Alesha sedikit bingung kenapa papanya kenal dengan Sovia. Padahal beliau belum pernah bertemu dengan Sovia. Pak Teguh hanya tahu Sovia dari Alesha, dan beliau sama sekali belum pernah bertemu dengan Sovia. Tapi, saat ini Pak Teguh langsung memanggil nama Alesha dan Sovia di depan Alesha.
“Papa datang kapan?” tanya Alesha.
“Baru tadi pagi sih, saat kamu sudah berangkat ngantor,” jawab Pak Teguh.
“Kamu ini kenapa? Kok bisa lututmu terluka, dan kamu Sov, siku kamu juga berdarah?” tanya Pak Teguh.
“Kami jatuh di jalan depan, Pa. Tadi aku mau menyabrang, kebetulan Kak Sovia juga mau menyebrang jalan karena mau ke mini market. Aku tidak lihat ada mobil dari sebelah kanan, dan Kak Sovia menyelamatkan aku, Pa,” jelas Alesha.
“Kok papa tahu Kak Sovia? Papa kan belum pernah lihat Kak Sovia, aku hanya menceritakannya pada Ayah, dan belum pernah menunjukkan fotonya?” tanya Alesha.
“Iya, Om. Om kok tahu kalau aku Sovia?” tanya Sovia.
“Ehm ... ya tidak hanya itu, apa ehm ... itu papa hanya menebak saja!” jawabnya gugup dan kebingungan.
“Menebak? Kok bisa? Padahal aku sama Alesha jarang bertemu, dan kalau bertemu pun kami tidak saling mengobrol seperti ini? Hanya keributan saat kami bertemu, dan itu karena Alesha mengadu sama mamanya Bima,” ucap Sovia.
“Iya, Pa. Aku kalau bertemu Kak Sovia tidak pernah mengobrol, aku benci dan aku langsung mengadu pada Tante Riri,” jelas Sovia juga.
“Terus apa kamu mau membenci dan mengadu sama mamanya Bima? Setelah Sovia menolongmu?” tanya Pak Teguh.
“Ehm ... enggak, Pa. Lalu kenapa papa hanya menebak kalau orang yang ada di depanku, sedang mengobati lukaku ini Kak Sovia?” tanya Alesha.
Pak Teguh hanya diam, tatapannya menerawang ke kejadian yang lalu, yang sudah terjadi puluhan tahun lamanya. Mengingat Sovia dan Alesha sudah seperti kakak dan adik, dia juga sangat menyayangi Sovia. Pak Teguh sudah anggap Sovia seperti anak kandungnya sendiri. Saat Sovi ada di rumah eyangnya, beliau sangat bahagia, karena beliau dan istinya bisa dekat dengan Sovia. Tapi, Dilla dan Reza selalu seperti menjauhkan Sovia dengan eyangnya. Jadi, Sovia hanya beberapa kali saja berlibur di Jogja.
Dan, rumah milik Putri, itu adalah rumah Alesha. Setelah kecelakaan itu, Pak Teguh melihat Alesha yang selalu ingin bertemu Sovia. Alesha juga mengalami trauma yang cukup lama. Akhirnya saat beliau ada urusan pekerjaan di Surabaya, Pak Teguh langsung merenovasi rumah yang baru dibelinya, sama persis dengan rumah yang di Jogja, karena saat Alesha diajak ke Surabaya, dia sama sekali tidak mau masuk ke dalam rumahnya yang baru saja beliau beli. Oleh sebab itu, Pak Teguh merenovasi rumahnya supaya Alesha mau ikut ke Surabaya, karena beliau juga ingin melupakan kejadian menakutkan yang menimpa putrinya itu.
Setelah selesai merenovasi rumahnya, beliau langsung pindah menempati rumahnya yang sudah direnovasi sama persis dengan rumah yang ada di Jogja. Semuanya sama, kamar, ruang tamu, kamar mandi, dapur, dan lainnya sama semua tata letaknya seperti rumah di Jogja. Bedanya hanya jalan yang ada di depan rumah. Di depan rumah yang di Surabaya, bukan jalan umum yang ramai, tapi di Jogja jalan cukup lebar dan cukup ramai.
Namun, saat ingin menemui Sovia, Dilla dan Reza melarangnya, itu semua karena saat kecelakaan Sovia mengalami trauma, dan Dilla tidak terima dengan eyangnya Sovia, juga orang tua Alesha, karena tidak bisa menjaga Sovia di sana. Dilla dan Reza selalu melarang saat Pak Teguh bersama istrinya akan bertemu dengan Sovia. Hingga Sovia dan Alesha di usia remaja, Dilla dan Reza melarang mereka untuk menemui Sovia. Dan, akhirnya saat Alesha SMA, kedua orang tuanya pindah ke Jakarta. Alesha tidak mau ikut, dia ingin tetap tinggal di Surabaya, bersama asisten rumah tangga yang sudah setia bekerja ikut Pak Teguh dari Alesha belum lahir.
Itu yang membuat Alesha tidak tahu kalau dirinya pernah tinggal di Jogja. Pak Teguh dan istrinya hanya menceritakan pada Alesha, kalau mereka pernah tinggal di Jogja, tapi saat Alesha bayi, baru pindah di Surabaya. Alesha yang memang ada sedikit gangguan di syaraf otaknya, dia memang tidak mengingat masa kecilnya di mana, bermain sama siapa lagi, sekolah di mana. Dia hanya ingat masa kecilnya bersama dengan teman yang bernama Laras saja.
“Pa? Kenapa papa diam saja? Pa, jawab pertanyaan Alesha, kenapa papa tahu orang yang ada di depanku itu Kak Sovia?” tanya Alesha yang melihat papanya seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.
“Papa masih ada urusan di sini sama Om Alex, papa pulang dulu,” ucap Pak Teguh dengan gugup.
“Pa, papa belum menjawab pertanyaan Alesha? Kok papa mendadak mau pergi? Papa pulang kan untuk Alesha?” protes Alesha.
“Iya, papa pulang untuk kamu, dan untuk pekerjaan juga,” jawab Pak Teguh berbohong.
Pak Teguh sebenarnya ingin menceritakan semuanya. Tapi, sepertinya waktunya yang belum tepat. Tidak mungkin beliau langsung menceritakan sebenarnya. Beliau juga akan membicarakannya masalah ini dengan istrinya, baru akan membicarakannya dengan Alesha dan Sovia.
“Kamu lama di Surabaya, Sov?” tanya Pak Teguh.
“Mungkin nanti malam atau besok saya kembali ke Jogja, Om. Aku hanya ada urusan sebentar di sini,” jawab Sovia.
“Om kira kamu agak lama di sini, Om sama mamanya Alesha ingin mengajak kalian mengobrol. Om berharap kamu ada waktu untuk itu,” ucap Pak Teguh.
“Mau bicara sama Sovia dan Alesha? Bicara soal apa, Om? Om pasti minta Sovia jauhi Bima, kan? Sama seperti mamanya Bima? Sovia tahu, om ada niatan menjodohkan Alesha dengan Bima, tidak usah dibicarakan juga aku sudah tahu, dan aku sadar dengan posisiku, Om,” ucap Sovia.
“Bukan itu, om dan mamanya Alesha mau membicarakan sesuatu, bukan soal Bima dan keluarganya. Itu masalah pribadi kamu, Sov. Masalah percintaan anak muda, dan om tidak mau ikut campur, begitu juga Alesha yang terus meminta Bima pada om,” jelas Pak Teguh.
“Memang mau bicara apa, Om?” tanya Sovia.
“Iya, papa mau bicara apa sama kita? Kenapa tidak di sini saja sekalian? Alesha sedang free hari ini, tidak terlalu banyak pekerjaan, tidak ada jadwal meeting juga,” pinta Sovia.
“Benar kata Alesha, kenapa tidak di sini saja, Om?” ucap Sovia.
“Nanti om bicarakan dulu dengan mamanya Alesha, om akan hubungi kalian berdua,” jawab Pak Teguh.
“Al, obati luka Sovia di sikunya, papa pulang dulu,” titah Pak Teguh.
Sovia merasa ada yang aneh. Dia merasa pernah bertemu sosok papanya Alesha, tapi dia lupa di mana dan kapan dia bertemunya. Sovia mengingat sosok papanya Putri yang mungkin hampir mirip dengan papanya Alesha. Tapi, Sovia terus menyangkal kalau Alesha bukan Putri, dan itu tidak mungkin, karena Putri dari kecil tinggal di Surabaya.
“Masa Alesha itu Putri?” gumam Sovia.
“Om Teguh?” Bima sedikit terkejut melihat papanya Alesha ada di kantornya, dan melihat Alesha lututnya terluka, juga Alesha yang sedang mengobati siku Sovia.
“Bim, sudah selesai urusannya dengan Bagas?” tanya Pak Teguh.
“Sudah, Om. Ini ada apa? Kaki kamu kenapa, Al? Lalu, siku kamu kenapa, Sayang?” Bima yang panik dengan siku Sovia yang terluka, dan bajunya pun kotor, dia kelepasana memanggil Sovia sayang di depan Alesha dan papanya Alesaha.
Bibir Alesha mencebik, karena mendengar ucapan sayang yang terlontar dari mulut Bima pada Sovia. Pak Teguh tahu perasaan putrinya saat ini, mendengar orang yang dicintainya malah memanggil sayang pada orang lain di depannya.
“Ada kecelakaan sedikit pada mereka, untung saja mereka tidak jadi tertabrak mobil. Untung hanya luka pada siku Sovia dan lutut Alesha saja,” jawab Pak Teguh.
“Al, sakit! Jangan di tekan gitu dong! Bisa ngobatin gak sih? Ini sakit tau!” Sovia sedikit memekik kesakitan karena Alesha mengobatinya sedikit kasar. Dia kesal mendengar Bima memanggil Sovia dengan panggilan sayang.
“Cengeng banget sih! Orang aku gak keras-keras kok ngobatinnya, Cuma mengolesi saja. Sudah selesai! Gak usah nangis, cengeng sekali, mentang-mentang di depan Bima!” tukas Sovia.
“Ini beneran sakit, Al,” ucap Sovia dengan meringis kesakitan. “Kamu juga nangis kan waktu aku obati tadi?” imbuh Sovia.
“Kan emang sakit, Kak! Lagian lukanya kan lebaran lukaku!” tukas Alesha.
“Kalian kok jadi berantem? Sudah jangan berantem lagi. Papa pulang, ya?” Pak Teguh mencium kening Alesha
“Sov, om pulang, ya?” Pak Teguh juga mengusap kepala Sovia dengan lembut. Sovia tercenung menatap Pak Teguh yang seperti itu, seperti memperlakukan Alesha. Sovia semakin yakin, Alesha adalah Putri, begitu juga Alesha. Karena, papa dan mamanya sangat sayang juga pada Laras.
“Pa, ada yang papa sembunyikan dari Alesha? Papa tidak mau menjelaskan sekarang?” tanya Alesha yang berhasil membuat langkah papanya terhenti saat akan pergi meninggalkan kantor Bima.
“Nanti papa akan jelaskan semuanya,” jawab Pak Teguh.
“Apa Kak Sovia adalah Kak Laras?” tanya Alesha.
“Dan, kenapa rumah Putri yang di Jogja sangat mirip dengan rumah Alesha di sini, Om?” tanya Sovia.
“Rumah? Kamu memang pernah ke rumah Alesha? Bukankah kalian itu rival?” tanya Pak Teguh.
“Aku lihat foto profil Alesha, saat kemarin aku duduk di taman depan rumah Putri. Apa Alesha adalah Putri, Om? Aku baru tahu tadi, kita mengalami kejadian yang sama dulu. Kecelakaan di depan rumah Putri,” jelas Sovia.
“Ini foto rumah Putri, Al. Coba samakan dengan foto rumah kamu. Sama atau tidak?” Sovia menunjukkan foto rumah milik teman masa kecilnya pada Alesha.
Alesha menatap dua layar ponsel bergantian. Matanya mulai berkaca-kaca melihat rumah yang sama persis, dan melihat foto di ponsel Sovia, hatinya sakit dan ingin menangis.
“Kenapa ini sama, Pa? Kenapa? Jangan bilang semua ini kebetulan, Pa! Tolong jelaskan padaku, Pa. Aku sudah lama sekali ingin tahu orang yang sudah aku anggap sebagai kakak!” Alesha menangis dan memohon pada papanya untuk menjelaskan semuanya.
“Ini ada apa sebenarnya, Om?” tanya Bagas.
“Iya, Om? Ada apa? Dari kemarin aku juga bingung, kenapa rumah Alesha sama persis dengan rumah milik temannya Sovia di masa kecil?” tanya Bima.
“Oke, papa jelaskan semuanya,” ucap Pak Teguh.
“Ada baiknya kita bicarakan di dalam saja Om,” saran Bagas.
Akhirnya Pak Teguh menyetujuinya. Mereka semua masuk ke dalam ruangan Bagas. Bima dan bagas duduk berdampingan, sedangkan Pak Teguh duduk di antara Sovia dan Alesha.
Pak Teguh menjelaskan semuanya pada mereka yang ada di dalam ruangan. Semua mendengarkan Pak Teguh yang menceritakannya dari awal. Semua tidak menyangka kalau Alesha dan Sovia pernah dekat, bahkan sudah seperti kakak beradik.
“Seperti itu ceritanya. Jadi, kamu adalah Putri, dan kamu adalah Laras. Maafkan papa, karena papa sudah membuat kamu melupakan tanah kelahiranmu, dan semua kenangan di sana papa tutup rapat, hingga kamu tahunya kejadian itu terjadi di Surabaya. Dan, untuk kamu, Sov. Maafkan om. Om sebenarnya ingin sekali bertemu kamu, tapi bunda dan papamu melarang. Mereka menyalahkan om atas kejadian kecelakaan itu. Om memang lalai tidak memantau kalian bermain saat itu. Maafkan Om.” Pak Teguh menangis merangkul Alesha dan Sovia. Mereka juga sama-sama menangis.
Sovia tidak menyangka kalau Alesha adalah Putri. Dia tidak salah menebak kemarin, saat Alesha berada di Jogja, dia melihat sorot mata Alesha seperti Putri, begitu juga sebaliknya, Alesha pun sama. Saat melihat Sovia dia mengingat semua tentang Laras, teman masa kecilnya.
“Kak Sovia itu Kak Laras? Aku tidak salah, perasaan ini dari kemarin merasakan seperti itu, saat melihat kakak di toko bunga kakak, waktu aku ke Jogja,” ucap Alesha dengan menatap sendu wajah Sovia.
“Kamu benar putri? Kamu Putri yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri? Kamu masih baik-baik saja, Put?” Sovia menangis menatap Alesha yang wajahnya juga sudah basah karena air matanya.
Alesha beranjak dari tempat duduknya, dia duduk meminta papanya menggeser tempat duduknya, karena dia ingin bersebalahan dengan Sovia. Alesha memeluk Sovia menangis, menumpahkan rindunya pada Sovia, kakak yang ia cari tahu kabarnya hingga saat ini.
“Kak Sovia, jangan pergi lagi,” ucap Alesha dengan sesegukkan.
“Aku di sini, Al. Aku tidak menyangka kamu adalah Putri,” ucap Sovia dengan mengusap air mata Alesha.
“Jangan pulang ke Jogja ya, Kak. Kakak di sini saja,” pinta Alesha.
“Lalu pekerjaan kakak, dan Aksa bagaimana?” ucap Sovia.
“Jadi kakak mau kembali ke Jogja?” tanya Alesha.
“Iya, setelah urusan kakak di sini selesai, sudah kamu jangan nangis, kan ada telefon, nanti kita saling bertukar kabar,” ucap Sovia.
Ternyata Sovia masih diberikan kesempatan untuk bertemu lagi dengan sahabat kecilnya, begitu juga Alesha. Dia juga bahagia, karena masih bisa bertemu dengan kakak di masa kecilnya.
“Maafkan aku, Kak. Aku selalu membenci kakak. Aku janji, aku janji akan membantu kakak, supaya Tante Riri mau menerima kakak, dan merestui hubungan kakak dengan Bima,” gumam Alesha.