Part 08: Sisi Lain Dea

1043 Kata
Dea langsung meringis lalu menepuk jidatnya dengan keras sambil tersenyum-senyum tidak jelas, kemudian mendekat ke arah Sam yang sedang bersedekap ke arahnya itu. "eh ... Bapak di sini juga?" Dea niatnya mau tersenyum dengan sangat manis tetapi jatuhnya malah creepy karena dia memaksakan senyum di saat tegang seperti ini. "Kamu mau coba bohongi saya Deandra?" Jedor Sam langsung yang membuat Dea menggeleng kuat. "Enggak kok Pak, saya kan beneran di Gramedia!" Sam mengangguk lalu menunjuk jajaran n****+ yang ada di rak belakang Dea. "Iya benar, tapi di Gramedia nya cuma lihat-lihat n****+ doang." sahutnya sambil menatap tajam Dea. Dea langsung mencuatkan bibirnya kesal, ah elah kenapa sih rencananya nggak pernah berhasil! Tidak lama setelah itu Fatma yang membawa sekantong plastik buku di tangannya itu berjalan mendekat kearah mereka berdua dengan wajah yang tampak kurang enak, "lo udah selesaikan Fat? Ayo pulang!" Dea lalu mulai menarik Fatma namun Fatma masih tak bergeming ditempatnya. "sorry ya De, kayaknya gue nggak bisa pulang bareng lo, deh." ucap Fatma nampak kurang enak hati. Dea melotot kecil di tempatnya, "yang ngajakin gue kesini kan lo. Pokoknya kita harus pulang bareng!" ucapnya tidak mau dibantah, namun Fatma langsung mengangkat telepon yang ada di tangannya itu. "Gue mau langsung ke airport, Kakak gue baru pulang dari Amerika." Dengan wajah yang begitu merasa bersalah Fatma menjelaskan dengan perlahan. Dea yang mendengarnya pun langsung mendengus kasar, "ah elah Fat, terus gue pulangnya gimana coba?" Ya karna mereka berdua tadi ke Gramedia menggunakan mobil Fatma, jadi kalau mereka tidak bersama lalu Dea pulang mau pakai apa? Dea disuruh cari kendaraan umum gitu! "Kamu pergi saja Fatma," Fatma dan Dea masih asyik berbincang itu langsung menoleh ke arah Sam yang keberadaannya hampir terlupakan itu, "Biar Deandra saya yang urus." ucapnya dengan santai bak di pantai. Dea melotot tidak terima. Dea yang hendak membantah namun kedahuluan Fatma yang sudah ngacir lebih dahulu, "makasih Pak saya pamit dulu. Baik-baik lo De. Traktiranya besok ya, gue duluan!" meninggalkan Dea dan Sam berdua di tempat itu, setelah kepergian Fatma Dea langsung menatap protes ke arah Sam yang nampak tak merasa bersalah sedikitpun itu. "Bapak apa-apaan, sih! Pakai acara ngajuin diri mau anterin saya!" Protes Dea dengan tidak santai. Sam mengangkat sebelah alisnya, "terserah saya dong." "Ya masalahnya kan Bapak nyangkut pautin saya!" Sam melengos pelan, hal sekecil ini saja sampai diributkan oleh gadis preman ini. "Yasudah kalau kamu tidak mau bareng saya. Saya pergi dulu." Melihat Sam yang sudah berbalik itu, Dea langsung berlari kecil mengejarnya. Ya kali dirinya mau ditinggal di Gramed sendirian! Asal kalian semua tahu ya, uang Dea itu sudah habis buat jajan di kampus, makanya tadi Dea ngotot buat pulang bareng Fatma karena kalau naik kendaraan umum dirinya tidak punya uang. *** Dea yang duduk disebelah Sam itu menatap ke arah Sam dengan aneh, tumbenan Sam tidak nyerocos ngalor ngidul seperti biasanya, sedari tadi Sam hanya diam dan fokus mengendarai mobilnya. Dea mendecakkan lidahnya pelan, akhirnya memilih untuk menyentuh lengan Sam, membuat Sam yang tengah fokus mengendarai mobilnya itu melirik ke arah Dea sekilas. "Bapak kenapa, ada masalah?" "Saya baik-baik aja Deandra." Dea mendengus mendengar jawabannya. "Tapi kok diem aja." Sahut Dea ngeyel. Sam mendecak pelan, "saya lagi ada sedikit masalah." "Lah! Itu namanya nggak baik-baik aja!" Ucap Dea dengan lantang. Sam mendengus di tempatnya. "Bapak ada masalah apa?" Kali ini Dea sudah menurunkan intonasi suaranya. "Yah ... sedikit masalah di kampus," Sam lalu menghentikan mobilnya di pinggir jalan, entahlah tapi Dea tidak merasa keberatan dan justru lebih ingin berbincang dengan Sam. "Soal apa? Saya ya, Pak?" Tebak Dea langsung membuat Sam melotot kecil. "Kalo kamu mah bukan sedikit masalah," Dea langsung tersenyum mendengar penuturan Sam barusan. "Soalnya kamu kan masalah besar." Lanjutnya langsung membuat Dea memanyunkan bibirnya kesal. "Tapi ya Pak, apapun masalah Bapak jangan sampai merubah sifat Bapak. Soalnya kan gak enak kalo dilihat orang lain." Dengan sok dewasanya Dea mulai berceramah. Sam mengernyit mendengar ucapan Dea barusan, "memangnya kamu bakal biasa saja kalau dapat masalah?" Dea diam sesaat, pupil matanya nampak membesar. "Hm, ya hidup kan emang gudang masalah. Kalo semua masalah di bawa gegana rasanya mubazir aja gitu waktu kita." Dea menyandarkan tubuhnya pada kursi mobil sambil menerawang jalanan. "Sepertinya kamu juga punya masalah." Dea menoleh cepat ke arah Sam. "Setiap orang pasti punya masalah masing-masing." Kata Dea dengan santai. "Tapi kelihatanya kamu kayak orang tanpa beban hidup gitu," Sam terkekeh saat membayangkan sifat mahasiswi nya ini. "Tingkah kamu udah kayak preman pasar gini." Lanjutnya yang langsung disahut dengusan kasar oleh Dea. "Saya ga bakalan bertingkah g****k begini kalo hidup saya normal kayak temen-temen saya, Pak." Dea menepis ucapan Sam barusan. Sam langsung mengarahkan pandangan sepenuhnya kepada Dea yang sedang mengutak-atik kukunya itu, gadis ini sepertinya ... memiliki masalah yang tidak di ketahui siapapun. "Kamu mau cerita?" Tawar Sam membuat Dea langsung mengangkat kepalanya menghadap dirinya. Dea menggeleng kecil, "Bapak tenang aja, masalah saya itu cuma sepele kok." Bantah Dea, selain karna memang tidak mau membuka rahasianya Dea juga kan belum mengenal dosenya ini sepenuhnya. "Kalau masalah sepele kamu tidak mungkin bisa seserius ini, lagian menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of psychosomatic research, bahwa memendam emosi dapat meningkatkan risiko kematian karena penyakit jantung dan juga kanker." Dea melongo begitu saja mendengar ucapan dosenya ini. Masih saja pakai bahasa elien gini kepadanya. Dea itu tidak mau pusing hanya untuk memikirkan kalimat belibet Sam barusan, bikin ngelu! "Bapak kalo bicara sama saya yang normal saja deh, jangan pakai bahasa yang sulit gini." Sahut Dea malas. Sam menghela napas pelan, "intinya terlalu sering memendam masalah memiliki banyak dampak negatif, jadi kalau kamu bisa mencurahkanya pada orang lain itu lebih baik." Dea diam sejenak, "saya tidak bisa bicara semuanya, tapi intinya saya memiliki masalah dengan keluarga saya." Sam menatap gadis didepanya ini lalu berkedip sesaat. "Kamu broken home?" Tebaknya yang langsung di sahut gelengan kecil oleh Dea. "Ya nggak gitu juga sih Pak, keluarga saya baik-baik saja. Mungkin ... saya nya aja yang terlalu baperan." Dea terkekeh kecil di tempatnya. "Yah.. gitu lah, intinya saya ada perang batin sama keluarga saya." Dea mendongak dan kaget setengah mati saat melihat Sam yang hanya berjarak beberapa senti darinya itu. Sam tersenyum ditempatnya lalu tanganya perlahan terangkat mengelus pipi Dea agar menatap manik matanya. "Saya tidak menyangka gadis seperti kamu bisa memiliki beban seberat ini, Deandra."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN