa kali ini. Melihat Elden yang masih bungkam membuat Nasywa memutar bola matanya malas lalu menatap ke arah jendela dengan tangan yang di lipat di depan d**a, menahan rasa kesalnya. Elden menghentikan mobilnya di pinggir jalan, ia rasa ia akan menyesuaikan masalahnya dengan Nasywa dengan baik-baik agar Nasywa tidak salah paham kepadanya.  Elden menatap Nasywa, mengambil kedua tangan Nasywa lalu menatap Nasywa yang masih enggan untuk menatap Elden. "Nas, percaya sama gue, gue gak ada apa-apa sama Valeire. Valeire bukan siapa-siapa gue, tolong percaya." Nasywa mentap Elden dengan kesal sambil mendelik. "Kenapa bahas cewek lain sih?!" sentak Nasywa yang mengejutkan Elden. "Elden, gue cuma mau Lo berbagi cerita ke gue, gue percaya sama Lo kalau di hati Lo cuma ada gue. Tapi gimana gue bisa percaya kalo Lo nggak pernah cerita dan selalu ngehindar kalo gue tanya?" "Nas, gue..." "Udah mending kita putus, males gue debat mulu sama Lo," ucap Nasywa final dengan tatapan emosinya yang di lemparkannya ke Elden. Bagai tersambar petir Elden terdiam membeku menatap Nasywa yang dengan mudahnya melayangkan ucapan yang tak pernah dipikirkannya sebelumnya. Dengan jantung yang porak-poranda Elden berusaha untuk mencari kebohongan dibalik mata Nasywa yang masih saja melemparkan tatapan marahnya kepada Elden. "Lo kok jadi gini sih Nas?" "Gue kayak gini juga karena Lo, El! Lo tau gimana rasanya di anggap nggak ada sama pacar sendiri? Nggak enak banget El, gue udah seberusaha mungkin buat ngertiin Lo, tapi Lo sama sekali nggak pernah ngertiin gue!" cetus Nasywa dengan menggebu-gebu sambil memasang Sling bag nya dan membuka pintu mobil yang langsung di cegah oleh Elden. "Nas, Lo mau kemana? Kita belum selesai bicara!" "Nggak ada yang perlu dibicarain lagi El, semuanya udah jelas, mulai saat ini kita putus, makasih buat semuanya, gue pergi," ucap Nasywa tanpa menatap Elden sedikitpun dan berlalu begitu saja meninggalkan Elden yang masih terdiam di tempatnya. Elden mencengkram erat stir mobilnya lalu berteriak frustasi dengan nafas yang memburu, Elden mengusap wajahnya yang kasar dan memukul-mukul stir mobil tanpa tenaga. Perasaan Elden sangat kacau, ia ingin marah tapi tidak bisa, ia ingin menangis pun tidak bisa, perasaanya hancur-hancurnya. Bagaimana bisa orang yang selama ini di sayanginya, selalu bisa membuatnya tersenyum walau hanya dengan menatap cewek itu saja, kini pergi meninggalkannya sendiri bersama bayangannya.  "Akh!" teriak Elden dengan emosinya. Elden langsung mengendarai mobilnya tak tentu arah untuk melampiaskan perasaan kecewa, marah dan terlukanya di jalanan. *** Share cerita ini ke teman-teman kalian ya! Dan jangan lupa untuk tap Love:)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN