Miracle Met You 22

1266 Kata
Elden berjalan sambil membetulkan kacamata hitam miliknya yang tengah bertengger di hidung mancung miliknya. Elden perlahan mendekati makam Azka yang telah sepi. Beberapa saat yang lalu Azka sudah dikebumikan, Elden ingin Abangnya segera dikubur agar tidak merasa tersiksa lagi. Walaupun Elden tahu kedua orangtuanya belum sampai di Indonesia. Elden menatap nanar batu nisan yang tertulis nama abangnya, Azka Archilles. Sebagian dalam dirinya masih merasa tak percaya bahwa Azka akan pergi secepat itu, tapi ya ajalkan tidak ada yang tahu pasti dan Elden tahu itu. Elden mendesah, kemudian melirik jam tangan yang bertengger di tangan kirinya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang, harusnya kedua orangtuanya sudah tiba di Indonesia. "Elden, Lo harus kuat ngehadapin ini semua, Lo jangan nyalahin diri Lo lagi, gue yakin ini semua udah di atur sama Tuhan. Lo harus percaya kalo suatu saat nanti Lo bakal diberi kebahagiaan setelah ini," ucap Vino sambil menepuk pundak Elden, tak tega ketika melihat sahabatnya itu yang sedari tadi hanya diam sambil menatap batu nisan Azka. "Iya Vin, makasih," ucap Elden singkat. Drrrtt... drrttt...  Ponsel Elden bergetar dan dengan cepat ia merogoh saku celana hitamnya dan mengambil IPhone miliknya. Mommy. Tanpa babibu, Elden langsung menggeser ikon berwarna hijau dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya. "Halo, Mom," sapa Elden saat telepon sudah tersambung. "Mommy dan Daddy sudah tiba di bandara, kamu bisa jemput?" ujar dan tanya Sheren, Mommy Elden. "Iya, Elden segera ke sana," ujar Elden dan kemudian iya memutuskan sambungan telepon sepihak. "Vin, lo urus tamu di rumah gue. Gue mau jemput Mommy dan Daddy," pinta Elden yang diangguki oleh Vino. "Gue balik dulu, lo hati-hati nyetirnya!" pesan Vino sebelum cowok itu berjalan menuju mobilnya. Elden mengangguk. "Sip, lo juga hati-hati." *** "Jangan pulang langsung, Mommy mau melihat Azka," ujar Sheren pada putranya, Elden. Elden mengangguk menuruti ucapan Mommy-nya untuk mampir ke pemakaman di mana tempat Azka dikebumikan beberapa saat lalu. Tak berselang lama, mobil Elden kembali berhenti di parkiran pemakaman dan tanpa menunggu Elden, Sheren langsung membuka pintu mobil dan keluar. Ia berlari kecil mencari makam sang anak. Airmatanya pun tak bisa ia bendung lagi, Sheren tiba-tiba teringat wajah cerah Azka dan kejadian masa kecil Azka. Kilasan memori itu kembali terputar di kapala Sheren. Mengingat itu kembali membuat airmata Sheren mengalir tambah deras. Ia tidak menyangka Azka akan pergi secepat itu. "Mom, makam bang Azka ada di sini!" seru Elden pada Sheren yang terus berlari kecil yang mencari nisan bertuliskan nama Putranya. Sheren berjalan menuju makam Azka, air matanya terus mengalir. Sheren memeluk makam Azka sambil menangis, Rional berusaha menenangkan istrinya walaupun hatinya juga hancur melihat makam Azka. Mereka tidak menyangka putra mereka akan pergi secepat itu. Tiba-tiba kedua orangtua Valerie datang menghampiri mereka, Elden membeku. Elden berpikir keras, apa kedua orangtua Valerie masih ingin menuntut Azka yang sudah tiada? "Mom, Dad, ini orangtua Valerie, cewek yang ditabrak bang Azka waktu itu," ujar Elden, memperkenalkan kedua orangtua Valerie pada kedua orangtuanya. Kedua orangtua Valerie menatap iba Mommy dam Daddy Elden yang masing berkabung atas meninggalnya putra mereka. "Bisa kita bicara?" ujar Arham –Ayah Valerie. Mommy dan Daddy Elden mengangguk, dan berjalan meninggalkan tempat pemakaman bersama kedua orangtua Valerie. Mereka telah sampai di salah satu kafe yang tidak jauh dari tempat pemakaman, kedua orangtua Elden dan Valerie mulai membicarakan tentang kasus kecelakaan Valerie yang disebabkan oleh Azka. Arham menghela nafas. "Jujur, kami sangat terpukul dengan meninggalnya putri kami satu-satunya, Valerie." "Kami juga turut berduka cita atas meninggalnya Azka," ujar Ibu Valerie, menghembuskan napas berat kemudian. Hendry memeluk tubuh istrinya itu yang masih menangis. "Kami akan mencabut tuntutan kami di polisi, karena yang kami lakukan itu hanya sia-sia, karena pelakunya sudah tidak ada lagi," ujar Ayah Valerie lagi. "Makasih ya Pak, Bu. Maafkan putra kami karena sudah mencelakaan putri kalian," ujar Hendry. Ayah dan Ibu Valerie hanya mengangguk sambil tersenyum. Di sisi lain, Elden hanya diam sambil termenung. *** Sudah tiga hari Elden tidak masuk sekolah, yang dilakukannya hanyalah berdiam diri di kamar sepanjang hari tanpa berniat untuk makan ataupun minum walaupun kedua orangtuanya telah memaksanya keluar dari kamar, tapi Elden merasa sangat malas untuk hanya sekedar keluar kamar. Elden kesepian tanpa Azka maupun Valerie, Vino lah yang selalu datang menemuinya hanya untuk sekedar menghiburnya atau mengajaknya bermain basket di halaman belakang rumah Elden. Elden menyambar kunci mobilnya, ia harus menemui orangtua Valerie dan menceritakan semuanya kepada mereka, ini saatnya kedua orangtua Valerie mengetahui semuanya. Elden mengendarai mobilnya membelah jalanan sore itu, tidak sampai sepuluh menit, Elden telah sampai di rumah orangtua Valerie. Elden berjalan mendekati pintu dan mengetuknya, pintu itu terbuka menampilkan sosok Ibu Valerie di sana. "Eh Elden, ayo masuk," ujar Ibu Valerie sambil mempersilahkan Elden untuk masuk. Elden mengangguk sambil tersenyum ketika melihat Ayah Valerie yang tengah membaca korannya, sepertinya kedua orangtua Valerie tengah bersantai hari ini. "Hm, Om, tante, Elden dateng ke sini mau bilang sesuatu sama Om dan tante," ujar Elden memulai pembicaraan. "Apa itu Elden?" tanya Ayah Valerie yang tampak penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Elden. "Sebenarnya, saya bukan kakak kelas atau temennya Valerie, Om," aku Elden. Elden melihat tatapan aneh dari kedua orangtua Valerie. "Arwah Valerie menemui saya," Elden menjeda. "Arwah Valerie?" tanya Sandra, dahinya mengerut bingung. Elden mengangguk mantap. "Setelah insiden Valerie meninggal, arwah Valerie bergentayangan di dunia kita. Saat itu Valerie masih memiliki suatu masalah di dunia kita, sehingga Valerie belum bisa pergi ke tempat seharusnya dia berada. Valerie datang menemui saya, dia meminta tolong kepada saya supaya saya membantunya untuk mencari siapa pelaku yang menyebabkan dia meninggal. Dan sebenarnya selama ini Valerie masih berada di dekat Om sama Tante." Napas kedua orangtua Valerie tercekat, mereka menatap satu sama lain, namun terlihat Ibu Valerie sudah mengeluarkan air mata. "Saya tau kalo Om sama Tante nggak percaya sama yang begituan, tapi hal itu benar adanya. Saya bisa mencium aroma Valerie dan bisa mendengar suara Valerie, tetapi saya nggak bisa melihat wujud Valerie. Dan setelah pelakunya terungkap, Valerie pamit kepada saya dan pergi dengan tenang," ujar Elden, menghembuskan napasnya berat. Tiba-tiba ia jadi merindukan Valerie. "Jadi selama ini Vally ada di dekat kami?" tanya Arham, tidak percaya dengan apa yang baru ia dengar. Elden mengangguk. "Iya, Om." "Tante sangat berterima kasih sama kamu Elden, makasih udah mau berteman sama Vally dan mau mengurus masalah Vally sampai akhirnya Vally pergi untuk selamanya, hiks," sahut Ibu Valerie diiringi dengan tangisnya. Elden mengangguk. "Om, Tan, apa boleh Elden mengunjungi kamar Valerie dan melihat fotonya?" tanya Elden, meminta izin. "Tentu, ayo Tante tujukin di mana kamar anak tante," ujar Ibu Valerie sambil berjalan menaiki tangga, Elden mengikuti dari belakang. Saat ini mereka telah sampai di sebuah kamar berwarna putih, aroma vanilla menyeruak ketika Ibu Valerie membuka pintu kamar itu, mungkin selama hidup Valerie menyukai aroma Vanilla. –pikir Elden. "Ini kamar Vally," ujar Sandra. Elden menatap sekeliling kamar itu, tatapannya jatuh kepada jejeran foto-foto yang ditempel di dinding, Elden mendekat, siapa gadis cantik yang berada di seluruh foto-foto itu? "Itu Vally, dia gadis yang cantik dan baik hati," ujar Ibu Valerie, menceritakan seperti apa sifat putrinya. Elden mengambil salah satu foto yang di tempel di dinding, ia menatap wajah Valerie yang berada di foto itu. Cantik. Batinnya. Valerie benar, cewek itu tidak berbohong, nyatanya Valerie memiliki wajah yang cantik ditambah dengan lesung pipi membuat senyum cewek itu terlihat sangat manis jika diperhatikan. "Apa Elden boleh mengambil beberapa foto Valerie?" tanya Elden lebih mengarah ke sebuah permintaan. Ibu Valerie mengangguk sambil tersenyum, Elden balas senyuman itu dan mengambil beberapa foto cantik Valerie untuk di simpannya di kamarnya. Foto Valerie mungkin akan menjadi obat pereda rindunya pada Valerie. *** Share cerita ini ke teman-teman kalian ya! Dan jangan lupa untuk tap Love;)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN