Miracle Met You 10

1787 Kata
Elden terbangun dari tidur nya, ia terganggu dengan suara-suara keributan yang berasal dari luar kamarnya. Elden mengucek kedua matanya dan melirik jam dinding. 04.00 a.m. Elden tersentak kaget mendengar suara benda yang jatuh, ia bergegas berlari keluar kamarnya, mengambil sapu dan berjalan pelan menuju sumber suara keributan. Jika itu adalah Abangnya, Azka tidak mungkin bangun sepagi ini, dan mereka hanya tinggal berdua. Elden berpikir jika maling sedang menjelajahi rumahnya. Prang!!! Elden tersentak, nyalinya ciut seketika. Elden berjalan menuju kamar Azka mengetuk pintu kamar abangnya itu dengan pelan. "Bang, bangun bang, ada maling," ujar Elden dengan nada pelan, takut-takut maling itu mendengarnya dan mengeroyok dirinya sampai babak belur. Mendengar tidak ada sahutan dari dalam, Elden memutar kenop pintu dan masuk ke dalam kamar Azka.  Kosong. Azka tidak berada di kamarnya. "Bang Azka belum pulang?" gumamnya pelan. Elden menepis pemikirannya itu, ia berjalan menuju dapur dengan langkah pelan tanpa suara. Elden sudah bersiap dengan gagang sapu nya dan dengan cepat memukul orang yang entah sedang melakukan apa di dapurnya. "Aduh! Sakit woy!" Elden terkejut dan membelalakkan matanya. "Lo kenapa sih, akh!" ringis Azka seraya memegang lengannya, menatap tajam ke arah Elden. Elden menurunkan gagang sapunya dan meneguk salivanya. "Gue kira ada maling, lagian abang ngapain sih di dapur, masih gelap gini." Azka tidak membalas ucapan Elden, cowok itu sibuk mencari sesuatu, hingga dapur yang tadinya rapi kini telah hancur berantakan karena perbuatan Azka. "Bang Azka nyari apa sih?" "Pisau mana pisau?" selaknya menatap Elden tajam. Mata Elden membulat. "Buat apaan?" Azka berdecak dan berlalu pergi meninggalkan Elden begitu saja dengan membawa s*****a tajam lainnya. Tiba-tiba firasat buruk melanda pikiran Elden, jantungnya berdetak tak karuan. "Bang Azka mau ngapain?" gumannya. Elden mengejar Azka yang sudah berada di teras rumah. "Bang, lo mau kemana?" tanya Elden. Azka membuka pintu mobilnya dan meletakkan barang-barangnya. "Bukan urusan lo!" Elden berdecak kesal. "Lo nggak sekolah?" Azka menatap Elden sebelum masuk ke dalam mobil. "Lo nggak liat gue pake baju apa?" Ya. Azka memang sudah mengenakan seragam sekolahnya, tetapi tidak mungkin rasanya jika Azka pergi ke sekolah sepagi ini. Perasaan tidak enak kembali melanda hati Elden. "Ini masih subuh, nggak ada orang sekolah subuh-subuh!" Azka mengabaikan ucapan Elden dan masuk ke dalam mobilnya, menutup pintu mobil dengan kuat hingga menimbulkan suara yang keras. Mobil Azka melaju dengan kecepatan di atas rata-rata membelah jalanan kota Jakarta pagi ini. *** Elden masih kepikiran tentang Azka yang pergi ke sekolah subuh tadi, ketika ia mencari Azka di kelas, abangnya itu tidak berada di sana. Di mana Azka sebenarnya? Seseorang menepuk bahu Elden, membuat Elden tersentak kaget. "Lo kenapa pagi-pagi udah melamun aja kayak orang yang kelilit utang." sahut Vino seraya duduk di sebelah Elden. Elden menghela nafas berat. "Gue kepikiran bang Azka," "Kenapa lagi, bang Azka?" "Tadi pagi gue liat bang Azka nyari pisau, gue takut dia bakal tawuran lagi." "Ya elah El, lo kayak nggak tau bang Azka aja. Tawuran kan hobi abang lo, apa yang harus di pikirin? Paling ntaran juga pulang dengan kondisi yang berantakan," sahut Vino santai tapi bener. Elden menjitak kepala Vino dan cowok itu langsung mengumpati Elden sambil meringis sakit di kepalanya karena jitakan yang diberikan Elden tidak nyantai. Tapi ucapan Vino ada benarnya. Mengapa ia harus mengkhawatirkan Azka, toh tawuran atau tidak, kondisi Azka memang selalu tidak baik setiap harinya. Elden mengendus, beberapa hari ini ia tidak menghirup aroma bunga lavender di sekitarnya. Di mana Valerie? Sejak insiden ia dan Valerie menyelidiki kasus kecelakaan di tempat di mana Valerie ditabrak, arwah itu entah kenapa tidak datang untuk menganggui hidup Elden lagi. Elden mendengus, mengapa ia memikirkan Valerie, seharusnya ia senang karena arwah itu tidak mengganggu hidupnya untuk saat ini. *** Setelah pulang ke rumah dan melihat jika orang tua Valerie sedang menyelidiki kasus kematiannya dengan polisi, Valerie langsung meninggalkan rumahnya itu dan hendak mencari Eliza, ada hal penting yang harus ia tanyakan kepada Eliza. Valerie mencari Eliza di tempat biasa arwah itu berada, namun Valerie tidak menemukan Eliza di tempat biasanya. "Hei Valerie!" Valerie kaget, bukankah itu suara Eliza? Valerie menatap kanan kiri, depan belakang namun ia belum menemukan keberadaan Eliza. "Astaga, aku di atas!" Valerie lantas mendoak dan menemukan Eliza di atas pohon, sedang apa arwah itu ada di atas pohon? Kurang kerjaan saja, pikir Valerie. Eliza melayang di udara dan berhadapan dengan Valerie. "Kenapa kamu mencariku? Apa karena Elden tidak mau membantumu lagi, hm?" Valerie menggeleng. "Bukan, ini soal diriku sendiri." Eliza menatap Valerie bingung, "Apa maksudmu?" Valerie menatap tangan dan jubah putihnya. "Akhir-akhir ini bayanganku mulai memudar, aku takut melihat wujudku yang sekarang." Eliza terdiam sambil terus menatap Valerie, terlihat diwajah pucatnya jika Eliza terkejut mendengar ucapan Valerie. "Kamu tau apa penyebabnya?" tanyanya serius. Eliza mengangguk. "Aku tau." "Kamu tau? Jadi kenapa wujud ku seakan mengilang akhir-akhir ini?" tanya Valerie dengan wajah penasarannya. "Ya aku emang tau, tapi aku tidak mau memberitahukannya kepada mu, suatu saat nanti kamu juga akan tau kenapa wujud mu berubah seperti ini." Eliza berujar dengan santai. Tidak berniat membantu Valerie yang tampak bingung dengan tubuh hantunya. *** Azka Pov Suara dentuman musik yang keras bergema di tempat itu, bau alkohol juga menusuk di setiap indra penciuman semua orang yang berada di dalamnya, tapi siapa peduli. Banyak orang yang sedang meliuk-liukkan badan di lantai dansa, dan beberapa orang pula yang sedang meneguk minumannya, termasuk Azka. Cowok itu menatap kosong orang-orang yang sedang berdansa sambil sesekali meneguk winenya, sepertinya meminum wine adalah pelarian dari setiap masalah-masalah yang terus menghantui pikirannya akhir-akhir ini. Azka tidak lagi memikirkan mantan kekasihnya yang berengsek itu, memikirkan wanita ular itu hanya menambah beban dipikiran Azka saja. Yang dipikirkan Azka ialah, bagaimana nasib seorang perempuan yang ia celakai dalam satu malam. Terbesit rasa bersalah yang menyergap diri Azka, sebagian dari dirinya ingin ia mengakui kesalahan fatalnya kepada kedua orangtuanya yang sedang berada di London. Tapi sebagian dirinya yang lain menolak dan membuang rasa bersalahnya jauh-jauh. Jujur saja, ia ingin meminta maaf atas kesalahannya, tapi ia tidak tahu siapa perempuan yang ia celakai saat itu, lebih tepatnya Azka berbuat salah pada orang yang tak ia kenal sama sekali. "Hei, sendirian aja," seorang wanita berpakaian minim tiba-tiba mendekati Azka dan berbicara padanya. Azka mendesis dan menatap wanita di sebelahnya dengan sinis. "Menjauhlah!" sentak Azka galak, bahkan Azka menghempaskan tangan cewek itu dengan kasar. Wanita tadi langsung terdiam dan buru-buru kabur melihat wajah tampan Azka yang tampak tak bersahabat saat bersitatap muka dengannya. "Galak bener buset! Untung cakep," gumam wanita yang mencoba mendekati Azka tadi dengan sedikit kesal akan tingkah Azka. Azka Pov End *** Tubuh Elden menegang saat indra penciumannya menangkap bau Valerie, tapi Elden tetap diam, seperti tidak terjadi apa-apa. "Elden," panggil Valerie. Elden tetap diam, ia diam karena kini di depan guru matematikanya tengah menerangkan pelajaran. "Aku tau kamu mendengarku!" seru Valerie yang hanya bisa Elden dengar. "Kamu tuli ya?!" decak Valerie, mulai sebal dengan Elden yang mengacuhkannya seperti biasanya. "Ini penting! Ayolah bicara," ujar Valerie, nadanya sedikit memohon. Berharap Elden membalas ucapannya. Valerie yang kesal atas respon Elden yang diam pun bertindak. Valerie mengambil penghapus yang kebetulan ada di atas meja Elden dan melempari guru matematika Elden dengan penghapus cowok itu. Melihat penghapus miliknya terbang dan mengenai gurunya membuat mata Elden melotot dan menatap angin di belakangnya, ia yakin Valerie kini berada di belakangnya. "SIAPA YANG MELEMPAR PENGHAPUS INI KEPADA SAYA?" tanya Bu Suliarti dengan suara yang keras. Oh tidak, Bu Suli marah dengan penghapus miliknya berada di tangan Bu Suli dan sialnya Elden ingat di penghapus itu ada namanya. Elden memang sengaja memberi penghapus miliknya tanda dengan namanya agar tidak ada yang mencuri penghapusnya. Pasalnya alat-alat tulis adalah barang berharga di kelas, sedikit saja lengah mungkin salah satu peralatan tulismu akan hilang. Alias dicuri. "Elden Archilles," ujar Bu Suli dengan penuh tekanan. Elden spontan berdiri dari kursinya saat bu Suli memanggil namanya. "I-iya, bu." "Kenapa kamu melempar penghapus ini?" tanya Bu Suli menyelidik. Elden gelagapan menjawab pertanyaan bu Suli, dan kini Elden yakin Valerie tengah menertawakan dirinya. Karena saat ini Elden mendengar cekikikan tidak jelas Valerie di belakang tubuhnya, dan aroma arwah itu sangat pekat tercium oleh hidungnya. "Sa-saya nggak sengaja, bu. Tadi sebenarnya mau ngelempar ke Vino, tapi meleset malah kena ibu," balas Elden, bohong. "Lah, kok gue? Gue dari tadi memperhatikan papan tulis, gue nggak inget pengen pinjam penghapus lu," celetuk Vino yang membuat Elden melototi Vino dengan mata yang membesar. Mendengar celetukan jujur Vino membuat satu kelas tertawa, tertawa karena Vino begitu jujur dan tertawa karena Elden yang ketahuan berbohong. "Elden Archilles, sekarang kamu keluar dari kelas saya!" usir bu Suli dengan tegas. Elden pasrah, hanya bisa nurut. Elden pun membereskan bukunya dan meletakkan bukunya ke laci meja dan pergi keluar dari kelas. "Setelah jam saya, kamu datang ke ruangan saya," pesan Bu Suli sebelum Elden benar-benar keluar kelas. Elden hanya bisa mengangguk. "Iya, Bu." Elden keluar dari kelas dengan diikuti oleh hantu kurang kerjaan alias Valerie. Elden berjalan ke arah taman belakang sekolah, ia berencana akan memarahi Valerie yang seenaknya saja padanya. Bahkan Valerie membuat ulah dan berambas padanya. "Gue tau lo di sini, sekarang jelasin kenapa lo tiba-tiba datang dan gangguin gue kayak gini?" tanya Elden, menuntut penjelasan hantu menyebalkan yang bernama Valerie. "Aku merasa aneh," balas Valerie pelan. Elden menaikkan satu alisnya. "Aneh gimana?" "Aku melihat tubuhku sendiri yang hanya berbayang," ujar Valerie ambigu. Elden tambah mengernyitkan dahinya heran. "Bukannya semua seta– eh hantu maksudnya hanya bayangan?" tanya Elden. Valerie menggeleng walaupun ia tau Elden tidak bisa melihat gelengan kepalanya itu. "Ini berbeda, tubuhku seakan memudar. Aku bertanya pada Eliza, tapi ia tidak memberiku jawaban," jawab Valerie, nadanya terdengar putus asa. "Mungkin sudah waktunya lo nyeberang ke tempat seharusnya," ujar Elden, mengutarakan apa yang terlintas di kepalanya. "Tapi aku masih belum mengetahui siapa pembunuh, ah tidak, maksudku aku belum mengetahui siapa yang menabrakku saat itu," ujar Valerie. Dalam hati Elden membenarkan ucapan Valerie barusan, mereka sampai saat ini memang belum mengetahui siapa yang menabrak Valerie. Elden menghembuskan napasnya. "Lebih baik sekarang lo tenang dulu, jangan panik. Kalau Eliza memang nggak mau memberitahu alasannya kenapa, mending lo tanyain ke hantu lain." Elden memberi saran. "Enggak mau!" cetus Valerie. Elden mengernyitkan dahinya. "Kenapa?" "Aku takut, mereka seram-seram," jawab Valerie jujur. Sekarang Elden tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban jujur Valerie, ia tidak peduli kalau ada siswa lain yang memergokinya tengah tertawa sendiri. Yang Elden lakukan hanya tertawa karena ucapan Valerie yang sangat lucu di telinganya. "Valerie, Valerie, lo itu hantu! Masa hantu takut hantu sih haha," ujar Elden yang masih disertai tawa yang menggelegar dengan kuat. Valerie hanya berdecak. "Tertawa aja terus, sampai saraf tawamu pecah," ujar Valerie asal. Elden kembali tertawa terbahak, tapi sedetik kemudian ia berhenti tertawa saat hidungnya tidak menangkap bau lavender Valerie. "Vally, Vally, satu-satunya hantu yang gue tau takut hantu," gumam Elden seraya menghembuskan napasnya pelan. *** Tap Love yuk!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN