"Cewek itu kayak berlian. Sedikit udah keburu diambil orang."
~Kevin~
Kevin datang menghampiri kedua sahabatnya dengan hati ceria. Lalu mengambil duduk tepat di hadapan Arial dan Angga. "Teman-teman! Gue punya kabar gembira," ucapnya penuh semangat.
"Kabar apaan?" tanya Angga biasa saja lantas menyeruput secangkir kopinya setelah selesai membaca semua surat cinta dari para fans serta haters Arial.
"Sekolah kita berhasil jadi perwakilan di pertandingan basket !!! YYYEEEAAAHHH !!!" heboh Kevin.
Krik!
Krik!
Krik!
"Lo punya bubur kertas koran, Ga?" tanya Arial pada Angga.
Buat apaan? " balas Angga heran.
"Biar si Kevin bisa update ," jawab Arial sekenanya.
"Ah elah!" desah Kevin kesal.
Sergapan aneh datang tanpa permisi dan menerobos pikiran Arial mengenai peristiwa kemarin yang dialaminya, saat Nita menanyakan namanya. Seantero SMA Dewantara pun tahu namanya tanpa harus bertanya kepadanya. Bahkan dari SMA lain banyak yang mengenalnya meski Arial tidak kenal dengan jelas siapa mereka.
Kenapa lo kok diem? tanya Kevin mengernyitkan dahinya.
"Lo berdua kenal si Nita?" tanya balik Arial membuat yang kedua mengernyit sempurna.
"Anak baru itu?" sahut Angga.
"Iya," jawab Arial.
"Iya kenal, lah! Orang sekelas. b**o!" teriak Kevin gemas.
"Gue heran." Arial diam diam. "Ngapain dia nanyain nama gue?" lanjutnya merasa penasaran.
"Basa-basi kali. Pengin ngobrol sama lo. Fans baru, noh!" celetuk Kevin sambil membuka lembaran kertas warna-warni yang masih tersisa di dalam kantong hitam.
Arial masih diam.
“Gila. Aneh banget tuh anak,” sambung Angga.
"Se-RT kan sama si Elsa?" tambah Kevin.
"Maksud lo tetangga barunya Elsa?" tanya Arial meminta kejelasan.
"Yups!" jawab Kevin kembali fokus membaca surat.
"Ah ... bete gue." Angga merebahkan tubuhnya. Kasur empuk menggodanya untuk memejamkan matanya dan tidur.
" Hangout , yuk!" ajak Kevin.
"Tidur aja dah tidur!" seru Angga dengan malas.
"Sewa PS, yuk?!" ajak Arial.
Angga seketika membuka matanya dan bangkit dari posisinya. "Yuk!" serunya berubah drastis dengan sangat bersemangat.
***
Benda pipih yang dia taruh di atas meja belajarnya bergetar lincah. Sebuah panggilan terlihat di layar ponselnya.
Aldo menelepon ....
Nita segera mengangkat telepon dari Aldo.
"Hai," sapa Aldo dari seberang.
"Halo, dengan siapa?" sahut Nita.
"Kok nanya lagi?" tanya Aldo di seberang.
"Eh. Maaf. Aduh, gue gak liat id call-nya," jawab Nita salah tingkah.
Aldo terdengar sedang tertawa di seberang. "Iya nggak apa-apa. Santai aja."
"Oh ya. Ada apa? Tumben nelepon?"
"Emang nggak boleh telepon lo?"
"Boleh, sih." Nita terkekeh.
"Gue nelpon, mau tagih janji lo."
"Janji apa?"
"Nonton."
Nita menepuk dahinya sendiri. Ia telah melupakan satu agenda tambahannya untuk menonton film bersama Aldo.
Kenapa? tanya Aldo di seberang.
"Nggak apa-apa. Gue ganti baju dulu ya," jawab Nita cepat.
"Ya udah, gue tunggu lo di kafe biasa."
"Oke." Setelah mematikan sambungan telepon selulernya, Nita segera melesat dan menghampiri lemarinya. Lalu mulai disibukkan mencari baju yang serasi untuk date pertama!
Beberapa baju yang menurutnya tidak pas, Nita lempar ke alam bebas. Ralat. Ia kembalikan ke dalam lemari.
Ponselnya kembali berdering ada pesan masuk. Nita cepat-cepat meraih ponselnya. Lalu kecelakaan ikon pesan pribadi.
Aldo: Dandan yang cantik ya.
Tanpa sadar Nita menyunggingkan senyumnya setelah membaca sebuah pesan singkat dari Aldo. "Apaan, sih?" gumamnya menahan panas di sekitar pipinya. Gemas.
Nita kembali menyimpan ponselnya dan disibukkan lagi dengan memilih pakaian yang pas untuk harinya yang damai.
Blazer berwarna biru muda dan celana legging jeans begitu menarik perhatiannya. Tanpa pikir panjang, Nita langsung mencocokkannya. Merasa sangat pas untuk kesan kencan sambil bersenandung pelan Nita memakainya. Berharap untuk kencan akan berjalan dengan baik.
***
Arial masuk ke dalam mobil Escudo Sidekick milik Angga setelah bermufakat dengan kedua sahabatnya untuk mengisi akhir pekan sampai sore.
Angga mulai melajukan mobilnya keluar dari halaman luas rumah orang tua Kevin. Lalu meluncur ke warung kaki lima yang menjual bakso sapi paling enak sejaman SMP dulu tepat dekat pertigaan jalan arah SMP Nusantara.
Sesampainya Kevin segera turun dan menetapkan tubuh Mang Somad layaknya seorang anak yang baru memenuhi syarat setelah berpisah tahun-tahun.
"Masyaallah, Kevin!" pekik Mang Somad panik saat dirinya dirangkul erat.
Kevin kangen, Mang, balas Kevin menggelikan.
"Lo homoan sama Mang Somad?" celetuk Angga masuk ke dalam warung dan duduk paling pojok.
Kevin menatap Angga dengan ganas. "Lo mau gue giling jadi bakso ?!" sahutnya melepaskan pelukannya pada Mang Somad.
"Udah-udah! Mau pesan berapa mangkok?" ucap Mang Somad menengahi.
"Dua mangkok aja, Mang. Si Kevin suruh makan di daun pisang aja," kelakar Arial duduk di samping Angga.
"Tega bener lo!" sahut Kevin duduk di samping Arial lalu menyenggol lengannya.
Angga tertawa. “Tiga, Mang. Tiga,” tambahnya di sela-sela menertawai Kevin.
"Mamang pikir. Setelah kalian lulus SMP dan melanjutkan ke SMA, kalian akan nambah personil." Mang Somad terkekeh.
Kita sih maunya ngurangin personel. Ya Al ya, "sahut Angga meminta persetujuan Arial.
"Iya," sahut Arial dengan santai meng-iyakan saja.
"Bener-bener lo ya berdua!" geram Kevin.
Angga dan Mang Somad tertawa. Sementara Arial hanya menatap Kevin dengan datar. "Santai aja kali," ucapnya kemudian.
"Tau, ah! Bete gue!" balas Kevin jutek.
Mang Somad dan Angga terkekeh geli.
"Buru, Mang. Laper!" ucap Angga masih tertawa.
“Iya-iya,” sahut Mang Somad mulai mengontrol tawanya.
***
Nita datang bersama pesonanya di siang itu. Gadis itu lalu tersenyum manis pada Aldo membuat laki-laki di hadapannya sempat hilang akal.
"Cantik," gumam Aldo sangat pelan dan hanya terdengar oleh telinganya sendiri.
"Hai," sapa Nita ramah.
"Tumben," balas Aldo.
Kenapa? Tanya Nita heran.
"Nggak bawa tas yang gendongannya segede karung," lanjut Aldo tertawa geli.
Nita terkekeh. "Iya beda kali, Kak," balasnya.
"Jangan panggil 'Kak'," larang Aldo.
"Terus apa?" tanya Nita. "Masa, Mbak?" lanjutnya.
Aldo tertawa mendengar ucapan Nita. Ia tidak pernah menyangka pada gadis yang dikenalnya sejak bertemu di perpustakaan beberapa minggu yang lalu adalah seorang kutu buku dengan sisi lainnya yang ajaib. "Panggil Aldo aja," ucapnya kemudian.
"Aldo aja," ulang Nita memastikan.
"Iya," jawab Aldo sungguh-sungguh.
"Nggak sopan deh kayaknya," ucap Nita merasa tidak nyaman dengan panggilan untuk Aldo.
Kenapa? tanya Aldo.
"Kan kita beda dua tahun," jawab Nita logis.
Aldo diam diam. Menimbang-nimbang panggilan yang cocok ketika Nita memanggilnya. "Panggil 'sayang' aja," ucapnya jahil.
Nita mendesis. "Apaan, sih?"
Aldo tertawa lagi. “Ya udah. Terserah lo aja, gimana nyamannya,” sahutnya pasrah.
"Oke." Nita mengangguk. Membuat rambutnya yang tergerai indah ikut bergerak.
"Lo mau pesen apa?" tanya Aldo pembicaraan pembicaraan.
"Kayaknya nggak deh. Gue pengin keluar sambil nongkrong, mungkin," jawab Nita.
Aldo mengangguk setuju. "Oke. Otak gue kayaknya juga butuh," ucapnya tertawa pelan.
"Dicuci pake deterjen?"
"Boleh." Aldo tertawa lantas Nita pun ikut tertawa receh.
*
Arial menoleh pada Kevin. "HP lo bunyi?" Tanyanya saat mendengar ponsel yang lebih gaduh.
Kevin segera mengecek ponselnya. "Nggak. Coba si Angga," lempar Kevin pada Angga diikuti oleh tatapan Arial.
Sambil berlari potongan bakso di mulutnya Angga menggeleng cepat. “Bwukwan pwunywa gwuwe,” ucapnya tak jelas karena harus mengunyah bakso di mulutnya.
Arial mengecek saku celananya. Meraih ponselnya dan terdapat dua panggilan tak terjawab dari Chika. "Punya gue," lanjutnya terkekeh pelan membuat kedua sahabatnya mendesis sebal. Lantas ia menelpon balik sang adik.
"Halo," ucap Arial.
“Kak. Nanti jemput aku di sanggar ya,” pinta Chika di seberang.
"Kok gue?" protes Arial sedikit kesal karena weekend-nya harus tidak terganggu.
"Kemarin kan Mas Yusuf ambil cuti seminggu. Anaknya sunatan," jelas Chika gemas.
Gue nggak bawa mobil, sahut Arial.
"Emang Kakak lagi di mana?" tanya Chika penasaran.
"Deket sekolah lo," jawab Arial.
"Ngapain?"
Tut!
Panggilan telepon Arial matikan sepihak.
“Adek gue minta jemput. Gue pinjem mobil lo,” ucap Arial tanpa basa-basi lagi langsung mengambil kunci mobil Angga. "Lo berdua tunggu di sini. Gue nggak lama," tambah Arial segera meluncur.
Angga mengangguk ikhlas dengan keputusan Arial.
"Ikut napa!" teriak Kevin memekakkan telinga.
Arial langkahnya. "Lo mau ketemuan sama si Eike?" tanyanya.
Kevin berdecak sebal teringat bahwa tempat sanggar tari cukup dekat dengan basecamp preman-preman yang pernah mengejarnya. "Ya udah sana lo pergi!" Sedetik kemudian tatapannya melihat ke arah mangkuk bakso milik Arial yang masih menyisakan tiga butir baksonya. "Bakso lo buat gue, ya!"
"Abisin aja sama mangkok-mangkoknya sekalian!" sahut Arial.
Kevin tertawa girang.
Bersama Escudo Sidekick milik Angga. Arial melesat membelah jalan raya yang terik dan padat merayap menuju sanggar tari yang jaraknya hanya sekitar sepuluh menit dari pangkalan kaki lima milik Mang Somad.
Sesampainya Arial disambut dengan senyuman Chika. Arial berhenti tepat di depan Chika.
"Ngapain lo senyam-senyum?" tanya Arial dingin.
Chika mendesis. "Mobilnya Bang Angga ya," ucapnya mulai menjahili sang kakak.
"Cepet naik!" ucap Arial galak.
Chika menurut dan segera menaiki mobil lalu menutupnya rapat. "Kakak juga minta dong sama Papa. Masa dari kelas satu SD dapet peringkat satu nggak dapet apa-apa?" goda Chika masih lanjut.
Arial tidak menyahutnya dan lebih memilih untuk membiarkan Chika berbicara sendiri bersama imajinasinya.
"Kakak minta apa kek sama Papa? Motor atau mobil. Masa sekolah pake mobil Mama terus? Kalo nggak mobilnya Mama, pasti motornya Mas Yusuf yang dibawa," tambah Chika.
Arial masih memilih untuk diam.
"Pantes aja jomblo," celetuk Chika kemudian.
Arial masih diam. Lampu merah di perempatan jalan berhenti merokok harus berhenti kendaraan dan waktu yang tersisa 23 detik lagi. Arial menoleh ke arah kiri. Namun sosok gadis yang terlihat familiar tertangkap oleh tatapan mata datarnya bersama seorang pria asing yang sudah cukup mobil Sedan Corolla Altis. Jendela mobil yang terbuka lebar membuat Arial dapat dengan jelas gambar gadis tersebut. Terlihat begitu cantik.
Dia lah Nita, gadis yang Arial anggap adalah gadis paling konyol yang pernah ditemui seumur hidup.
Kenapa Kak? tanya Chika membuyarkan konsentrasi Arial.
"Nggak," jawab Arial singkat dan datar. Masih lima detik lagi, Arial harus siap-siap untuk melajukan permintaannya.
"Kak Arial kenapa, sih?" selidik Chika mengenai mood Arial.
Arial hanya diam tidak menjawab dan kembali melajukan kendaraannya.
"Kak Arial," panggil Chika.
Kenapa? tanya Arial datar.
"Nggak kangen, apa? Setelah dua tahun nggak ketemu," sahut Chika bete. Dua tahun memang bukan waktu yang singkat, tapi setelah pertemuannya dengan Arial sudah hampir tiga bulan cukup merawat rasa rindunya pada sang kakak yang super diem.
"Lo udah makan?" tanya Arial pembicaraan pembicaraan.
Chika sedikit menghempaskan punggungnya pada sandaran jok mobil. "Makan mulu yang ditanyain?" gerutunya. "Pantesan jomblo," lanjutnya menyebalkan.
"Emang lo udah punya pacar?"
Chika memicingkan matanya. "Ada, deh," godanya pada Arial ingin membuat laki-laki batu di sampingnya merasa penasaran.
"Mana ada yang mau sama lo," ucap Arial enteng sama sekali tidak terlihat penasaran membuat Chika mendengus pelan.
"Enak aja!" seru Chika seketika.
"Anak kingkong aja nggak mau," lanjut Arial mulai menyebalkan.
"Liat aja nanti!" tantang Chika.
"Hm."
Mulai sariawan nih anak, batin Chika.
"Oh iya. Kakak kan homo. Jadi mana ada cewek mau sama Kakak biasa. Paling banci, Bang Kevin aja dapetnya banci," celetuk Chika.
"Chika," panggil Arial dingin.
Chika membeku.
"Mau turun di sini?" Arial menurunkan laju kendaraannya.
Chika menggeleng cepat. Janganlah Kak. Kan masih setengah perjalanan lagi, mohon Chika.
Untuk beberapa saat hening. Hanya suara gemuruh kendaraan dari luar. Chika menoleh ke arah Arial. "Aku pikir Kakak nggak akan jemput." Chika diam diam. "Makasih ya, Kak?" lanjut Chika tulus.
Arial merasakan dirinya sangat canggung. “Nggak usah dramatis,” ucapnya berusaha menghilangkan kecanggungan itu.
Chika mendengus pelan. Arial tetaplah Arial, bukan manusia ramah penuh humor seperti Charlie Chaplin.
***
Tidak sampai setengah jam, Arial sampai di warung bakso Mang Somad setelah mengantar Chika pulang. Ia memarkirkan mobil milik Angga di bahu jalan lalu berjalan menuju bangku dan duduk bersebelahan dengan Angga.
"Lama bener, lo!" seru Kevin.
"Macet," sahut Arial malas. Lalu menyeruput minuman milik Kevin yang masih tersisa sedikit.
“Ya udah, yuk. Lanjut,” ajak Angga.
Arial mengangguk. Ia mengeluarkan satu lembar uang seratus seribu lalu memberikannya kepada Mang Somad. "Makasih, Mang. Kembaliannya ambil aja," ucap Arial.
"Masyaallah. Nak Arial nggak pernah berubah, ya," balas Mang Somad menerima uang dari Arial dengan hati yang berbunga-bunga.
Biasa aja, Mang, sahut Arial rendah hati.
"Biasa, Mang. Dia lagi banyak duit," timpal Angga.
"Bener tuh, Mang!" tambah Kevin heboh.
"Berisik lo, ah!" ketus Arial melenggang pergi.
***
Escudo Sidekick berhenti di parkiran luas sebelah barat taman kota.
"Setiap akhir pekan di sini ada pertunjukan musik tradisional. Gila. Keren banget!" seru Angga begitu turun dari mobilnya.
Arial bersandar pada bodi depan mobil. Kedua dapat masuk ke dalam saku celananya.
"Kira-kira sejam lagi bakal main acaranya. Siapin aja duit receh," lanjut Angga berdiri di samping Arial.
"Cocok, nih!" sambung Kevin tiba-tiba.
"Apaan?" Angga dan Arial menatap lekat Kevin.
"Buat si Angga nembak Keysha!" jawab Kevin kesan kesan taman untuk rencana pertama kali sahabatnya jadian.
Angga diam diam. Berusaha mencerna pembaca Kevin.
"Besokkan Minggu. Sikat, Bro!" seru Kevin.
"Tumben lo pinter?" balas Angga mengerti dan setuju dengan pendapat Kevin.
Kevin mendengus.
"Cocok juga, nih!" ucap Arial.
"Apaan?" Kevin dan Angga menatap Arial dengan penasaran.
Arial menatap Kevin. "Buat lo move on dari si Eike," jawab Arial terkekeh.
"Sial!" geram Kevin memalingkan wajahnya.
Arial merangkul bahu Kevin.
"Cocok, nih!" seru Angga ikutan.
Dan untuk yang ketiga kalinya. "Apaan?" Arial dan Kevin menatap Angga.
"Noh!" Angga menunjuk seorang gadis yang sangat dikenalinya bersama seorang pria asing dengan dagunya.
Tatapan Arial dan Kevin otomatis mengikuti arah pandang Angga.
"Keren si Nita. Nggak tau jadiannya, udah nge-date aja, dia," seolah-olah Kevin menyadarkan Arial Arial dari jabatannya sebagai duta single. Cowok ganteng mah duta single, bukan duta jomblo apalagi duta sampo lain. Single itu pilihan dan jomblo itu nasib. Kalo sendiri itu takdir Tuhan. Meski ada istilah lain, yaitu tunggal yang hanya disebabkan karena ditinggal.
"Emang harus lapor ke lo?" geram Arial melihat kegilaan Kevin.
"Gue kan bapaknya!" seru Kevin ngawur.
Tanpa sadar tatapan Arial lurus memandang Nita yang terlihat sedang tertawa dan asyik bermain dengan beberapa anak kecil di antara bunga-bunga bermekaran yang tumbuh di taman. Ia menyunggingkan seulas senyuman.
Dering ponsel yang nyaring seakan menyadarkannya. Mendengarnya Arial nyaris terlonjak kaget. Ia menghela sebentar.
"Halo, Ma," sapa Arial.
"Mama mau minta tolong. Nanti sore jemput Mama di butik, ya," jawab Wulan diseberang.
"Kan ada Papa, Ma?" protes Arial.
"Tadi Papa kamu ada meeting mendadak sampai malam," jelas Wulan memberikan pengertian.
"Iya, Ma," balas Arial kemudian meng-iyakan.
Sambungan telepon kemudian diputus setelah salam. Arial menatap kedua bergantian.
Kenapa nyokap lo? tanya Angga.
"Ntar minta minta dijemput di butiknya," jawab Arial datar.
"Ya udah. Udah mau mulai tuh!" seru Kevin semangat. Cowok itu paling tidak ingin jika harus ketinggalan acara meski hanya satu menit. Namun pada kenyataannya suka molor juga. Jam karet rupanya sudah masuk ke pasaran lokal.