LARA - 20

2035 Kata
Bima dan Bagas saling menatap. Hatinya bingung dan tidak percaya kalau Alesah dan Sovia pernah mengenal semasa kecilnya. Mereka masih terlihat saling memeluk, melepaskan rindu yang sudah lama bertumpuk di dalam hatinya. Semua sudah terjawab, Alesha adalah Putri yang Sovia cari dan ingin tahu bagaimana kabarnya. Begitu juga Alesha, dia sudah tidak penasaran di mana mencari Laras lagi, karena Sovia adalah Laras, teman kecil yang sudah ia anggap seperti kakanya sendiri. “Pa, kenapa rumah di sini sama dengan di Jogja? Kenapa papa menceritakan padaku kalau kita di Surabaya dari aku bayi? Kenapa papa bohong dan menutupi semuanya?” tanya Alesha pada papanya. “Itu semua karena kamu selalu mencari Sovia. Kamu mengalami trauma cukup lama. Saat pindah ke Surabaya, kamu selalu saja tidak mau masuk ke dalam rumah. Kamu mau pulang, mau cari Sovia. Sebab itu, papa merenovasi rumah kita di Surabaya sama persis dengan rumah kita di Jogja,” jelas Pak Teguh. “Papa tidak bisa mempertemukan kamu dengan Sovia, karena bunda dan papanya tidak mengizinka papa dan mama menemui Sovia. Mereka marah dengan kami, karena mereka menganggap kecelakaan kalian adalah kelalaian kami sebagai orang tua Alesha,” ucap pak Teguh. “Kak Sovia kapan akan ke Jogja?” tanya Alesha. “Ehm, besok atau lusa, Al. Kalau sudah selesai urusan kakak di sini,” jawab Sovia. “Bim, jaga kakak ku, ya? Aku mengalah, Kak Sovia wanita yang kamu cintai, bukan aku, meski mama kamu menginginkan aku,” ucap Alesha pada Bima. “Itu pasti, Al. Aku sebenarnya pulang ke Surabaya, karena ingin bicara dengan mama, aku ingin meminta restu pada mama soal hubunganku dengan Sovia,” ucap Bima. “Semoga Tante Riri bisa merestui kalian,” ucap Alesha. “Kalian harus bisa memperjuangkan cinta kalian. Itu kenapa om selalu menghindari keluarga kamu, Bim. Karena mama kamu selalu ingin mempercepat tunangan kamu dengan Alesha. Om tidak bisa seperti itu, karena om tahu kamu menjalin hubungan dengan Sovia. Sovia sudah om anggap seperti anak om sendiri, om tidak ingin menyakiti Sovia, om juga tidak ingin Alesha hidup dengan orang yang tidak mencintainya. Om sayang Alesha dan Sovia sejak dulu, apalagi ayahnya Sovia teman om, kami sudah seperti kakak beradik, tapi setelah ayahnya Sovia menikah dengan bundanya Sovia, kami sangat jauh, itu semua disebabkan karena om tidak pernah menyetujui Arfan dengan Dilla,” jelas Pak Teguh. “Kenapa om tidak setuju ayah menikahi bunda?” tanya Sovia. “Karena bunda kamu tidak pernah mencintai ayah kamu. Sudah menikah saja dia masih menemui Reza, tidur dengan Reza. Aku sebagai sahabat dan aku sudah anggap dia saudaraku, aku tidak terima Arfan diperlakukan seperti itu sama Dilla, dan setelah Arfan meninggal, buktinya Dilla dan Reza kembali berulah, mengambil Reza dari mamanya Bima yang saat itu mamanya Bima sedang hamil tua, melahirkan Bima pun Reza malah bersama Dilla. Entah kenapa bundamu seperti itu. Maaf bukannya om menjelakkan bundamu, tapi om yakin, kamu tidak seperti bundamu. Ada diri Arfan pada kamu, Sov. Om sudah merasakannya sejak kamu masih kecil. Meski kamu dekat dengan bundamu dan Papa Reza saat itu, tapi om merasa kamu lebih nyaman tinggal dengan eyang kamu di Jogja,” jelas Pak Teguh. “Memang bunda seperti itu. Sejahat apa pun bundaku, bunda tetap bundaku, tidak ada yang lain, Om,” ucap Sovia dengan mengusap air matanya. “Iya, om tahu. Om minta maaf karena kamu sudah tersinggung,” ucap Pak Teguh. “Om pamit, om ada urusan lagi,” pamit Pak Teguh. “Kamu yakin tidak izin? Kalau kamu sakit dengan lukamu, lebih baik izin pulang pada Bagas, lalu ikut pulang sama papa,” ucap Pak Teguh pada Alesha. “Ehm ... sebenarnya ini sakit sekali, Pa,” ucap Alesha. “Sudah, Al. Kamu lebih baik pulang saja. Lagian tidak mungkin kamu kerja dengan pakaian berantakan dan kotor seperti itu,” ucap Bagas. “Ya sudah aku izin pulang,” ucap Alesha. “Ayo pulang sama papa.” Pak Teguh mengajak pulang Alesha. Alesha berjalan di sebelah papanya. Pak Teguh terlihat merangkulkan tangannya pada bahu Alesha, dan dengan manja Alesha bersandar di bahu papanya sambil berjalan dan bercanda. Seperti itu kedekatan Alesha dengan papanya. Dia memang manja dengan orang tuanya, tapi sejak SMA dia sudah sendirian di rumah bersama para asistennya, karena papa dan mamanya mengurus bisnisnya di Jakarta. “Kamu tidak bohong kan, Sov? Alesha itu teman kecil kamu?” tanya Bima. “Bohong? Buat apa aku bohong, Bim? Sebelum papanya Alesha datang, aku dan dia sudah bercerita soal masa kecil kita. Menceritakan kejadian yang sama juga, tapi Alesha bingung, karena aku bilang kejadiannya di Jogja di depan rumah Putri, tapi Alesha tahunya kejadiannya di depan rumahnya. Dan, setelah papanya Alesha datang, papanya Alesha langsung memanggil aku. Sejak kapan papanya Alesha tahu aku? Bertemu dan bertatap muka saja tidak pernah,” jelas Sovia. “Sekarang sudah tidak penasaran, kan?” tanya Bima. “Iya, aku sudah tidak penasaran di mana Putri sekarang,” jawab Sovia. Bima mendekati Sovia. Dia melihat lengan Sovia yang sikunya terlukal, dan melihat bagian tubuh Sovia lainnya, kali saja ada yang terluka. Bima dari tadi bicara di dalam dengan Bagas soal mamanya. Bima ingin menyampaikan niatnya nanti malam saat makan malam di rumahnya. Dia akan mengajak Sovia untuk makan malam di rumahnya, dan meminta restu pada mamanya. ^^^ Sore hari, Riri mendengar Bima mau pulang, dia menyiapkan makan malam spesial untuk menyambut kepulangan Bima. Aina pun senang, mendengar kakak pertamanya akan pulang hari ini. Alex tahu, Bima akan pulang dengan mengajak Sovia, karena baru saja tadi dia bertemu dengan Teguh dan Alesha di Restoran. Alex baru saja menemui seseorang yang tak lain adalah rekan bisnisnya dulu. Lalu dia melihat Alesha dan papanya sedang makan siang. Akhirnya Teguh menceritakan semua pada Alex, dan Alesha meminta Alex agar bicara pada Riri, kalau dirinya tidak mau dijodohkan dengan Bima lagi. “Sepertinya ada yang sedang bahagia nih?” Alex mendekati istrinya dan memeluknya dari belakang saat Riri sedang menata masakannya di meja makan. “Iya, Bima mau pulang, Yah,” jawab Riri dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. “Hmmm ... pantas saja. Ayah sudah tahu Bima mau pulang sebenarnya dari kemarin,” ucap Alex. “Curang sekali, masa ayah yang diberitahu, mama enggak?” protes Riri. “Ya kamu tanya saja sama Bima,” ucap Alex dengan mencubit pipi istrinya. “Alesha sama kedua orang tuanya juga mau ke sini, kan?” tanya Alex. “Kok ayah tahu juga?” jawab Riri. “Tadi siang saat ayah menemui teman ayah, tidak sengaja melihat Alesha sama papanya. Mereka bilang katanya dapat undangan dari mama untuk makan malam?” jawab Alex. “Iya, mama bilang sama Mbak Maya, nanti malam kami akan mengadakan makan malam, mama mengundang Mbak Maya sama suami dan Alesha,” jawab Riri. Alex tahu, kalau nanti malam Bima juga akan mengajak Sovia. Alex tidak mempermasalahkan itu, apalagi kedua orang tua Alesha tahu siapa Sovia, dan mereka sudah menganggap Sovia seperti anak kandungnya sendiri. ^^^ Seusai Sholat Maghrib Bima langsung mengajak Sovia ke rumahnya. Bima sudah datang dari siang, tapi dia memilih ke rumah Sovia, tidak langsung ke rumahnya, karena tujuan Bima pulang akan bicara dengan mamanya soal hubungannya dengan Sovia, jadi dia tidak langsung pulang ke rumah. Sovia masih duduk di depan meja riasnya. Dia tercenung menatap pantulan wajahnya di cermin. Perasaannya masih tidak karuan. Dia takut kedatangannya nanti malah akan merusak suasana saat makan malam dengan keluarga Bima. Meski hanya ada mama dan papanya Bima juga Aina, tapi Sovia sedikit takut. Takut mamanya Bima langsung mengusir dirinya, dan tidak mau menerima dirinya. Ponsel Sovia berdering, ada panggilan masuk dari nomor baru yang belum sempat ia simpan. “Ini seperti nomor Alesha?” gumam Sovia yang melihat nomor tanpa nama kontak menelefon dirinya. Sovia langsung menjawab telefonnya. “Kak, lama sekali angkatnya? Kakak sudah siap=siap mau ke rumah Tante Riri, kan? Mau makan malam di sana?” “Kamu kok tahu, Al?” “Kami juga di undang. Mama di undang Tante Riri. Kakak tenang saja, ya? Mama sama papa akan bantu kakak, supaya Tante Riri merestui kakak.” “Al, aku takut. Apa sebaiknya aku tidak usah ikut. Biarlah aku lepaskan Bima, meski aku sangat mencintainya.” “Jangan menyerah sebelum perang, Kak. Pasti sedikit demi sedikit Tante Riri akan menerima kakak kok. Ini aku mau berangkat ke rumah Bima. Kita bertemu di sana ya, kak?” “Iya, Al. Semoga saja niat baik aku dan Bima diterima tante Riri.” Sovia meletakkan ponselnya lagi. Benar kata Alesha, jangan menyerah sebelum perang. Tapi, bagaimana bisa dia tidak menyerah, yang ia hadapi adalah ibu dari kekasihnya. Bagaimana pun dia tidak ingin membuat Bima durhaka dengan mamanya karena nekat untuk menikahinya. Bima mengetuk pintu kamar Sovia. Dia sudah terlalu lama menunggu Sovia di luar, jadi dia memanggil Sovia, karena dari tadi mamanya sudah menanyakan sampai di mana, dan akan datang jam berapa. “Iya Bim, sebentar!” Sovia teriak dari dalam kamarnya, dia bergegas mengambil tasnya dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Sovia sekali lagi melihat tampilan dirinya di depan cermin. “Semoga Tante Riri bisa menerimaku, dan merestui hubunganku dengan Bima,” ucap Sovia lirih. Sovia keluar dari kamarnya, dia menemui Bima yang sudah menunggunya dari tadi. Bima melihat Sovia dengan dandanan yang natural. Meski tidak memoles wajahnya terlalu tebal, tetap saja Sovia terlihat cantik dan anggun. “Kedip, Bim. Nanti kelilipan lho!” Sovia melambaikan tangannya di depan wajah Bima. “Kamu cantik dan anggun, Sov,” ucapnya. “Gombal, yuk berangkat. Alesha sama kedua orang tuanya juga sudah jalan ke rumah kamu,” ucap Sovia. “Sebentar, Alesha? Sama Om Teguh dan Tante Maya?” tanya Bima dengan bingung. “Iya, mereka diundang mama kamu, Bim. Tadi Alesha menelfonku, dan tadi sore juga Alesha sempat chat denganku, katanya mamanya di undang mama kamu untuk makan malam menyambut kepulangan kamu,” jelas Sovia. “Pantas mama bilang katanya ada kejutan untukku?” jawab Bima. “Kamu juga bawa kejutan buat mama kamu, kan? Kira-kira aku bakal di usir mama kamu enggak, ya?” ucap Sovia. “Jangan  bilang gitu, Sov. Kita hadapi bareng-bareng,” ucap Bima. “Iya, tapi kalau mama kamu tetap tidak bisa menerimaku, sudah ya, Bim? Kita tidak usaha jalani ini lagi. Aku tidak mau, kamu jadi durhaka dengan mama kamu. Kamu turuti saja apa yang mama kamu mau. Mama kamu maunya Alesha, bukan aku, Bim,” ucap Sovia. “Sov, please ... jangan bicara seperti itu. Aku tidak akan pernah menikah dengan siapa pun, aku akan tetep seperti ini, meski tanpa menikah dengan kamu,” ucap Bima. “Iya, aku juga pernah memikirkan seperti itu, Bim. Aku tidak mau menikah kalau bukan dengan orang yang sangat aku cintai, dan kamulah orang yang aku cintai, Bim,” ucap Sovia. “Kita sudah punya Aksa. Kita memamg tidak menikah, tapi kita orang tua Aksa, orang tua angkat Aksa. Aku tidak akan menyentuhmu, Sov, karena kita tidak menikah, tapi izinkan aku hidup denganmu, meski tanpa pernikahan,” pinta Bima. “Apa kata orang, Bim? Kita tinggal serumah tapi tidak menikah?” ucap Sovia. “Kita menikah tanpa sepengetahuan mama kalau begitu, bagaimana?” pinta Bima lagi. “Enggak, Bim. Aku gak bisa!” tegas Sovia. “Aku mohon, aku tidak mau ada wanita lain selain kamu, Sov.” Bima memohon pada Sovia, agar mau menikah dengannya tanpa ada restu dari mamanya. “Memang eyang menyetujuinya, tapi restu dari mama kamu itu nomor satu, Bim! Kamu punyanya Cuma mama, kalau ayah Alex itu ayah sambung kamu!” tegas Sovia lagi. “Kita bicarakan ini nanti lagi, kita hadapi malam ini, kalau mama tetap kekeuh pada pendirian mama, tidak merestui kita. Aku akan menikahimu, kalau mama tetap tidak merestui kita,” ucap Bima. Sovia hanya diam. Dia kesal dengan Bima yang terus memaksa dirinya untuk menikah tanpa restu dari mamanya. Eyangnya Sovia tidak mempermasalahkan jika Bima menikahi Sovia tanpa restu dari mamanya, tapi Sovia tidak mau, karena dirinya sadar itu akan melukai hati mamanya Bima. Dulu dia mengambil papanya Bima untuk jadi papanya, sekarang Bima milik mamanya, hanya Bima satu-satunya milik mamanya, meski mamanya Bima memiliki anak selain Bima, tapi Bima adalah kesayangannya. “Aku tidak bisa, Bim. Aku tidak ingin melukai hati Tante Riri lagi. Maafkan aku, lebih baik aku yang sakit, daripada aku menyakiti mamamu lagi,” gumam Sovia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN