17. Hot Gossip

1952 Kata
Bismillahirrahmanirrahiim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad === Percakapan Salma dan Shayna terusik dengan kedatangan seseorang yang menegur Shayna. Keduanya menoleh ke arah pintu masuk sambil menjawab salam. “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.” Salma terkejut dengan kedatangan Ghali ke galeri milik Shayna. “Salma?” “Ghali?” Sedangkan Shayna hanya bisa menatap Salma dan Ghali bergantian dengan tatapan bingung. “Lho, kalian udah pada saling kenal rupanya?” tanya Shayna pada Ghali dan Salma sambil menunjuk keduanya. “Iya. Kami memang sudah saling kenal sebelumnya. Kakak saya kerja sama dengan restonya Chef Ghali,” ucap Salma sambil tersenyum menjelaskan asal usulnya mengenal Ghali. “Oh, begitu.”  Shayna mengerti. Gadis itu menganggukkan kepalanya. “Ya sudah duduk dulu, Kak. Shayna mau ambil tas dulu ke dalam baru kita ke butik. Tunggu sebentar ya.” “Eh, Mbak Shayna, saya pamit ya. Makasih untuk hari ini.” Salma berniat pamit pada Shayna. “Shayna yang harusnya terima kasih. Kalau masih sakit telepon Shayna aja ya, Mbak. Nanti Shayna temanin ke rumah sakit. Eh, tapi Mbak ke sini tadi naik apa?” “Saya bawa mobil sendiri kok.” “Aduh, bisa nyetir gak, Mbak? Apa perlu Shayna antar ke rumahnya?” tanya Shayna panik. “Ah, gak perlu. Insya Allah sebentar lagi juga sembuh. Mari, saya pamit, ya. Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam,” jawab Ghali dan Shayna bersamaan. Salma pergi melangkah meninggalkan galeri menuju mobilnya sambil sesekali meringis. Ia sebenarnya penasaran dengan alasan kedatangan Ghali ke galeri milik Shayna. Apalagi perempuan cantik itu memanggil Ghali dengan panggilan “Kak”. Apa mereka masih ada hubungan keluarga? Atau lebih dari itu? Tadi Shayna bilang mereka akan ke butik? Untuk apa? Atau jangan-jangan ... Ah sudahlah, Salma tidak mau pusing! Ghali menunggu Shayna yang sedang mengambil tasnya. Keduanya akan fitting baju pengantin di butik yang telah direkomendasikan oleh Nita dan Lisa. Kedua ibu paruh baya itu telah lebih dulu berada di butik dan membiarkan Ghali menjemput Shayna ditemani Zia. Setelah keduanya siap, mereka berjalan beriringan menuju mobil Ghali. Tanpa mereka sadari ada kamera yang mengintai kebersamaan mereka. === Begitu tiba di butik, Nita dan Lisa langsung menyambut kedatangan Ghali, Shayna dan Zia. Mereka langsung digiring untuk mencoba baju yang telah disiapkan oleh butik berdasarkan pilihan para ibu. Ya, meski yang akan menikah adalah Ghali dan Shayna, tapi Nita dan Lisa begitu antusias menyiapkan semua persiapannya, termasuk memilihkan baju pengantin. Shayna mencoba kebaya brukat putih untuk akad dan gaun untuk acara resepsi sedangkan Ghali mencoba setelan jas berwarna putih untuk akad dan setelan jas untuk acara resepsi. Shayna ditemani oleh Nita dan satu pegawai butik dan Ghali ditemani oleh Lisa dan juga satu pegawai butik. Mereka mencoba di ruangan khusus masing-masing dan tidak saling melihat ketika sudah mengenakan pakaian untuk pernikahan nanti. Biar menjadi surprise katanya. Ketika ibu dan kakaknya sibuk mencoba baju, Zia justru sibuk memilihkan pakaian seragam untuk keluarganya sambil sesekali diselingi telepon dari toko bunganya. Tak lama, pemilik butik menghampiri Zia sudah selesai memilih seragam keluarga dan kini hanya menunggu ibu dan kakaknya keluar dari ruang ganti. “Assalamu’alaikum. Ini dari keluarganya Ibu Lisa, ya?” tanya perempuan paruh baya yang menggunakan setelan formal dengan wajah berseri. “Wa’alaikumussalam. Oh, iya saya anaknya Ibu Lisa, Tante. Kok Tante bisa tahu?” tanya Zia penasaran. “Habisnya kalian mirip, jadi saya tebak kamu pasti anaknya dan benar. Eh, mana ibu dan kakak kamu?” “Masih di dalam, Tante.” “Oke, kamu udah milih baju seragam untuk keluarga seperti yang diminta ibu kamu?” “Udah kok, Tante.” Kemudian, Ghali dan Lisa menghampiri Zia yang masih berbicara dengan pemilik butik. “Eh, ada Bu Elana. Apa kabar, Bu?” sapa Lisa pada pemilik butik yang ternyata adalah Elana Adzkiya. Lisa mengenal butik Elana dari temannya. Sebelum hari ini mereka telah bertemu untuk membicarakan masalah baju pengantin Ghali dan Shayna. “Alhamdulilllah baik, Bu. Bagaimana dengan jasnya Ghali? Ada yang perlu diperbaiki ukurannya? Atau sudah pas?” tanya Elana pada Ghali dan Lisa. “Alhamdulillah sudah cukup kok, Tante. Sudah pas, dipakainya juga sudah enak dan nyaman.” “Alhamdulillah kalau begitu.” Lalu, beberapa saat kemudian, Nita dan Shayna juga ikut bergabung. Shayna lebih lama daripada Ghali karena maklum saja perempuan, agak sedikit lebih ribet dalam urusan berbusana. “Terima kasih banyak ya, Bu Elana. Sudah mau bantu menyiapkan baju pengantin untuk anak—anak kami dan seragam keluarga juga,” ucap Lisa tulus. “Saya yang harusnya terima kasih karena sudah dipercaya oleh Bu Lisa dan Bu Nita untuk meng-handle busana pernikahan Ghali dan Shayna. Semoga semua persiapannya lancar sampai hari-H, ya.” “Aamiin.” Sesudah urusan baju pengantin selesai, Lisa dan rombongan pamit meninggalkan butik Elana. ===  Ghali yang sedang berada di restonya dikejutkan dengan kedatangan Giandra dan Mario. “Ghal, lo udah baca berita di internet belum? Hot gossip nih!” ucap Giandra semangat. “Kagak. Apaan? Gosip mulu.” Ghali meladeni Giandra dengan malas. “Ini tentang lo dan juga Shayna yang lagi fitting baju pengantin di butik,” jelas Mario. “Hah? Apa?! Kok bisa?” tanya Ghali terkejut. Ia tak menyangka jika identitas Shayna bisa diendus oleh media. Padahal selama ini Ghali selalu menghindar jika ditanya tentang calon istrinya. Giandra menyodorkan ponselnya yang menayangkan berita itu pada Ghali. Ghali dengan cepat mengambilnya dan memeriksanya. Setelah selesai Ghali mendesah lelah. Ia tak menyangka jika pemburu berita begitu kepo dengan kehidupannya. Pasti hari itu ada wartawan yang sengaja membuntuti aktivitasnya seperti stalker. Mungkin sebentar lagi dirinya akan dikejar-kejar wartawan untuk dimintakan klarifikasi. Sebenarnya, Ghali tak masalah jika dirinya yang dikejar wartawan karena ia sudah terbiasa meski jujur dalam hatinya ia merasa risih. Tapi itu adalah salah satu risiko dari pekerjaannya. Yang Ghali khawatirkan adalah tentang Shayna. Ia takut para pemburu berita itu mengincar Shayna yang belum terbiasa dengan semua ini. Ghali terdiam merenung. Ia sedang memikirkan langkah apa yang seharusnya ia ambil agar tidak menyakiti banyak pihak. Apakah ia harus smembuat konferensi pers untuk klarifikasi? Ah, tapi ia tidak merasa seterkenal itu sehingga harus membuat klarifikasi. “Woi! Lo kok malah bengong?” tegur Mario. “Gak. Gue bukannya bengong, tapi lagi mikir.” “Mikir apaan, Ghal?” “Ya ini. Gue takut Shayna jadi ikut diincar sama wartawan buat klarifikasi.” “Ya, itu udah risiko dia sebagai calon istri lo sih, Ghal. Mau gak mau dia harus belajar terima kalau jadi istri chef seleb ya begitu itu. Lo mulai kasih tahu aja dia biar gak kaget kalau sewaktu-waktu didatangin wartawan ke galerinya dan biar dia juga mulai terbiasa,” saran Giandra. Ghali menatap sekilas ke arah Giandra. Ghali pikir ada benarnya juga yang dikatakan oleh Giandra. Ia haruss membicarakan ini pada Shayna agar perempuan itu mulai terbiasa, apalagi ketika nanti mereka sudah menikah dan resmi menjadi suami istri. === Ghali memutuskan untuk mendatangi Shayna di vila untuk membicarakan gosip mereka di internet. Ghali datang ke vila bukan ke galeri Shayna agar ia juga bisa bertemu dengan Revan dan Nita dan menjelaskan perihal itu juga pada calon mertuanya. Ghali bersyukur Shayna dan kedua orang tuanya mengerti dan memaklumi. Memang itulah risiko jika akan menikah dengan chef yang juga menjadi seleb. Shayna diminta lebih berhati-hati dalam memberi jawaban atas pertanyaan dari wartawan jika sewaktu-waktu mereka datang mengunjungi Shayna di galeri. Ghali sedang mengendarai motornya dalam perjalanan pulang ke rumahnya sehabis dari vila Revan. saat di tengah perjalanan ia melihat seorang perempuan berjilbab dengan seragam guru sedang menuntun motor maticnya. Ghali kemudian menghampiri perempuan tersebut. “Motornya kenapa, Teh?” sapa Ghali dari balik helmnya. Perempuan itu langsung menengok ke arah Ghali. “Aa’ Ghali?” “Salsa? Motor kamu mogok? Ada yang korslet atau habis bensin?” Ghali mematikan mesin motornya dan menolong Salsa memeriksa motornya. “Iya, A’. Bensinnya masih penuh kok. Gak tahu kenapa nih, tiba-tiba aja mogok.” “Kenapa gak telepon A’ Ucup?” “Dia kan lagi kerja, A’. Gak mungkin juga minta bantuan A’ Ucup.” “Oh iya, maaf saya lupa.” Setelah beberapa saat dicek oleh Ghali, ia tidak bisa menemukan masalah pada motor Salsa yang mogok. Akhirnya Ghali menyarankan Salsa membawa motornya ke bengkel yang jaraknya kira-kira seratus meter lagi dari tempat mereka sekarang. Ghali menemani Salsa menuntun motornya. Awalnya Salsa menolak, tapi Ghali tetap memaksa. Bagaimana pun Salsa sudah ia anggap seperti keluarga sendiri. Jadi, ia bertanggungjawab menjaganya. Mereka berdua terllibat obrolan sepanjang perjalanan menuju bengkel. “Hmm, kabarnya Aa’ Ghali mau nikah, ya?” tanya Salsa. “Eh? Oh itu, iya, Sa.” “Oh, jadi benar ya yang Salsa baca di internet?” “Iya. Insya Allah saya akan menikah. Mohon doanya ya dan kamu sekeluarga harus datang nanti.” Raut wajah Salsa berubah setelah mendapat klarifikasi langsung dari Ghali meski perempuan itu masih menampilkan senyumnya. Tapi tetap saja Ghali bisa membaca perubahan ekspresi Salsa. Ah, Ghali berharap itu hanya perasaannya saja. Mungkin saja Salsa lelah menuntun motornya yang mogok.   “Sa? Salsa?” “Eh, iya, A’. Kenapa?” “Kamu lagi dorong motor malah ngelamun. Nanti kamu sekeluarga datang ya ke nikahan saya.” “Insya Allah, A’. Sudah kewajiban muslim memenuhi undangan saudaranya.” Tak terasa mereka sudah tiba di bengkel. Ghali menyuruh bengkel langganannya itu memperbaiki motor Salsa dan Ghali mengantarkan Salsa pulang ke rumahnya karena motornya baru selesai diperbaiki besok siang. Awalnya Salsa menolak, tapi Ghali memaksanya. Ia tak tenang membiarkan Salsa pulang sendiri. Akhirnya Salsa pun dibonceng oleh Ghali hingga tiba di rumahnya. === Meski sudah mendapat peringatan dari Ghali untuk berhati-hati, Shayna tetap beraktivitas seperti biasanya. Meski gosip dirinya dan Ghali sudah tersebar di internet tapi hingga kini belum ada wartawan yang mendatangi rumah ataupun galerinya. Shayna sudah menyiapkan hati dan mental untuk menghadapi berbagai pertanyaan jika nanti dirinya diserbu oleh wartawan. Abi dan bundanya selalu menguatkannya. Beginilah jika dirinya memilih untuk bersanding dengan Ghali. Ia harus menerima Ghali lengkap satu paket, berikut dengan profesinya. Sore ini Kota Kembang diguyur oleh hujan. Shayna menatap cucuran air hujan yang jatuh dari langit dari ruangannya yang berada di bagian belakang galeri dekat gudang penyimpanan. Hujannya berupa gerimis dengan intensitas deras dan tidak disertai dengan petir atau guntur. Shayna membuka jendela ruangan dengan menggesernya. Ia lalu menengadahkan tangannya ke arah luar jendela. Ia meresapi rintikan air hujan yang membasahi telapak tangannya. Sungguh, hujan ini adalah salah satu berkah yang Allah turunkan ke muka bumi. Dengan air hujan ini Allah menghidupkan bumi yang semula kering, menumbuhkan biji-bijian dan tanam-tanaman sebagai rezeki untuk makhluknya. Sejatinya, hujan itu adalah rezeki. Jadi, manusia hendaknya bersyukur dan berdoa ketika hujan turun, bukan mencelanya. “Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air hujan dari langit untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah? Kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya. Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sebenarnya, mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).” (QS. An Naml:60) “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah:22) Dia jadi teringat saat kecil dulu. Ia senang sekali bermain hujan-hujanan dengan sang adik. Setelah itu abinya akan memarahi mereka berdua. Shayna tersenyum mengingat masa kecilnya. Ia menarik kembali tangannya ketika sudah merasa puas. Lalu netranya menangkap sebuah mobil yang terparkir beberapa meter dari lokasi galerinya. Shayna memicingkan matanya untuk memastikan. Sepertinya aku kenal mobil itu. Itu mobil ... Kak Dave? Batin Shayna. Ingatan Shayna terlempar pada beberapa waktu lalu saat David mengungkapkan perasaan padanya. Jujur, Shayna merasa tidak enak karena telah menolak lelaki itu. Tapi, menerimanya pun Shayna tidak bisa karena hatinya telah tertaut pada Ghali. Sejak hari itu, David tidak pernah lagi datang ke galerinya. Pikir Shayna, mungkin begitu lebih baik. Tapi melihat mobil itu, apakah David akan datang ke galerinya. Ah, atau Kak David sedang punya urusan di sekitar sini, Shayna. Jangan geer kamu! Batinnya mengejek. Shayna memutuskan untuk tak peduli dan menutup jendela ruangannya. === Hujan telah reda dan kini semburat jingga telah mewarnai langit di angkasa. Tiga puluh menit lagi menuju waktu maghrib. Shayna sedang berjalan menuju tempat pembuangan sampah yang ada di luar galeri. Setelah membuang sampah yang berupa kertas-kertas dan potongan benang rajut ia berbalik hendak masuk kembali ke galerinya. Namun, tak disangka ia dihadang oleh empat orang wartawan infotainment yang menanyakan kabar pernikahannya dengan Ghali. Shayna berusaha untuk tenang dan menjawab seperti yang Ghali minta. Setelah dirasa cukup, Shayna pamit untuk masuk ke dalam galeri. Tapi rupanya para wartawan itu masih belum puas dan menahan Shayna. Shayna yang risih tidak menghiraukan mereka dan berjalan cepat ke arah galerinya. Malangnya, saat menaiki undakan tangga yang licin, Shayna memekik karena hampir terpeleset. Tapi untung saja tidak jadi karena ada lengan kokoh yang menahanya.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN