Miracle Met You 12

1644 Kata
Azka kini tengah berkumpul bersama teman-temannya, bukan di klub malam seperti biasanya tetapi di salah satu warung yang berada di dekat sekolahnya. Sudah menjadi hal biasa bagi mereka untuk berkumpul bersama dan membahas soal tawuran di tempat itu. Azka menghisap batang rokoknya dan menghembuskan gumpalan asap dari mulutnya diiringi dengan helaan nafas berat. Pikirannya sedang kacau saat ini, mimpi buruk itu lagi-lagi menghantuinya. Akhir-akhir ini Azka memang sering dilanda mimpi buruk yang menyeramkan menurutnya, baru pertama kali ini Azka mengalami hal tersebut. Azka membuang asal batang rokoknya yang sudah pendek dan mengambil kembali batang rokok yang baru dan kembali menghisapnya. Ia sudah menghabiskan satu bungkus rokok dalam beberapa jam yang lalu, tentu saja hal itu membuat temannya tersenyum sinis kepadanya. "Lo berusaha nandingin gue? Lo kan tau kalo gue rajanya ngisap rokok?" ujar salah satu teman Azka yang bernama Fero dengan nada sinis. Azka tidak menyahuti omongan kosong dari Fero, ia hanya melempar tatapan sinis kepada Fero. "Az, gue denger-denger SMA seberang ngajak ribut sama kita. Kita serang aja sekarang?" ujar salah seorang cowok yang memiliki rambut gondrong bernama Aldi. Azka hanya diam, entah kenapa pikirannya saat ini sangat kacau. Ia malas membahas tentang masalah tawuran kali ini, ya walaupun tawuran adalah salah satu dari hobinya. "Tapi kita lagi kekurangan anggota nih, gimana kalo lo ajak deh si Elden adek lo," ujar Fero menyahuti. Rahang Azka mengeras seketika, tangannya terkepal kuat, Azka menatap tajam ke arah Fero. "Jangan bawa-bawa Elden soal tawuran," tukasnya, marah. Fero terkekeh pelan. "Apa salahnya sih Az, si Elden kan adek lo, pasti dia juga berengsek sama kayak lo." Azka menggeram mendengar ucapan Fero barusan, tanpa buang-buang waktu Azka memberi bogeman mentahnya ke wajah Fero yang sangat menyebalkan di matanya. Buggh! Buggh! Buggh! "JAGA UCAPAN LO b*****t!" bentak Azka sambil memukuli wajah Fero tanpa ampun. Teman-teman Azka yang melihat hal itu lantas menarik tubuh Azka yang sudah seperti orang kesurupan yang menghabisi Fero. "Jangan samain gue sama Elden!" desis Azka tajam, matanya menatap Fero nyalang. Terlihat Fero yang sudah terkapar di lantai sambil memegangi rahangnya yang sedikit ngilu akibat pukulan brutal Azka, Fero menatap dan tersenyum sinis kepada Azka. "Berengsek ya tetap berengsek!" Buggh! Azka sama sekali tidak terima jika Elden dibawa-bawa dengan pergaulannya, Elden adalah cowok yang baik, Azka sama sekali tidak ingin Elden menjadi sama seperti dirinya. Cukup Azka saja yang brandalan, Elden jangan. "Udah Az! Mending lo cabut sekarang!" ujar Aldi sambil menarik Azka menjauh dari tubuh Fero yang sudah lemas. Azka berjalan menjauh sambil memasuki mobilnya dan menutup pintu mobilnya dengan keras. Jika saja Aldi tidak ada di sana menahannya, pasti kini Fero sudah mati di tempat dibuatnya. Azka mengacak rambutnya frustasi, ia menyetir mobilnya tak tentu arah. *** Azka memasuki rumahnya dan membanting pintu dengan sangat kuat meninggalkan suara yang cukup keras yang memekakkan telinga. Azka melempar kunci mobilnya asal ke meja, lalu ia duduk di salah satu sofa dan memejamkan matanya. "Sok cantik banget sih lo! Jijik gue dengernya." Mata Azka refleks terbuka, ia mengernyit mendengar suara Elden yang tak biasa. Tingkah Elden akhir-akhir ini sangat aneh menurutnya, Azka yakin Elden pasti sedang berbicara sendiri saat ini. Terlalu penasaran, Azka melangkahkan kakinya mengikuti sumber suara. Azka melihat Elden yang sedang duduk di kursi taman rumah mereka seorang diri. Dugaan Azka seratus persen benar, jika Elden sedang berbicara sendiri. Azka bergidik ngeri melihat Elden, apakah adiknya itu sudah gila?  Azka berjalan perlahan mendekati Elden. "Elden," panggilnya dengan sedikit keras. Yang dipanggil lantas membalikkan badannya dengan ekspresi wajah yang sulit untuk ditebak oleh Azka. Azka duduk di samping Elden, dan menatap adiknya itu dengan tatapan yang tak kalah aneh dari tatapan Elden. "Lo bicara sama siapa?" tanyanya, alisnya terangkat. Elden hanya diam, mungkin Elden tidak tau harus menjawab apa karena jika Elden mengatakan tengah bertelepon dengan seseorang, nyatanya cowok itu tidak sedang menggenggam ponsel. "Lo, punya indra ke enam?" selidik Azka dengan mata yang memicing. Elden hanya diam sambil menggaruk tengkuknya, hal itu membuat Azka kesal karena ia sudah terlanjur penasaran. "JAWAB!" bentak Azka, dengan wajah garangnya. Kesabaran Azka telah habis, Azka tidak suka kalau ada yang mengabaikannya seperti yang Elden lakukan sekarang. "Apaan sih lo bang, di keluarga kita nggak ada satu pun yang punya indra ke enam, lo pasti tau itu," ujar Elden sekenanya. "Terus lo bicara sama siapa? Masa lo bicara sendiri, stres lo?" cetus Azka. "Siapa bilang gue bicara sendiri, gue lagi ngapalin teks drama buat pelajaran Bahasa Indonesia. Kebetulan lawan main gue itu cewek." Bagus, dengan mulut licinnya Elden bisa menjawab pertanyaan Azka dengan mudah. Azka terdiam. Bener juga. -batinnya. Tetapi Azka belum puas dengan jawaban Elden berikan, ia berpikir jika Elden sedang menyimpan sesuatu di belakangnya. Namun Elden memang benar, di keluarga mereka tidak ada satu pun yang mempunyai indra keenam, tetapi bisa jadi indra ke enam itu menurun dari kakek atau nenek mereka. Azka menghela nafas berat, kepalanya jadi pusing memikirkan hal itu. "Ya udah gue ke kamar dulu," pamit Elden berlalu meninggalkan Azka yang masih dengan pikiran yang melayang-layang tak tentu arah.. *** Elden memasuki kamarnya dan duduk di tempat tidurnya sambil menghela nafas lega. Untung saja Azka percaya akan ucapannya, jika tidak Azka pasti sudah tau semuanya. Elden mengendus, ternyata Valerie mengikutinya dan pasti arwah menyebalkan itu sedang berada di dekatnya. "Kenapa kamu nggak jujur aja sama Abang kamu?" "Gue nggak mau bang Azka ikut campur sama masalah lo dan gue, ntar lo ngegangguin bang Azka, sama kayak lo hobinya gangguin gue," cibir Elden. "Bohong itu dosa lho." Elden mendengus kesal. "Bodo amat, gue berdosa juga karena lo." Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Kenapa arwah itu? Kenapa tidak menyahuti ucapannya? Elden mengendus, aroma Lavender masih ada di sekitarnya, tumben sekali arwah itu tidak cerewet seperti biasanya. Elden menghela nafas lega, mungkin arwah itu sudah lelah mengganggunya. Elden membaringkan tubuhnya dan menjadikan kedua tangannya sebagai bantalan lalu menutup mata. "Aku baru tau kalo kamu keliatan ganteng pas lagi nutup mata," celetuk Valerie sambil terkikik geli dengan ucapannya sendiri. Spontan Elden membuka matanya, sifat aneh kembali merasuki tubuh Valerie. Baru pertama kali ini Elden dibilang ganteng oleh seorang arwah, biasanya dia akan diumpati dengan kasar karena sikap angkuh dan cetusnya. Elden tidak tahu harus merespon seperti apa. Apakah ia harus bangga karena ada juga hantu yang mengakui ketampanan yang ia miliki? Elden tersenyum miring. "Lo baru tau kalo gue itu ganteng? Gue sejak kecil emang udah ganteng kali!" Elden berujar dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. "Kalo diliat-liat ucapan kamu itu ada benernya, kamu itu ganteng." Elden tersenyum, ah tidak. Lebih tepatnya ia menyeringai lebar mendengar ucapan Valerie yang mengakui dirinya sangat tampan. ELDEN SALAH TINGKAH! "Udah ah, lu jangan ngalusin gue mulu. Gue ngantuk!" tukas Elden. "Tapi kamu ganteng dan cocok buat di ngalusin, kalau sama hantu lain aku nggak berani. Mereka semua seram-seram," ujar Valerie jujur. Baiklah, rasanya sekarang Elden ingin menyumpal mulut Valerie dengan kaos kaki pramuka miliknya yang kebetulan belum sempat dicuci. Itu arwah kerjaannya memang suka ngalusin orang gitu ya? *** Ponsel Elden sedari tadi berdering menandakan ada seseorang yang menghubunginya, namun sang pemilik ponsel tidak mendengarnya karena sudah pergi ke alam bawah sadar. Valerie yang masih berada di kamar Elden lantas aja mendengus melihat Elden yang tidak sudah seperti orang mati karena tidak mendengar ponselnya yang sedari tadi berdering keras.  Valerie berjalan mendekati ponsel Elden di meja belajar lalu menatap layar ponsel Elden yang berisikan nama Nasywa di sana. Valerie langsung saja mengambil salah satu bantal yang jatuh di lantai dan melemparkannya tepat di wajah Elden. Elden lantas saja langsung membuka matanya dan terdiam beberapa saat, mengumpulkan nyawanya dan mendengus melihat bantal yang menimpa wajahnya. "Apa sih Valerie, ganggu orang tidur aja!" cetus Elden sambil melempar asal bantalnya. "Kamu nggak sadar ponsel kamu dari tadi bunyi keras banget?" "Siapa sih yang nelpon siang-siang gini, ganggu aja aelah," ucap Elden sambil mengambil ponselnya di meja dan terbelalak kaget ketika melihat notifikasi di ponselnya yang mana Nasywa sudah menghubunginya lima kali sedari tadi.  Elden lantas saja terkesiap dan langsung menghubungi nomor Nasywa. "Lo kok nggak bilang dari tadi sih?"  "Mana aku tahu, udah ah aku pergi dulu, bye ganteng!" Elden bergidik ngeri dan langsung tersenyum ketika Nasywa akhirnya mengangkat teleponnya.  "Hallo Nas, sorry ya, gue ketiduran sampai nggak tahu hp gue bunyi dari tadi." "Oh nggak papa Elden, lo lagi di rumah ya?" tanya Nasywa di seberang sana dengan nada lembutnya yang langsung saja membuat Elden senyam-senyum sendiri mendengarnya. "Iya nih, btw ada apa ya Nas?" "Tadinya aku mau ngajakin lo minum es kelapa muda di pinggir jalan soalnya lagi kepengen, tapi kayaknya Lo nggak bisa karena lagi tidur ya?" "Eh, siapa bilang nggak bisa? Gue bisa kok, apa sih yang nggak buat cewek gue, hehe," Elden terkekeh pelan sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Ih Lo mah suka bikin kesel, ngebaperin gue mulu." "Nggak papa, kan yang baperin cowok Lo sendiri, bukan cowok lain. Ya udah gue siap-siap dulu ya, bentar lagi gue otw rumah Lo." "Oh ok Elden." "Gue tutup ya Nas, Lo siap-siap juga gih." "Iya Elden." "Jangan dandan cantik-cantik ya." "Kenapa gitu?" Elden tersenyum sambil nyengir. "Gue nggak mau cewek gue ditatap sama cowok lain karena cewek gue dandannya cantik banget, cukup gue aja yang natap Lo, cowok lain jangan." "Ih Elden, Lo ngegombal terus ih." Elden tertawa kecil sambil mengigit ujung bantalnya, melampiaskan perasaan senangnya ketika merasakan jika Nasywa sudah merasa salah tingkah oleh perkataannya. "Ya udah gue tutup ya Nas, bye cantik." Setelah menutup sambungan teleponnya Elden lantas saja melempar asal ponselnya ke tempat tidur dan berguling-guling sambil senyum-senyum di tempat tidur sudah seperti orang gila saja. Azka yang baru saja melewati kamar Elden lantas saja mundur beberapa langkah dan menatap kelakuan s***p Elden yang sudah seperti orang kurang waras saja dan membatin di dalam hati. "Dia emang nggak bandel kayak gue, tapi dia gila. Nggak papa deh, setidaknya masih bisa terkontrol tu anak," gumam Azka dan berlalu pergi meninggalkan kamar Elden. **** Tap Love yuk!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN