17 : Kemenangan Sesaat Mahabala

2068 Kata
Anak-anak Rawindra segera bergegas pergi ke sumber mata air guna memecahkan masalah yang sedang terjadi, mereka didampingi oleh Pranaya, Pranaya sendiri yang menawarkan diri untuk ikut membantu dalam menyelesaikan masalah yang ada. Setibanya mereka di sana, Hansa, Hara dan Haridra berdiskusi mencari solusi untuk memecahkan masalah sumber mata air yang tercemar racun, sedangkan Mahabala yang tak mau diajak berdiskusi hanya melihat-lihat seolah tak peduli dengan masalah yang sedang terjadi. "Apa yang harus kita lakukan untuk menangani masalah ini?" Hara membuka pertanyaan. "Aku bisa saja membuat ramuan dengan ilmu yang kupunya, tapi itu membutuhkan waktu yang agak lama untuk membuatnya." Haridra yang memiliki ilmu paling tinggi saja harus membutuhkan waktu untuk membuat penawar racun. Selain memiliki ilmu bela diri yang tinggi, Haridra juga memiliki pengetahuan tentang obat-obatan, walau ia tak terlalu mendalami ilmu itu. "Dari buku yang telah k*****a, cara mengurangi pencemaran air bisa dengan menanami pohon-pohon di dekat sumber mata air, itu bisa memberikanmu waktu untuk membuat ramuan sebelum sumur mata air benar-benar tercemar oleh racun." Hansa memberikan solusi yang ia tahu. "Apakah benar, hanya dengan menanam pohon saja dapat mengurangi dampak dari pencemaran air?" Haridra tampak ragu dengan solusi yang Hansa berikan. "Walau tidak sepenuhnya menghilangkan racun, tetapi dengan menanamnya dapat mengurangi pencemaran pada air, pohon merupakan fasilitas penyaring air yang alami. Selain menyaring air, pohon juga dapat menyimpan air tanah dan sebagian besar pasokan air bersih yang bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari." Hansa menjabarkan luas tentang manfaat pohon yang bisa dijadikan sebagai penyaring air. Haridra yang tadi sempat ragu, menjadi setuju setelah mendengar penjelasan dari Hansa, ia menganggukkan kepala sembari memikirkan rencana kedepannya. "Baiklah, aku akan mengumpulkan tanaman yang dibutuhkan untuk membuat ramuan, dan Kak Hara akan membantu warga yang terjangkit penyakit agar tidak menjadi lebih parah, sedangkan Kak Hansa menanam pohon di sekitar sumber mata air." Haridra membagi tugas mereka masing-masing. "Ya, lebih cepat lebih baik." Terlihat juga Pranaya membantu mengobati para warga, Hara dan Pranaya tidak bisa menyembuhkan warga secara total, mereka hanya bisa mencegah agar penyakit itu tidak menjadi lebih parah. Di saat yang lain sibuk mencari solusi, Mahabala hanya tersenyum tipis, buat apa aku harus bersusah payah mencari solusi, sedangkan aku sudah memiliki penawar racunnya. Racun di sumur sumber mata air itu merupakan ide dari pamannya untuk membuat citra dari Mahabala naik, jika ia berhasil menemukan solusi. Setelah dari sumur mata air, di tempat yang telah mereka sepakati, Ankara dan yang lainnya bertemu guna membahas masalah ini. Terlihat Gandini membawa ramuan penawar racun untuk diberikan kepada Mahabala. "Ambillah ini, ini adalah penawar racun yang dapat menetralkan air di sumur mata air." Gandini menyodorkan wadah kaca berisi ramuan penawar itu. "Ingat Keponakanku, berpura-pura lah membuat ramuan dan tunjukkan ramuan ini pada ayahmu ketika sudah tepat pada waktunya." "Akhirnya Putraku, kau akan mengukir namamu pada hati warga Narayana," tambah sang ibu, ia terlihat sangat amat bahagia membayangkan putranya disanjung oleh warga. Mahabala menuruti perintah dari pamannya untuk berpura-pura membuat ramuan penawar, walau ia telah mendapatkannya dari Gandini, hal itu ia lakukan agar ia tidak dicurigai. Beberapa hari telah berlalu, Haridra tampak serius membuat penawar racun, ia sampai tidak tidur beberapa hari sehingga meninggalkan kantung pada mata Haridra, kakak-kakak mereka juga bekerja keras, Hansa menanam pohon di pinggiran sumur, sedangkan Hara membantu merawat warga yang terjangkit racun. Di saat ia sedikit lagi meyelesaikan ramuan penawar itu, ia mendapat laporan bahwa Mahabala telah dulu membuat ramuan penawar racun. Hara yang juga mendengar kabar itu segera menghampiri adiknya yang berada ruangannya. "Haridra, apakah kau telah mendengar kabar bahwa Mahabala telah berhasil membuat penawar racun?" Hara langsung menanyakan perihal itu pada Haridra. "Iya, aku sudah mendengarnya." "Tapi kenapa kau tak berbuat apa-apa." Hara kesal karena tidak mungkin Mahabala dapat membuat ramuan penawar, pikirnya. "Bukankah itu bagus, akhirnya para warga tidak lagi harus menderita akibat racun yang telah tersebar itu," sahut Hansa dari depan pintu yang juga menghampiri Haridra. "Apa yang dikatakan Kak Hansa benar, ini tidak hanya masalah sepele, ini menyangkut nyawa para warga Kak." Balasnya pada Hara. "Nyawa warga lebih penting, ketimbang masalah dari mana Mahabala mendapatkan ramuan itu," himbuh Hansa. "Iya, kalian benar, tidak seharusnya aku berpikiran sempit seperti ini, maafkan aku." "Tak apa." Hansa menepuk punda Hara untuk menenangkannya. Pada saat itu juga ada seorang prajurit yang diutus oleh Rawindra untuk memanggil mereka bertiga. "Maaf mengganggu obrolan kalian Putri, Pangeran, saya diperintahkan untuk memanggil kalian guna menghadap Yang Mulia Raja Rawindra." "Kami akan segera ke sana, Paman kembalilah dahulu." Prajurit itu pun menunduk sambil pergi dari sana. "Mari kita bergegas menghadap ayah," ajak Hara. Mereka bertiga pergi bersama-sama menuju aula singgasana, sesampainya mereka di sana, lagi-lagi sudah ada Mahabala yang duduk di kursi barisan depan, tampak juga Ankara dan Jyotika berada di sampingnya. "Aku memanggil kalian untuk memberi tahu bahwa Mahabala telah berhasil membuat penawar racun yang mencemari sumur mata air." Rawindra tampak bangga dengan pencapaian Mahabala. "Iya Ayah, kami sudah mendengarnya," jawab Hara dengan cetus. "Lebih baik segera saja kita menaburkan ramuan ini ke sumur mata air," saran Ankara tiba-tiba bicara. "Iya Ayah, paman benar." Mahabala tampak tak sabar untuk mendapat sanjungan dari para warga dan ayahnya atas keberhasilan palsunya. "Lebih cepat lebih baik, ayo segera kita ke sumur mata air." Dengan kedatangan Raja Rawindra dan keluarga kerajaan lainya, membuat para warga juga ikut berkumpul di sumur mata air untuk melihat, sedangkan Mahabala tampak jijik dengan warga yang terkena penyakit kulit itu. "Apa-apaan orang-orang ini, kenapa mereka terlihat menjijikkan, kenapa juga orang sepertinya tidak mati saja," bisiknya dengan Ankara. "Mereka memang pantas untuk mati, tapi tidak untuk sekarang Keponakanku, karena merekalah yang akan menjadi batu loncatan mu untuk meraih tahta kerajaan Narayana." Ankara berbisik balik. "Pamanmu benar, bersabarlah menghadapi orang-orang ini, anggap saja mereka sebagai binatang ternak yang mengikuti majikannya," tambah Jyotika. Ia tak pernah menganggap para warga yang memiliki status rendah sebagai manusia. Raja Rawindra membuka pidatonya yang dapat didengar oleh semua warga yang berkumpul di sana, Rawindra mengatakan bahwa masalah tercemarnya air akan segera diatasi. "Para penduduk Naraya, kalian tak usah merasa sidih lagi, karena penderitaan ini akan segera berakhir, dengan ramuan yang telah dibuat oleh anakku Mahalaba, air ini akan menjadi bersih lagi." Rawindra menyuruh Mahabala untuk mentaburkan ramuan itu di sumur mata air. Mahabala segera mematuhi perintah ayahnya, setelah Mahabala mengaburkan ramuan penawar itu, benar saja air kembali menjadi bersih dan tak berbau lagi. Warga yang menyaksikan hal itu sontak bersorak gembira, mereka semua mengagung-agungkan nama Mahabala. "Hidup Pangeran Mahabala," sorak para warga berulang kali. "Apakah kau mendengar itu Paman? Mereka menyanjungku." Mahabala amat kegirangan setelah sekian lama ia akhirnya dapat merasakan sanjungan dari warga. "Kau layak mendapatkan pujian, dengan begitu, namamu akan terangkat dan bisa menggeser posisi Hansa." Ankara juga senang, ia mengedipkan salah satu matanya dengan licik. Setelah Mahabala berhasil membuat racun yang berada di air menjadi hilang, ia segera pulang bersama dengan anggota kerajaan yang lain. Di sepanjang jalan menuju istana, para warga menyanjung nama Mahabala terus menerus tanpa henti, terlihat Mahabala menikmati situasi itu. Sesampainya Mahabala di istana, ia diberikan penghargaan oleh Rawindra, tak lupa Rawindra juga menawarkan sebuah hadiah untuk Mahabala. "Aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan, selagi itu masuk akal." Sebenarnya Mahabala menginginkan posisi Putra Mahkota, namun jika ia mengutarakan keinginannya pasti akan ditolak oleh ayahnya. "Keponakanku, lebih baik kau menolak tawaran ayahmu itu," bisik Ankara memberi saran pada Mahabala. "Kenapa Mahabala harus menolak tawaran yang bagus ini, Kak," sahut Jyotika setelah mendengar bisikan Ankara. "Tak apa, jika Mahabala menolaknya dan menjawab, Mahabala melakukan itu dengan ikhlas, maka Mahabala akan mendapatkan nilai lebih dari suamimu." "Kau benar juga Paman." Mahabala mengikuti apa yang diperintahkan Ankara, ia mencari muka pada Rawindra agar terlihat baik dan bijaksana. "Tidak Ayah, aku melakukan itu hanya untuk mambantu para warga, aku melihat mereka terkena penyakit membuat hatiku menjadi miris." Dengan aktingnya yang lihai, ia dapat dengan mudah mengelabuhi Rawindra. "Betapa baik hatinya kau Mahabala, aku menghargai keputusanmu." Dalam hati Mahabala, ia sangat amat senang karena dapat mengalahkan Haridra dan saudaranya untuk pertama kalinya, ia juga mendapat pujian dan sanjungan dari ayahnya. Aku akan segera menggeser kedudukan mu Hansa, lihat saja nanti, ia tertawa di dalam hatinya. Sedangkan Hara yang mengetahui bahwa Mahabala hanya berpura-pura baik, menjadi risih dengan akting Mahabala. "Aku benar-benar tak habis pikir, bagai mana ayah bisa tertipu oleh aktingnya itu," gumamnya. "Walau Mahabala lah yang membuat sumur mata air menjadi bersih kembali, tapi aku juga mengapresiasi tindakan Hansa, ia telah menanam pohon di pinggiran sumur guna mengurangi dampak pencemaran air, selain itu, Hara juga telah membantu para warga agar penyakit yang mereka derita tidak bertambah parah." Rawindra adalah ayah yang adil, ia mengapresiasi semua tindakan anaknya, ia mengapresiasi kerja Hansa, Hara Dan Haridra. "Sedangkan untuk Haridra, walau ramuan yang kau buat masih belum jadi, kau bisa menyelesaikan ramuannya dan memberikan pada warga yang tergangkit penyakit," tambah Rawindra. "Terima kasih Ayah, kami akan segera memberikan penawar itu pada warga yang tergangkit," jawab Hansa mewakili Adik-adiknya Mahabala tampak tak suka jika ayahnya memuji anak-anak Daneswari, ia hanya ingin ayahnya memuji ia seorang. Rawindra mengakhiri acara itu setelah ia memberikan penghargaan pada anak-anaknya, ia langsung pergi meninggalkan ruangan itu setelahnya, Mabahala dan yang lainnya juga ikut pergi dari ruangan guna untuk merayakan kemenangan sesaat mereka. Sedangkan ketiga anak Daneswari masih tetap berada di tempat umtuk membahas masalah warga yang terjangkit racun. "Walau masalah utamanya telah di selesaikan, tapi kita harus menyelesaikan juga masalah yang di timbulkan dari tercemarnya air." "Benar Kak, kita harus mengobati para warga yang sudah terlanjur terkena racun dari air sumur ." Hara setuju dengan perkataan kakaknya itu. "Tunggu sebentar, aku akan segera menyelesaikan ramuan yang kubuat untuk mengobati para warga yang teracuni air." Haridra segera pergi menyelesaikan ramuannya yang tinggal sedikit lagi jadi. Tak perlu waktu lama, Haridra datang dengan membawa ramuan yang telah jadi. "Ayo kita segera pergi ke pedesaan untuk memberi ramuan ini." Di saat mereka hendak pergi, tiba-tiba Pranaya menawarkan diri lagi untuk ikut membantu mereka. "Tunggu Pangeran, Putri, maaf atas kelancangan saya, tapi apakah boleh saya ikut mambantu kalian?" "Kenapa Paman malah minta maaf, kita malah akan berterima kasih jika Paman mau membantu." Akhirnya Mereka berempat segera bergegas menuju pedesaan. Sesampainya mereka di sana, mereka langsung mengobati warga yang terjangkit racun. Haridra mencampurkan ramuan yang ia buat dengan air, dan air campuran itu lah yang diminumkan untuk para warga yang terjangkit. Setiap warga yang meminum air campuran ramuan Haridra seketika sembuh. "Apa ini, lukaku sembuh dengan sendirinya?" Kaget seorang warga. Warga lain yang melihat hal itu menjadi berebut antrian untuk segera disembuhkan. "Pangeran Haridra tolong sembuhkan anak saya, ia telah sangat menderita dengan adanya wabah racun ini," teriak seorang pria paru baya sedang menggendong anaknya. "Semuanya tenang, kalian akan mendapat ramuan ini dengan rata, berbarislah utamakan anak kecil, lansia dan para wanita,” ucap Hansa menenangkan warga yang berebut antrian. Pranaya tampak disibukkan dengan menata barisan warga, ia mencoba mengkonduksifkan warga yang tak sabar ingin segera mendapat air mujarap itu. Sebenarnya Haridra menambahkan sihir miliknya ke dalam ramuan, agar ramuan itu dapat bekerja dengan cepat, ia membuatnya dengan hati-hati dan teliti sehingga jika ramuan itu dikonsumsi tak menimbulkan efek samping apa pun. Setelah beberapa waktu dalam keributan warga, sekarang hanya tinggal beberapa warga lagi yang masih tersisa, Haridra yang di bantu Kakaknya segera memberikan air mujarap itu pada warga yang tersisa. "Terima kasih Pangeran, berkat bantuan Anda saya dapat bekerja mencari nafkah lagi," kata warga terakhir sambil merunduk pergi. "Akhirnya selesai juga, semua warga telah diobati dan telah pulih sedia kala." "Itu semua berkatmu Haridra, kau telah bekerja keras siang dan malam hanya untuk membuat ramuan ini." Hansa memuji adiknya Haridra. "Tidak, ini semua juga berkat kalian dan Paman Pranaya yang juga membantuku." Walau ia yang sangat berjuang keras, tapi ia tak mau mengakuinya sendiri. Dia memang memiliki sifat yang baik. "Terima kasih juga untuk Paman Pranaya, yang telah mau membantu kami merawat warga." "Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai bagian dari Narayana, Tuan Putri." Akhirnya masalah pencemaran air telah selesai, namun masih ada yang mengganjal di hati Haridra, ia bisa merasakan bahwa racun dalam kandungan air sumur sama dengan yang ia minum dan yang Kumala telan. "Suatu saat aku pasti akan menemukan dalang dibalik semua ini,” gumamnya. Hari sudah semakin gelap, mereka berempat memutuskan untuk segera kembali ke istana sebelum malam tiba. "Mari kita pulang sekarang, sebelum hari semakin gelap," ajak Hansa untuk pulang. "Ya, nanti kita juga harus menghadiri makan malam yang ayah persiapkan untuk kita." Rupanya Rawindra telah menyiapkan pesta untuk anak-anak mereka atas keberhasilannya dalam menangani masalah pencemaran air di sumur mata air.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN