My Perfect Stranger 26

1598 Kata
London... Di sinilah Elden sekarang, di negara orang untuk menetap selamanya. Elden menyeret koper besarnya, ia baru saja tiba di bandara London. Elden dan kedua orangtuanya telah dijemput oleh supir milik keluarganya. Elden menikmati perjalanan saat itu, suasana kota London sangat dingin saat itu namun tidak bersalju, untung saja ia sudah mengenakan pakaian hangat dari Indonesia sebelumnya. Mommy nya pasti juga sudah menyiapkan banyak pakaian hangat untuknya. Tidak lama, Elden telah sampai di sebuah rumah besar, itu adalah rumah milik kedua orangtuanya, rumah itu tidak kalah besar dari rumahnya yang berada di Indonesia. Mereka disambut oleh beberapa pelayan, pelayan itu langsung membawa masuk koper-koper milik Mommy dan Daddy Elden, dan juga miliknya. "Elden kamu langsung istirahat aja ya, kamar kamu ada di lantai dua," ujar Sheren. Elden hanya mengangguk dan berlalu menaiki anak tangga. Elden sempat kesusahan mencari letak kamarnya, mengingat rumah orangtuanya itu sangatlah besar bak istana, maklum holkay. Elden memang baru pertama kali menginjakkan kakinya di rumah itu, dulu sewaktu Elden dan Azka masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, Elden dan Azka pernah tinggal beberapa hari di London. Tetapi tidak di rumah itu, namun di rumah yang lain. Mungkin Mommy dan Daddy baru saja membeli rumah baru. Elden membaringkan tubuh lelahnya di tempat tidur, ia menutup mata sambil menghirupkan aroma asing dari kamar itu. Beberapa detik kemudian, Elden menatap jam dinding, ternyata sudah jam 10.35. Elden menutup matanya lagi, hari ini ia harus beristirahat dan besok baru ia akan bersekolah di sekolah barunya. Elden tidak perlu repot-repot dengan pendaftaran di sekolah nya karena Mommy dan Daddy nya pasti sudah mengurus hal itu jauh hari. Elden tinggal sekolah saja besok. Elden juga sudah memutuskan untuk berkuliah di London dan tidak di Indonesia, paling-paling ia akan berkunjung ke Indonesia hanya untuk liburan dan berziarah ke makam sang Abang aja dan tentu saja juga untuk bertemu dengan sahabat karib nya, Vino. *** Elden telah sampai disebuah sekolah di salah satu kota London, Elden mendesah pelan, apa iya jika ia harus mencari teman seluqnut Vino? Ah tidak, mungkin Elden tidak akan menemui orang seperti Vino di sekolah barunya kini. Kemarin siang tepatnya, sehari setelah Elden tiba di London Sheren langsung mendaftarkannya di salah satu sekolah yang menurut Elden adalah sekolah elite. Elden mulai mencari kelasnya, ternyata sekolah barunya kali ini sangat jauh beda dengan sekolahnya yang dulu. Vino pasti iri padanya karena Elden banyak menemukan bule cantik di sekolahnya itu, tetapi Elden tidak tertarik dengan cewek-cewek itu. Hari pertama Elden berjalan seperti biasanya, pertama diawali dengan perkenalan diri, mulai aktif belajar, istirahat, belajar lagi dan akhirnya pulang. Elden juga sudah mempunyai beberapa teman di kelasnya, namun Elden hanya merasa dekat dengan seorang cowok bernama Erick, sifat Erick sangat menyenangkan dan dewasa menurut Elden. Bel pulang sudah berbunyi, Erick juga sudah pulang dengan mobil mewahnya, namun Elden masih berada di sekolah, ia tengah berjalan di koridor. "Elden? Lo Elden kan? Apa gue yang salah liat?" Elden mengernyit, siapa tadi yang memanggil namanya? Elden membalikkan tubuhnya, menatap terkejut kearah seorang cewek yang tengah tersenyum ke arahnya. "OH MY GOD, ELDEN!" ucap cewek histeris sambil berhambur ke pelukan Elden. Elden yang dipeluk hanya bisa terdiam membeku, otaknya tak jalan untuk saat ini. Ia masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi saat ini, Elden menepuk wajahnya memastikan ini hanyalah mimpi belaka. Tidak mungkin ia bertemu dengan Nasywa di sekolah barunya dan mantan kekasihnya itu malah sedang memeluknya erat kini. Elden terkekeh pelan sambil bergumam, "Fix gue udah gila." "Elden, i miss you," ucap cewek itu pelan sambil mengeratkan pelukannya yang langsung membuat Elden tersadar dan langsung menatap lekat ke arah Nasywa, mengambil wajah cewek itu dengan tangannya dengan ekspresi bertanya-tanya. "Nasywa? Lo ngapain di sini?" tanyanya dengan alis yang bertautan, menyakinkan diri jika yang dihadapannya kini adalah benar Nasywa. Elden tentu terkejut melihat kehadiran Nasywa di sekolah ini, jangan bilang jika Nasywa juga bersekolah di sini. Dan kenapa juga Nasywa menyapanya? Cewek itu sangat aneh, biasanya cewek itu selalu menghindar jika ia bertemu dengan cewek itu, namun sekarang? Nasywa malah mendekat dengannya, dan beberapa detik yang lalu Nasywa dengan terang-terangan mengatakan jika cewek itu merindukan dirinya. Nasywa terkekeh pelan. "Gue pindah sekolah di sini, lo juga?" Elden hanya mengangguk sebagai jawaban dan langsung memeluk tubuh Nasywa dengan erat. "Nas, kenapa nggak bilang ke gue kalau Lo pindah ke sini? Kenapa ngehindar dari gue?" "Maafin gue El, hari itu keadaannya mendesak dan gue juga lost kontak sama Lo, maafin gue, gue yang salah." Elden menggeleng pelan sambil melepas pelukannya. "Nggak Nas, Lo nggak salah, udah lupain aja yang terpenting kan kita udah ketemu lagi," ucap Elden sambil terkekeh pelan. "Gue turut berduka cita atas meninggalnya bang Azka," ujar Nasywa dengan nada yang menyesal. Elden lagi-lagi mengangguk. "Makasih ya, Lo masih inget Abang gue." Nasywa mengangguk sambil tersenyum tipis lalu menatap Elden lagi. "Hm, lo mau gue temenin jalan-jalan melihat sekolah ini?" tawar Nasywa. Elden mengernyit, bingung. Nasywa tersenyum. "Udah ayo!" Elden membeku melihat tangannya ditarik oleh Nasywa, APA YANG NASYWA LAKUKAN DENGANNYA?! KENAPA CEWEK ITU TIBA-TIBA SEAGRESIF INI? ELDEN BENAR-BENAR BINGUNG SEKARANG! Kini mereka tengah berjalan di sepanjang koridor sekolah, sedari tadi Nasywa lah yang berbicara sambil mengenalkan ruangan demi ruangan yang mereka lalui, Elden hanya diam sambil menatap Nasywa yang bicara panjang lebar. Sejenak Elden berpikir, sejak kapan Nasywa menjadi cerewet seperti ini? Setau Elden, Nasywa adalah cewek cuek dan dingin yang pernah ia kenal sebelumnya. "Kenapa diam sih?" tanya Nasywa sambil menghentikan langkahnya lalu menatap Elden. "Hm, nggak kenapa-napa," jawab Elden gugup. Astaga sejak kapan Elden menjadi gugup seperti ini?! Elden menghembuskan nafasnya berusaha menenangkan dirinya yang mulai tak terkendali. "Ayo kita pergi ke kantin, gue laper," ajak Nasywa. Elden mengangguk mengiyakan. "Lo yang teraktir ya, di sini makanannya mahal-mahal soalnya." Elden mengernyit heran. Ia masih bingung dengan sikap Nasywa saat ini. "Ish lo kebanyakan mikir deh, udah ayo!" seru Nasywa. Untuk kedua kalinya Nasywa menarik tangan Elden menuju kantin. Mereka duduk di salah satu kursi dan memesan makanan, Elden tidak makan ataupun minum, ia hanya melihat Nasywa yang tengah menghabiskan makanannya dengan rakus. Sudah berapa hari cewek itu tidak makan? Cara makan Nasywa sangat tidak nyantai –batin Elden. "Lo kenapa?" tanya Elden ambigu. Elden mengumpat di dalam hati, entah kenapa ia mengatakan ucapan ambigu seperti itu. Nasywa menatap Elden, lalu terkekeh pelan. "Gue seneng, seneng banget karena punya teman senegara kayak lo." Elden seketika tertusuk dalam ketika mendengar jawaban Nasywa. "Teman?" tanya Elden memastikan yang langsung dianggguki dengan cepat oleh Nasywa. Elden mendengus kesal tanpa sadar, sedikit kesal dengan ucapan Nasywa yang sepertinya sudah mengklaim dirinya hanya sebatas teman dan bukan mantan kekasihnya. "Kalo boleh tau, kenapa lo pindah ke London?" tanya Nasywa tampak penasaran. Elden mengela nafas, lalu tanpa aba-aba mulutnya sudah menceritakan semua kepada Nasywa. Nasywa tampak serius mendengarkan ucapan Elden sampai cewek itu mengabaikan makanannya yang tersisa masih banyak. Elden sudah menceritakan semuanya kenapa Nasywa tanpa kurang satu kata pun, ekspresi wajah Nasywa juga berubah-ubah ketika ia menceritakan tentang Valerie. "Oh jadi gitu, gue pikir yang kayak begituan nggak mungkin ada, ternyata ada ya," ujar Nasywa sambil memangut-mangut. "Maaf ya, gue marah ke Lo hari itu cuma gara-gara hal ini sampai-sampai gue minta putus dari Lo," ucap Nasywa dengan nada menyesalnya. Elden menggeleng pelan sambil menatap Nasywa. "Gak papa Nas, udah lupain aja, semuanya udah berlalu juga." Nasywa mendekat, membuat Elden refleks menjauh. Melihat itu Nasywa terkekeh pelan. "Kalo tentang Valerie, lo yang sabar ya," ucap Nasywa sambil menepuk pelan bahu Elden. Elden hanya mengangguk sambil tersenyum tipis kearah Nasywa yang juga tengah tersenyum manis kepadanya. "Lo tenang aja, gue bakal bantu lo ngelupain apa yang terjadi di masa lalu lo, Elden," ucap Nasywa. "Emang lo bisa?" tanya Elden. "Bisa dong!" seru Nasywa antusias. Elden hanya terkekeh. "Bayarin makanan gue ya?" pinta Nasywa sambil menaik turunkan alis matanya. "Iya, iya," jawab Elden. Nasywa tersenyum lalu menyeruput minumannya, dan menatap Elden lagi sambil tersenyum. "Gue suka lo deh," celetuknya. Elden membeku mendengar perkataan Nasywa barusan. Nasywa bercanda bukan? "Gue suka lo, lo orangnya asik banget ternyata," sambung Nasywa yang membuat Elden mendesah lega dalam hati. "Coba gue dari dulu udah temenan sama lo, pasti lo nya nggak canggung kayak gini," ujar Nasywa lagi.  Elden lagi-lagi merasa tertusuk di dalam hatinya, lagi-lagi hanya sebatas teman, tidak ingatkah Nasywa jika ia dari cewek itu pernah menjalin kasih dulu?! Apa Nasywa amnesia?! Elden hanya menyimak apa yang Nasywa katakan. "Nggak perlu ingat yang lalu, lo temen gue sekarang," ujar Elden. Elden berdecak dalam hati. Kenapa mulutnya tiba-tiba mengatakan ia akan menjadi teman Nasywa? Elden bodoh! Harusnya lo bilang kalau lo suka sama Nasywa. –batin Elden sebal sendiri. "Semoga kamu bisa melupakan diriku, dan teruslah bersama Nasywa. Aku tahu dia gadis yang baik." Sebuah bisikan tiba-tiba terdengar di telinga Elden, menyentak pikiran Elden yang tengah merutuki diri sendiri. Sebuah angin tiba-tiba menerpa wajah Elden bersama dengan aroma bunga lavender yang Elden rindukan. Elden seperti sudah melupakan kehadiran Nasywa di depannya karena angin yang menerpa wajahnya membuat dirinya tenang. Elden menutup matanya. Elden tertegun dan kemudian tersenyum. Hatinya tiba-tiba menghangat, Valerie baru saja menemui dirinya dan mengucapkan sepotong kalimat yang sangat berarti buat Elden. "Gue kangen sama Lo, Valerie," gumam Elden pelan, bahkan sangat pelan. Hanya Elden, tuhan dan mungkin Valerie yang tahu. Husssh! Mata Elden pun terbuka saat angin sepoi-sepoi dan aroma bunga Lavender milik Valerie menghilang. "Maafin gue atas segalanya, Valerie." Batin Elden di dalam hati. "Semoga kamu bisa melupakan diriku, dan teruslah bersama Nasywa. Aku tahu dia gadis yang baik." Sebuah bisikan tiba-tiba terdengar di telinga Elden, menyentak pikiran Elden yang tengah merutuki diri sendiri. *** Share cerita ini ke teman-teman kalian ya! Dan jangan lupa untuk tap Love:)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN