Miracle Met You 24

1128 Kata
Elden tengah makan malam bersama Mommy dan Daddy nya, tentunya tanpa Azka, abangnya yang sudah tiada. Suasana meja makan saat itu sangatlah sepi, keluarga mereka masih berkabung dengan kepergian Azka yang begitu cepat. "Jadi Azka pelaku korban tabrak lari?" tanya Daddy Elden memulai percakapan. Ya, kedua orangtua Elden memang sudah mengetahui semuanya, mengenai kasus kematian Valerie yang disebabkan oleh Azka. Kedua orangtua Valerie juga sudah mengetahui semua, kedua orangtua mengiklaskan semua toh, Azka juga sudah meninggal, apa yang harus dituntut? Mommy dan Daddy serta kedua orangtua Elden sudah berdamai dan mengikhlaskan kepergian Valerie dan Azka. "Iya, Dad," jawab Elden sambil menatap makanannya. "Selama Mom dan Dad nggak ada di rumah, Azka masih sering pergi ke club?" tanya Sheren dengan nada pelan, terlihat jelas Mommy nya itu mengeluarkan air mata. Mommy Elden lah yang paling terpukul mendengar Azka meninggal, Mommy Elden berpikir jika ia tidak bisa menjadi orangtua yang baik untuk Azka, hingga Azka berperilaku buruk seperti itu. "Iya, Mom, tapi beberapa hari yang lalu, bang Azka udah berubah dalam hal belajar Mom. Bang Azka giat belajar, yah walaupun bang Azka masih sering pulang dengan keadaan mabuk." Sheren menangis. Elden langsung memeluk tubuh wanita berusia 40 tahunan itu, berusaha menegarkan. "Elden, Dad udah buat keputusan," ujar Daddy Elden. Elden mengernyit, keputusan? Apa maksud Daddy nya itu? "Kamu harus ikut Dad dan Mom–" "NGGAK DAD! Elden nggak mau ikut Mom sama Dad ke London," sela Elden cepat, cowok itu menggelengkan kepalanya tandatidak setuju. "Elden please, Mom nggak mau ninggalin kamu sendirian di Indonesia, Mom sama Dad takut kamu kenapa-napa." timpal Sheren. "Elden tetap nggak mau!" ujar Elden kesal sambil berlalu pergi. *** Elden mengendarai mobilnya tidak tentu arah, tangannya terkepal kuat dan rahangnya juga mengetat. Elden tidak suka dengan keputusan Daddy nya, ia tidak mau ikut ke London bersama orangtuanya! Ponsel Elden sedari tadi berdering, ia tidak mempedulikan benda pipih itu. Elden melirik sekilas ponselnya yang ada di kursi di sebelahnya. Nama Mom dan beberapa detik kemudian nama Dad menghiasi layar ponselnya. Dan spam notif dari Vino juga nyaring terdengar di telinga Elden. Elden tidak akan pulang malam ini, bukan apa-apa, hanya saja ia sedang malas bertemu dengan Daddy dan Mommy nya untuk saat ini. Mobil Elden berhenti di sebuah danau, tempat di mana keluarga kecilnya selalu berlibur di tempat itu walaupun hanya piknik seharian di sana. Elden menjelajahi tempat itu, ia berjalan menelusuri sepanjang danau, Elden memgabaikan angin malam yang menusuk kulitnya. Elden berdiri di depan danau, ia menatap kosong danau itu. "AKHHHH!" teriaknya. Elden menatap rumah pohon milik keluarganya, ia memanjat anak tangga dan sampailah ia di puncak rumah pohon itu. Elden menatap seisi rumah pohon itu, terakhir kali ia berkunjung ke rumah pohon itu adalah tiga tahun yang lalu. Saat itu hanya ada dirinya, Azka, Mommy dan Daddy yang sedang piknik. Mata Elden berair, ia menangis dalam diam mengingat semua kenangannya bersama Azka dan kedua orangtuanya. Elden merogoh dompetnya, lalu mengambil foto dari sana, di foto itu ada wajah Valerie yang tengah tersenyum, Elden mengelus foto itu. Ia sangat rindu dengan Valerie. Malam semakin larut, Elden membaringkan tubuhnya, menatap bintang-bintang dan bulan yang menghiasi malam itu, hingga Elden tertidur. **" "Elden," Suara itu sangat familiar di telinga Elden, Elden mencari sumber suara, tubuhnya seketika membeku ketika meihat sosok Valerie tengah berdiri dihadapannya. Aneh, sekarang ia bisa melihat wujud asli Valerie, gadis itu sangat cantik dengan balutan gaun panjang berwarna putihnya. "Valerie? Ini lo kan?" tanya Elden tidak percaya, mengapa Valerie berada di dunia manusia lagi?! "Iya Elden ini aku, Vally. Aku sangat rindu padamu, apa kamu juga?" Elden mengangguk cepat, ia tidak boleh menghianati hatinya jika ia tidak merindukan Valerie. "Elden iklaskan aku dan Azka pergi, kamu tidak boleh seperti ini terus." Elden menutup kedua matanya. Dia tidak suka dengan apa yang Valerie katakana barusan. "Elden, hei, lihat aku. Aku dan Azka akan selalu bersamamu, aku dan Azka akan selalu ada di hatimu, percayalah." Elden hanya diam, menatap sendu kearah Valerie. "Mulailah kehidupan baru bersama kedua orangtua mu, kamu mau menuruti ucapanku kan?" Elden menghela nafas berat. "Gue bakal coba," Terlihat wajah cantik Valerie tersenyum kearahnya, Elden membalas senyuman itu, ia mendekati Valerie dan menggengam tangan itu. "Ingatlah satu hal Elden... Aku akan selalu bersamamu." Elden tertegun, di mana Valerie? Sosok gadis itu telah lenyap dihadapannya. "Valerie! Valerie lo di mana?!" "VALERIE?!" Elden terbangun dari tidurnya, posisinya sekarang adalah terduduk. Ia menatap kanan dan kiri, ternyata ia masih di rumah pohon. Elden menghela nafas, ternyata ia sedang bermimpi, Elden bermimpi Valerie menemuinya. Elden mengingat jelas semua ucapan Valerie di dalam mimpinya, Elden mengangguk, ia harus memulai kehidupan yang baru. Elden harus mengiklaskan Valerie dan Azka pergi. Drrtttt...Drrrtttt.... Elden memgambil ponsel dari saku celanannya, nama Dad menghiasi layar ponselnya, Elden lalu menelan ikon berwarna hijau itu dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya. "Halo Dad?" "..." "Iya Elden pulang sekarang," ujar Elden lalu mematikan ponselnya. *** Mobil Elden telah sampai di depan rumahnya, Elden keluar dari mobil, di pintu rumah Hendry dan Sheren sedang menunggunya. Sheren berlari kecil memeluk tubuh putranya sambil menangis. Elden membalas pelukan Mommy nya itu dengan sayang. "Kamu nggak pa-pa kan Elden?" tanya Hendry. Elden menggeleng. "Maaf Elden udah buat Mom dan Dad cemas," sesal Elden. Sheren mengelus bahu Elden. "Ayo kita masuk." Sheren, Hendry dan Elden berjalan memasuki rumah, mereka duduk di sofa ruang keluarga. "Dad dan Mom udah berpikir, dan keputusan Dad bisa Dad batalin, kamu bisa melanjutkan kuliahmu di Indonesia." "Nggak Dad, keputusan Daddy udah benar, Elden mau kok ikut Dad dan Mom ke London," sela Elden dengan cepat. "Elden nggak mau lagi jauh-jauh dari kalian, Elden juga mau belajar mengiklaskan orang-orang yang udah ninggalin Elden. Mungkin dengan Elden yang kuliah di luar negri bisa membuat Elden belajar buat mengiklaskan kepergian bang Azka dan Valerie." Sheren dan Hendry tersenyum mendengar jawaban sang anak. "Mom jangan nangis lagi ya, Elden sedih liatnya," ujar Elden, tangannya terulur ke wajah Sheren dan dengan gerakan lembut ia menghalau airmata yang keluar dari mata Mommy tercinta. Sheren mengangguk sambil mengelus pipi Elden dengan sayang. Elden mengemasi semua barang-barangnya, hari itu juga ia akan langsung berangkat ke London bersama kedua orangtuanya. Seharian itu pula Vino selalu bersamanya, Vino membantu Elden untuk mengemasi barang-barangnya. Untungnya kedua orangtua Elden tidak akan menjual rumah mereka, jadi Elden masih bisa mengunjungi rumah mereka itu. Elden dan Vino memasuki kamar Azka, Elden menghirup aroma kamar Azka, bau maskulin abangnya itu selalu Elden kenali. Elden mengambil beberapa baju Azka dan bingkai foto yang terdapat foto mereka berdua yang sedang merangkul satu sama lain, Elden akan membawa baju serta foto tersebut. Tentu saja Elden juga membawa foto-foto Valerie yang sempat ia ambil di rumah cewek itu. Elden akan menatap foto itu ketika ia sedang rindu dengan Valerie. **" Share cerita ini ke teman-teman kalian ya! Dan jangan lupa untuk tap Love:)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN