Chapter 4 : Setelah Akad

1241 Kata
Setelah Akad mereka langsung kembali ke rumah. Sepertinya suaminya akan menginap di sini sebelum mereka akan kembali ke Bandung besok pagi. Asiyah menghela napas, sebentar lagi dia akan berpisah dengan Bunda, Sabilla, dan pamannya, tidak akan ada lagi siksaan terhadap dirinya. Apa itu yang di namakan kebahagiaan? Rasa sedih juga ada di hatinya saat dia harus berpisah dengan kedua orangtua yang telah merawatnya dari Remaja.  Asiyah meremas kedua tangannya, dia gugup, duduk berdampingan dengan lelaki yang beberapa menit yang lalu sudah sah menjadi suaminya. Asiyah akui Adam sangatlah tampan, tapi sayang mata itu selalu menatapnya tajam, dan bibir itu selalu berkata dingin padanya. Asiyah menghela napas, entah kenapa tangannya dari tadi gemetar. Apa dia takut karena baru pertama kali menaiki mobil mewah seperti ini. Dia juga merasa risih dengan suhu AC yang terlalu dingin, sehingga membuat tangannya harus mengusap kedua bahunya. Hanya terjadi keheningan di dalam mobil itu. Adam melirik sekilas ke samping, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran mobil dengan mata terpejam. Sungguh ini hari yang paling sial menurutnya, menikahi gadis yang tak pernah di kenal, dan Abinya juga memaksanya untuk mencintai gadis di sampingnya ini. Tidak akan pernah! Adam seketika membuka mata, lalu mendelik tajam kearah Asiyah yang sedang menutup mulut dengan tangan. Sepertinya gadis sialan itu akan muntah! Adam berteriak pada sopir untuk berhenti, saat Asiyah seperti hendak mengeluarkan muntahan.  “Menyusahkan , cepat turun!”  Adam berkata dingin. Dugaan Asiyah benar-benar terjadi, terbukti sekarang dia hampir muntah di mobil mewah ini. Sebenarnya Asiyah ingin menahan tapi dia tidak sanggup.  “Hueekk ...!” Asiyah memaki dirinya sendiri dalam hati, dengan ragu dia melirik ke wajah Adam. Ketakutannya bertambah, saat melihat wajah Adam yang seperti menahan amarah. “Kauu ... Sialan, cepat turun!” Bentak Adam. Dengan kesusahan Asiyah mencoba turun dengan hati-hati, gaun pengantin yang masih terbalut di tubuhnya membuatnya kesusahan. Asiyah memuntahkan semua isi di dalam perut, ia terasa lemah setelah mengeluarkan muntahan itu. Padahal sejak tadi pagi Asiyah tidak sempat memakan apapun, karena hatinya yang sedang kacau membuat ia terlalu malas untuk mengambil makanan. “Buruan, atau saya tinggalin kamu?” **** ‘Cklek.’ Asiyah membuka dengan pelan knop pintu kamarnya, sebelum itu ia lebih dulu mengintip di sela-sela pintu, takut-takut jika saat ini Adam bisa saja dalam keadaan yang membuat dirinya tersipu, karena habis dari Akad, mereka langsung membersihkan diri, suaminya membersihkan diri di kamarnya sedangkan dirinya memilih membersihkan diri di kamar mandi samping dapur. Asiyah mendadak gugup, saat netra matanya menangkap pemandangan seseorang lelaki yang sudah Sah menjadi suaminya itu yang sedang merebahkan diri di kasur dengan handphone di tangan, sepertinya Adam tidak menyadari kedatangannya. Asiyah berjalan sangat pelan, kenapa dia harus terlihat gugup seperti ini? Apa memang seperti ini keadaan pengantin baru di malam pertamanya? Asiyah meremas kedua tangannya. “Kamu ...” Suara itu membuat langkah Asiyah terhenti, ia menunjukkan dirinya sendiri, seakan bertanya ‘saya’. “Iya kamu, siapa lagi jika bukan kamu yang berani masuk tanpa mengetuk pintu,” “Maaf ...” Hanya kata itu yang Asiyah ucapkan, tapi tunggu kenapa dia harus meminta maaf? Bukannya ini kamarnya.  “Cepatlah tidur, besok kita berangkat pagi,” Asiyah tersenyum, apa ia tidak salah dengar Adam baru saja menunjukkan perhatiannya. “Jangan geer, saya mengatakan itu karena amanah Ummi saya,” Rasa bahagia itu seketika redup, Apa Adam tidak ingin membuatnya sedikit bahagia?  Asiyah melangkah pelan ke arah kasur, jantungnya seakan berdebar kencang. Apa malam ini akan menjadi malam terpanjang? Asiyah mendera pelan keningnya, mikir apa dia? Merasa ada gerakan di samping kasur, membuat Asiyah menoleh yang tadinya fokus pada guling dan sekarang netranya memandang heran kearah Adam yang beranjak bangun dari kasur dengan bantal di tangan. “Ma-s mau ke mana?” Asiyah menggigit bibir bawahnya, saat kata ‘Mas’ keluar begitu saja dari bibir mungilnya. Ia takut jika Adam tidak suka dengan panggilannya tadi. Adam tak langsung menjawab, ia lebih memilih merapikan terlebih dahulu tempat tidurnya malam ini, yaitu sofa. Sepertinya malam ini Adam harus mengorbankan tubuhnya daripada harus tidur dengan wanita itu. “Jangan berharap lebih dari pernikahan ini, ingat kita menikah karena terpaksa. Jadi jangan banyak bertanya, saya lelah.” Ada getaran kebahagiaan di hatinya, karena baru kali ini ia mendengar kalimat terpanjang dari mulut Adam, tapi kenapa harus dengan kalimat itu. Asiyah tersenyum pahit. Asiyah hanya bisa terdiam, matanya masih memandang lekat kearah Adam yang sudah memejamkan matanya. Apa seperti ini malam pertamanya? Tanpa sadar air matanya meluncur dengan bebas melewati pipinya, tangannya bergerak mengusap air matanya dengan kasar. Apa memang Asiyah tidak boleh berharap? Dia juga ingin merasakan apa itu kebahagiaan. **** Asiyah menggeliat di atas kasur, matanya yang masih menyipit ia kucek beberapa kali sembari menguap. Setelah kesadarannya terkumpul sempurna, Asiyah mengamati seisi kamar. Ia mencari sosok suaminya. Tidak ada? Ketika terdengar percikan air, Asiyah mengira jika Adam pasti sedang mandi. Dirinya ingin beranjak dari kasur tapi sebelum itu, ada sesuatu yang membuat Asiyah tidak nyaman, ia menyikap selimut. Seketika Asiyah membulatkan matanya, cepat-cepat Asiyah menarik seprei saat terlihat bercak cairanmerah di sana, sepertinya tamu bulanannya datang. Setelah merapikan kasur dengan seprei yang baru, Asiyah beranjak mengambil peralatan shalat untuk suaminya. Ada rasa sedih di hatinya karena tidak bisa ikut shalat berjamaah bersama dengan Adam. Suara knop pintu terbuka, Asiyah menoleh, pipinya memerah tatkala melihat Adam yang keluar dari kamar mandi dalam keadaan yang membuat Asiyah berlipat-lipat terpesona. Ia mendera pipinya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Adam menggosok-gosok rambut dengan handuk, setelah selesai dengan seenaknya ia melempar handuk ke atas kasur yang sudah Asiyah bersihkan tadi. Seketika mata Asiyah membulat. Ia tidak suka jika ada orang yang menaruh handuk di atas kasur.  Asiyah mengerucutkan bibirnya kesal. “Mas, handuknya di letakkan di sana, jangan di kasur!” Tangan Asiyah menunjukkan ke arah keranjang baju. Adam seolah tidak mendengar, tanpa peduli ia berjalan ke lemari besar, lalu mencari baju yang akan di pakainya. Asiyah yang melihat Adam yang tak merespon membuat ia harus beranjak kearah Adam. Tapi sebelum itu, Asiyah lebih dulu menutup matanya saat Adam dengan sembarangan membukapenutup tubuh di depannya, sehingga sekilas Asiyah melihat tubuh sixpack Adam yang begitu mempesona. “Ihhh Mas, kenapa kayak gitu di depan Asiyah, di kamar mandi aja Mas!” Spontan Asiyah berteriak dengan mata yang masih ia tutup dengan kedua tangan. Adam mendengus kesal, ia muak dengan wanita yang begitu cerewet.  “Urus saja dirimu sendiri!” Setelah ucapan Adam, terdengar suara pintu tertutup dengan kencang membuat Asiyah sedikit tersentak, ia membuka matanya lalu menoleh kearah pintu yang sudah tertutup. Asiyah menghela napas. Sepertinya ia harus memiliki pasokan kesabaran yang lebih luas untuk menghadapi sikap Adam. Mata Asiyah melihat sebuah koper besar yang sepertinya milik Adam. Kakinya bergerak mendekati. Ia tahu kalau hari ini mereka akan pulang ke rumah Adam yang di Bandung. Sebagai seorang Istri, Asiyah akan ikut ke mana pun Adam membawanya. “Jangan pernah menyentuh barang pribadi saya,” Teguran itu membuat Asiyah tersentak kaget, lalu menoleh ke belakang, di sana terlihat Adam yang sedang berdiri di samping pintu. “Maaf Mas, Asiyah hanya ingin rapikan lagi,” “Tidak perlu,” Ucapan dingin Adam membuat hati Asiyah sedikit ngilu. Kapan ia bisa mendengar suara lembut Adam? Asiyah lebih memilih diam dan menuruti perintah suaminya, memang harus seperti itu bukan? Taat pada suami merupakan sebuah kewajiban. “Cepat bereskan bajumu, saya tunggu lima menit!” Adam berujar datar. “Asiy---,” [Halo?] Ucapan Asiyah harus terhenti, karena Adam tiba-tiba mendapat panggilan telepon. Asiyah hanya bisa menatap kepergian Adam yang sudah keluar dari kamar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN