Di sebuah kerajaan yang tak jauh letaknya dari Narayana, ada sebuah kerajaan bernama Wilamangun, Wilamangun adalah kerajaan miskin yang minim sumber daya alam, sebagian wilayahnya dipenuhi oleh gurun-gurun yang tandus. Wilamangun juga dipimpin oleh raja yang kejam dan egois, rakyatnya menderita kemiskinan, tapi rajanya sibuk memperkaya diri.
Tak hanya rajanya saja, para petinggi kerajaan juga sama kejamnya, mereka mengeruk semua harta warga dengan cara licik. Dengan tingginya pajak yang ditetapkan, membuat warga di sana sangat miskin dan menderita, tak jarang juga warganya mati kelaparan, tak sedikit pula para warga memilih kabur dari wilayah Wilamangun guna mencari kehidupan yang lebih layak.
Ia adalah Neola, Raja tirani kejam dan serakah, yang juga memiliki ambisi besar untuk merebut Kerajaan Narayana yang subur dan kaya akan sumber daya alam, berbeda dengan wilayahnya, yang tak bisa ditanami oleh tumbuhan-tumbuhan ladang.
Neola juga menerapkan wajib militer bagi semua pria di sana, dari anak-anak umur belasan tahun hingga pria paruh baya, semua tak terkecuali. Siapa saja yang menolak ikut serta wajib militer, akan dihukum gantung di alun-alun istana.
Pada saat malam yang dingin ini, para warganya menahan lapar dan kedinginan, tapi Neola malah asik bermabuk-mabukan seperti biasa di kamar.
"Bawakan aku anggur lebih banyak lagi!" Bentak Neola pada Kepala Pelayan sembari melempar botol anggur kearahnya. Di samping suka berfoya-foya, ia juga gemar meminum anggur.
"Tapi Yang Mulia, kita tidak punya lagi persediaan anggur yang tersisa," jawab Kepala Pelayan dengan sopan agar tidak membuat Neola marah.
"Tidakkah kau bisa membelikannya untukku?" Neola berdiri dan mencengram rahang Kepala Pelayan itu.
"Anggaran untuk bulan ini telah babis, jika kita membeli anggur lagi, maka keuangan kerajaan akan berada di ujung tanduk," walau rahangnya dicengkram ia masih berusaha untuk menjelaskan.
"Ahh.. aku tak tak mau tahu, aku hanya ingin anggur, tak peduli kau membelinya dengan uang dari mana, kau juga bisa menaikkan pajak para rakyat." Neola yang sedang mabuk itu, tak pernah sekali pun memikirkan kondisi rakyatnya yang sedang kelaparan, ia tak segan-segan menaikkan pajak, jika itu diperlukan.
"Maaf Yang Mulia, tapi jika kita menaikkan pajak lebih tinggi lagi, maka akan memicu pemberontakan yang akan dilakukan oleh warga." Kepala Pelayan itu berusaha menjelaskan sebab akibat dari naiknya pajak terlalu tinggi.
“Keluarlah jika kau tak membawakan ku anggur!" Bentak Neola sembari mendorong jatuh Kepala Pelayan dengan keras.
"Mana mungkin rakyat rendahan itu berani menentang ku yang berkuasa ini." Dengan sombongnya ia menepuk dadanya.
Kepala Pelayan itu pun segera pergi meninggalkan Neola yang masih dengan amarahnya, ia pergi dengan kepala berdarah akibat didorong oleh Neola. Segera setelah ia keluar dari kamar Neola, dari balik dinding terdengar suara langkah kaki.
"Apakah ia melakukannya lagi, Ayah?" Ujar seseorang di balik dinding itu. Ia memiliki suara berat yang menambah kengerian pada malam itu.
"Tak apa, ini semua untuk kebaikan Wilamangun."
"Bagaimana kau bisa bertahan sampai sekarang, aku tak mengerti jalan pikirmu Ayah." Seorang lelaki dengan tubuh tegap besar keluar dari balik dinding.
"Sudahlah, tinggalkan saja Raja bodoh itu, dan pergi dari Wilamangun denganku," himbuh pria besar itu.
"Dengan luka ringan ini, tak membuatku berubah pikiran nak, aku telah melayani Wilamangun sedari kecil dan akan melayani Wilamangun sampai aku mati nanti," jawab Kepala Pelayan itu.
Nama dari Kepala Pelayan Wilamangun ialah Petra, ia adalah pria tua dengan jenggot putih panjang dengan mengenakan setelan jas berwarna hitam ciri khasnya. petra telah bekerja untuk Wilamangun sedari kecil. Petra memiliki sifat setia dengan tuannya, ia tidak akan pernah meninggalkan tuannya walau telah diperlakukan dengan tidak manusiawi.
Sedangkan pria bertubuh besar itu adalah Eren, ia panglima perang milik Wilamangun, sekaligus anak dari Petra, ia memiliki sifat keras namun sangat sayang pada ayahnya. Ia sangat ingin pergi dari Wilamangun karena tidak Sudi dipimpin oleh pemimpin yang keji dan serakah, tapi ia tak bisa meninggalkan petra seorang diri karena rasa sayang pada ayahnya itu.
“Lebih baik ayah segera mengobati luka ayah itu, sebelum bertambah parah, aku akan membantumu." Eren tak mau berdebat lagi dengan petra.
Eren menuntun petra menuju kamar dan membantu mengobatinya, setelah membantu mengobati luka ayahnya, Eren meminta ia untuk tidur dan istirahat.
”Tidurlah, agar lukamu tak bertambah parah.” Eren langsung beranjak pergi dari kamar petra setelah mengobatinya.
Esok harinya, di pasaraan Wilamangun, terlihat beberapa orang berkerumun sedang membahas sesuatu, mereka tampak berbisik-bisik agar tak didengar oleh siapa pun.
"Apakah kau telah dengar, rombongan warga yang pergi meninggalkan wilayah Wilamangun beberapa hari yang lalu, sekarang telah hidup makmur di perbatasan kerajaan Narayana dan Janardana," bisik seorang itu.
"Iya, aku telah mendengarnya, aku juga mendengar bahwa Putra Mahkota Narayana membangunkan mereka desa dan ladang untuk mereka bercocok tanam," sahut pria tiga puluh tahunan itu.
"Andai saja aku ikut melarikan diri dan tak takut jika tertangkap waktu itu, pasti aku telah mendapatkan kehidupan yang lebih layak sekarang." Ia menyesali perbuatannya yang penakut itu.
"Tidak usah menyesalinya, lebih baik kita merencanakan untuk kabur dari Wilamangun jika ada waktu yang tepat."
"Ya, tapi untuk sekarang kita harus bersabar dengan keadaan saat ini." Pria tiga puluh tahunan itu mendesis lirih.
Rupanya kerumunan itu sedang membahas rencana untuk kabur dari Wilamangun, mereka tak sanggup untuk tetap tinggal di Wilamangun dan memutuskan untuk kabur dari wilayah Raja jahat itu.
Tak lama setelahnya, para prajurit militer yang dipimpin oleh pria berbadan gemuk dengan mengenakan setelan baju mewah dan terlihat mahal, berjalan dari kampung ke kampung, pria itu menyuruh prajurit untuk menyeret warga-warga yang tidak bisa membayar pajak dengan paksa, ternyata hari itu adalah jatuh tempo p********n pajak.
Para warga yang tak sanggup lagi membayar pajak, biasanya dibawa ke istana dan dijadikan b***k oleh Neola, tak jarang juga mereka dibunuh hanya untuk kesenangannya saja, mengingat Neola adalah Raja tirani yang kejam.
"Ampun tuan, ampuni saya dan anak saya, saya berjanji akan membayarnya besok lusa," tangis salah seorang ayah yang ingin melindungi putranya, ia bersujud memohon di kaki pria gemuk itu.
"Enyahlah!! Lepaskan tangan kotormu dari kakiku." Pria gemuk itu menendang wajah sang ayah dengan keras sehingga terpental agak jauh.
Ia itu menyuruh salah seorang prajurit untuk membawa sang ayah untuk dijadikan b***k.
"Lihatlah dia, dia lebih mirip babi ketimbang menjadi mentri keuangan," lirih warga yang juga menyaksikan kejadian itu.
"Diamlah, jika babi itu mendengarmu, kepalamu akan dijadikan pajangan di alun-alun istana," ujar temannya memberi peringatan.
Tampaknya pria bertubuh gemuk itu adalah Mentri keuangan dari kerajaan Wilamangun. Namanya adalah Daru, ia menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya sendiri, ia sama kejamnya dengan Neola, Daru juga adalah orang kepercayaan Neola. Perutnya yang puncit dan badannya yang gemuk, membuatnya sering dipanggil babi oleh warga yang geram dengan sifat jahatnya.
Setelah berhasil membawa orang-orang yang tidak bisa membayar pajak, ia dan pasukannya segera pergi meninggalkan desa menuju istana Wilamangun.
"Andai saja aku memiliki ilmu bela diri tinggi, sudah ku ledakkan perut babinya itu."
"Aku setuju denganmu kali ini." Sepeninggal pergi Daru dari desa, membuat warga berani bergunjing tentangnya, hanya menjelekkan Daru dari belakang lah yang hanya bisa warga lakukan untuk mengungkapkan kekesalan mereka.
Segera setelah Daru sampai di istana Wilamangun, ia menemui Neola yang tengah duduk di singgasana.
Neola terlihat mewah dengan mengenakan mahkota dan kain sutra berbalut emas, tak lupa juga dengan perhiasan kalung dan gelang miliknya, itu semua ia dapatkan dengan cara merampas semua harta rakyatnya.
"Apa yang membuatmu berada di sini, dan kenapa kau mencariku?" Cetus Neola yang tak bersemangat.
"Saya ingin melapor, bahwa saya telah melaksanakan tugas yang anda berikan, saya telah menangkap para warga bodoh itu, yang tak mampu membayar pajak untuk Anda, Yang Mulia," jelas Daru.
"Apakah benar?, cepet sekali kerjamu, aku bangga memiliki Mentri sepertimu," ujar Neola, ia yang awalnya tampak malas menjadi semangat setelah mendengar kabar dari mentrinya itu.
"Pujian Anda terlalu berlebihan Yang Mulia." Seringai miring tampak di sudut bibirnya sembari menggesekkan kedua telapak tangannya.
Petra dan Eren yang juga di sana tampak tak suka dengan mimik wajah yang Daru perlihatkan, seolah rubah yang telah berhasil menjebak mangsanya.
"Baiklah, segera jadikan mereka b***k dan pekerjakan mereka di tambang milik Wilamangun." Perintah Neola pada Daru.
Wilamangun adalah Negeri tandus, namun wilayahnya masih terselamatkan berkat adanya tambang emas yang berada di sana, walaupun sekarang hanya tinggal menunggu emas itu habis akibat ditambang terus menerus.
"Sesuai yang Anda perintahkan." Daru langsung pergi, guna melaksanakan perintah yang telah diberikan oleh Neola.
Petra yang hanya diam memperhatikan obrolan mereka mulai angkat bicara setelah sepeninggalnya Daru dari ruangan.
"Maaf jika saya lancang Yang Mulia, alangkah baiknya kita menurunkan harga pajak yang terlampau tinggi ini, agar para rakyat tidak terlalu merasa terbebani." Petra mulai angkat suara.
Melihat ayahnya yang masih berbalut perban, Eren sangat khawatir dengan nasip ayahnya yang berani angkat bicara soal pajak pada Neola, dirinya hanya berharap hal buruk tidak terjadi pada ayahnya.
"Hah, apa yang kau bicarakan, aku baru saja membahas masalah ini beberapa hari yang lalu dengan Daru, dan berencana akan menaikkan pajak rakyat, tapi kau malah memintaku untuk menurunkannya?" Bentak Neola pada pria tua itu.
"Maafkan perkataan ayah saya yang tidak menyaringnya terlebih dahulu Yang Mulia, ia sudah tua, saya mohon Anda memakluminya," sahut Eren, dia berusaha untuk menyelamatkan Petra apa pun yang terjadi.
"Untung saja dia telah bekerja di sini untuk waktu yang lama, jika tidak, aku akan menghukumnya sama seperti rakyat-rakyat bodoh itu." Neola yang bersuasana hati kesal segera meninggalkan aula singgasananya dengan cepat.
"Apa yang Ayah lakukan? Ayah baru saja mencari mati," kata Eren panik jika ayahnya kenapa-napa.
"Aku hanya ingin menyampaikan keluhanku selama ini."
"Jika Ayah memiliki keluhan, kenapa tidak pergi saja dari Wilamangun sersamaku?" Ajak Eren.
"Tidak, aku tetap pada pendirianku."
Eren yang sudah tahu karakter ayahnya tak terlalu berharap ucapannya akan didengarkan, Eren haya bisa berharap suatu saat pemikiran ayahnya dapat berubah.
Setelah debat pendek tadi, Eren langsung pergi meninggalkan ayahnya itu, ia pergi menuju arena latihan guna melatih para remaja untuk menjadikannya sebagai perisai daging.
Pemandangan tak mengenakkan sehari-hari terlihat di arena latihan, di mana semua pria diwajibkan untuk ikut wajib militer oleh Neola, setidaknya satu kali seumur hidup. Tak hanya itu, ada juga anak-anak kecil hingga remaja disiksa dengan latihan-latihan yang keras, mereka terpaksa melakukan itu karena orang tua mereka tak sanggup membayar pajak pada Neola.
Sedangkan Eren ditugaskan untuk melatih mereka karena ia adalah Panglima Perang milik Wilamangun, dari hati kecil Eren, ia tak tega melihat anak-anak yang seharusnya bermain, malah harus meresakan latihan bak nereka ini, namun jika ia tak melaksanakan tugasnya dengan benar, maka bisa saja ia dan ayahnya dicelakai Neola sewaktu-waktu.
"Baiklah, berbaris dan lakukan separing dengan pesangan kalian masing-masing, tapi ingat, dalam separing ini tak diijinkan seorang pun untuk membunuh pasangan tandingnya, mengerti!!" Ucap Eren dengan suara keras.
"Siap, mengerti."
Mereka melakukan apa yang diperintahkan oleh Eren, Eren hanya melatih mereka sesuai dengan kemampuan dan batas mereka masing-masing dan tak memaksa mereka untuk harus menjadi kuat dalam waktu instan.
Pertandingan separing itu berjalan normal seperti selayaknya, namun setelah Neola datang untuk melihat latihan, semua berubah menjadi pertarungan hidup dan mati. Neola yang datang tiba-tiba itu memerintahkan mereka sumua separing sampai salah satu diantara mereka ada yang mati.
"Bertarung lah, sampai salah satu diantara kalian mati dan pemenangnya akan kukembalikan kalian pada keluarga kalian masing-masing."
Mendengar hal itu sontak membuat Eren dan yang lainnya kaget.
"Bukankah itu terlalu berlebihan Yang Mulia, lebih baik jika latihan tanding ini berjalan seperti biasanya." Eren berusaha menawar karena ia tak ingin pertumpahan darah terjadi.
"Tidak, sudah hukum dari alam yang kuat akan hidup dan yang lemah akan mati," jelasnya pada Eren.
Sejujurnya Neola hanya ingin bersenang-senang atas nyawa para rakyat yang dianggapnya sebagai b***k, ia tak perduli jika setengah atau lebih dari mereka mati, yang ia inginkan hanyalah hiburan untuk ditonton.
"Jika kalian ada yang keberatan dan tak ingin melakukannya, maka kalian akan ku binasakan beserta keluarga kalian."
Mau tidak mau semuanya harus menuruti perintah tak masuk akal itu, dengan iming-iming jika menang akan dipulangkan ke keluarga mereka masing-masing. Mereka semua hanya bisa berharap untuk bisa hidup lebih lama dan kembali bersama-sama lagi dengan keluarga yang menunggu mereka dirumah.
Walau dengan iming-iming dipulangkan, ada juga yang sebenarnya tak ingin melakukan pertarungan itu, karena ia tak ingin membunuh teman yang berbagi nasip.
"Aku akan melakukannya, aku akan manang dan bertemu keluarga yang menunggu di rumahku," ucap seorang pemuda pada Neola.
"Hahaha, sungguh pemuda yang ambisius, aku tak membenci pemuda sepertimu." Neola terlihat tertawa dengan puas, akhirnya ada tontonan yang menarik.
Jikalau kalian menang, tak akan semudah itu kalian dipulangkan ke rumah kalian, dalam hati Eren meretapi nasip mereka yang terpaksa melakukan pertarungan hidup dan mati itu.