Michaela

2024 Kata
Dea menyusui Vandra dalam perjalanan panjangnya kali ini untuk pertama bersama puterinya itu. Seminggu yang lalu Ia baru saja menyelesaikan pendaftarannya ke Universitas no 1 di Indonesia. Setelah melakukan tes yang panjang dan melelahkan, sebulan lagi Ia akan melakukan yang namanya OSPEK untuk maba seperti dirinya. Untuk Mahasiswi seperti dirinya, tes dilakukan lebih awal dari pada Mahasiswa yang mendaftar secara reguler, termasuk Dea adalah calon Maba undangan dari Kampus. Dan waktu sebulannya ini Ia gunakan untuk hal yang mungkin membuatnya sedikit saja melupakan apakah OSPEK akan begitu menyiksanya atau tidak. Dalam waktu 16 jam ini Ia akan di temani oleh para pelayan yang siap melayaninya. Dea tidak perlu melakukan apa pun, cukup menjaga Vandra dalam pelukannya seperti saat ini. Dea menyandarkan punggungnya di sofa yang sengaja di fasilitaskan dengan nyaman oleh Papa nya. Dea tersenyum saat melihat wajah Vandra yang terlelap tidur dalam dekapannya. Dea sering melakukan ini, membawa tubuh mungil puteri cantiknya itu di atas dadanya. "Tangan Kamu mungil banget sih Sayang, hangat sekali. Ibu jadi suka banget ciuminya." Dea gemas sekali melihat tangan puterinya yang mungil dan masih memerah. Dea mengecup dahi Vandra, dengan lembut Ia menepuk-nepuk p****t gembul babynya. Dea memejamkan matanya, rasanya benar-benar bahagia memiliki puteri dan suami yang akan selalu ada untuknya. "Nona." Dea membuka matanya saat seorang pelayan masuk dalam ruangannya. "Iya Kamila." jawab Dea setelah melirik pelayan bernama Kamila itu. "Apa Nona butuh sesuatu? Kami akan menyiapkannya." tanya Kamila dengan senyumnya. Dea ikut tersenyum, lalu melihat jam di pergelangan kanannya. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan untuknya jam makan siang. "Kalian siapkan saja ya, Aku enggak pilih-pilih makanan kok." Kamila mengangguk dan tersenyum, kemudian pamit berlalu dari hadapan Dea. Dea membaringkan tubuh Vandra di ranjangnya, tidur Vandra benar-benar pulas kali ini. Sejak jam 2 dini hari tadi Dea begitu antusias membawa Vandra dan menyiapkan segala keperluannya hari ini sejak dua hari yang lalu, tentu saja di bantu oleh Sean dan Sabrina. Dea tidak ingin saat Dea membawa Vandra, Ia melupakan keperluan Vandra meskipun itu sedikit saja. **** Dava menggeliat dari tidurnya, Dava melihat jam dindingnya yang menunjukkan pukul 16:00. Tadi pagi Dava ada kelas pagi dan berakhir pukul 15:00, dan setelahnya Dava memilih mengistirahatkan tubuhnya yang lelah untuk tidur. Nanti pukul 18:00 Ia akan ada jadwal berkumpul dengan teman sekolompok nya membuat artikel tentang materi terakhir di semester empatnya ini, ini adalah tugas terakhir sebelum libur panjang dan pendaftaran mahasiswa baru akan dibuka secara reguler, selain itu pendaftaran mahasiswa baru seperti dirinya sudah dibuka sejak semester empat pertengahan yang lalu. Dava mendudukkan dirinya, lapar melilit perutnya yang sudah berdemo untuk segera Ia isi. Dava dengan malas berjalan ke dapur setelah menuruni tangga, dengan setengah sadar Dava membuka lemari besinya. Melihat apakah ada makanan yang dapat Ia makan dengan cepat, Dava membuang nafas saat ingat Ia melupakan belanja bulanannya. Jika Dea tahu, Ia pasti kena omel habis-habisan oleh isteri cantiknya itu. Dava melihat ada saus spaghetti di pintu lemari besinya, sebuah ide baru saja memenuhi otaknya. Dava segera berjalan kearah kitchen setnya, saat matanya menemukan apa yang Ia cari. Dava tersenyum senang, seolah mendapati Dea ada di hadapannya. Ya itulah Dava, semua berpusat pada Dea nya. Dava dengan apron yang menggantung di tubuh tingginya begitu menyilaukan mata siapa saja, pria itu terlihat dingin di luar. Namun saat di rumah seperti ini, Dava akan menjelma menjadi pria paling perfect dengan tangannya yang lihai dalam mengaduk olahan yang sudah Ia pikirkan dan akan terealisasi masuk ke perutnya. Dava menghirup aroma saus yang melumer memenuhi mie spaghettinya. Benar-benar membuat Dava menelan ludah, mungkin karena Dava memang benar-benar kelaparan saat ini. Dava tanpa melepaskan apronnya duduk di meja makan dengan sepiring spaghetti yang masih mengepulkan asap, wajahnya yang sedang menghirup aroma masakannya itu begitu menggemaskan. Tanpa menunggu lagi, Dava memasukkannya ke dalam mulutnya dengan senyumnya. "Astaga, kenapa hanya makanan seperti ini saja sudah membuat Aku kangen Kamu sih De?". Rasanya sudah lama sekali Dava tidak merasakan masakan khas Dea, jadi jika makan seperti ini saja Dava sudah begitu senang. Lalu bagaimana jika Dea ada di sini sekarang? Berdiri membelakangi nya dengan apron yang manis menggantung di leher dan mengikat tubuhnya yang bertambah seksi itu setelah melahirkan Vandra. Dava tidak akan melewatkan moment itu nantinya, dan ngomong-ngomong. Sejak kemarin isterinya itu tidak membaca pesannya dan juga tidak bisa Ia hubungi. Mama, Papa serta Kakak nya yang sering menggodanya itu juga tidak mengangkat telfonnya, jadi apakah ada yang terjadi pada Dea. Tidak ingin berpikir yang tidak-tidak, Dava beranjak dari acara makannya yang telah usai. Mencuci piringnya lalu dengan jam yang sudah menunjukkan angka 17:08, Dava masuk ke kamar mandi. Menyiapkan dirinya sebelum bertemu dengan teman-teman satu kelompoknya di salah satu restoran yang telah mereka sepakati. "Tumben Lo telat dateng?" saat akan duduk, Dava sudah di sambut dengan pertanyaan wanita. Dava menatap pemilik suara, dahinya mengernyit bingung saat menemukan Alisia sedang duduk bersama para teman kelompoknya. Saat memasuki restoran, Dava fokus pada ponselnya yang sama sekali tidak ada notif dari Dea. Dava khawatir jika Dea beberapa jam saja tidak bisa Ia hubungi, apalagi jarak keduanya yang memang sangatlah jauh. "Ngapain kalian disini?" Alisia yang ada disana berdecak, hanya ada Alisia dan Kai yang ikut bergabung bersama Randu dan 3 teman lainnya. Yang sebenarnya Dava tidak tahu nama dari ketiganya, Dava tidak pandai menghafal teman barunya. "Lo gitu banget ya ketemu Gue, nih Gue ketemu Randu. Ya udah, Gue gabung aja. Lagian Randu enggak pelit kaya Lo." Dava mendudukkan diri dengan nyaman tanpa peduli dengan ucapan Alisia. "Lo kenapa sih enggak mau pisah sama si Randu?" tanya Kai pada Dava, Dava mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Kai. "Noh si Randu yang enggak mau pisah sama Gue." Randu melotot. "Enak aja Lo bilang kaya gitu." bantah Randu. Dava memutar matanya saat Randu tidak mau mengakuinya di depan semua orang jika Ia yang tidak ingin pisah kelompok dari Dava. Dava ingat betul bagaimana Randu yang memang sengaja ikut dengannya saat pembagian tugas. "Kalau Lo tanpa Gue nih Dav, ibarat kegantengan Lo hilang setengahnya." saat itu Dava hanya memutar mata jengah, mana ada hilang setengah. Dava sudah ganteng dari lahir, batin Dava menyangkal ucapan Randu. "Yang ada Lo enggak bisa ngerjain sendiri tanpa Gue." Randu ingin sekali mengumpati Dava, namun Ia menahannya lalu berkata dengan senyum manisnya. "Lo tahu Gue juga enggak kalah pinter dari Lo, Gue ada itu buat nyempurnain nilai kelompok Kita.". Dava kini menatap Randu dengan pandangan mencemooh saat ingat itu, Randu mendengus. "Terserah Yang Mulia sajalah ya." semua orang hanya mampu tertawa melihat wajah pasrah Randu, termasuk seorang wanita yang kini diam-diam selalu mencuri pandang ke arah Dava. Alisia yang tahu itu menatap wanita itu dari ujung rambut sampai batas meja, karena setengah badannya yang memang tertutup meja. "Kak Alisia ngapain disini?" Alisia mengalihkan matanya dari wanita itu ke Dava, dengan mata berotasi Alisia berkata. "Biasalah asisten Dosen." Dava mengerutkan dahinya tidak percaya. "Pembokat Dosen dasar." Dava tersenyum menatap ke Alisia saat Kai menyeletuk seperti itu. "Ini tuh gara-gara Lo, sebel Gue." kata Alisia mengarah pada Dava. "Kenapa Gue sih Kak?" tanya Dava bingung, kenapa dirinya di bawa-bawa coba?. "Gara-gara tambahin jam kuliah Lo nih si Dosen, kan jadi Gue yang harus ngetik ini tugas buat semua anak-anak Gue." kata Alisia sewot, apalagi di akhir kalimatnya. Dava hanya mampu terkekeh lalu menggeleng pelan. "Suami Lo perkasa banget ya Kak?" celetuk Randu, membuat Alisia garang mode on. Menatap Randu dengan pandangan permusuhan dan juga ingin menguliti pria itu. Randu melambaikan tangannya tanda menyerah, Ia tidak ingin berurusan dengan wanita yang hormonnya sedang naik. Maksud Randu adalah hormon kurang belaian dari suami karena Alisia dan Dava sama saja, korban LDR. "Itu tuh keuntungan anak sultan Al, siapa suruh Lo anak pembokat." tambah Kai, Alisia mencubit lengan Kai tanpa ampun. "Apa Lo kata?" Kai menjerit, karena selain mulut Alisia yang kadang pedas. Ternyata cubitan Alisia bukan main pedasnya. "Ampun Al, lepasin dulu. Gue say sorry deh. Ahhhh!" Kai menjerit untuk yang terakhir kalinya saat Alisia dengan sengaja memutar cubitannya di kulit Kai. Kai mengaduh dengan mengusap lengannya, bisa lepas ini kulit dengan tulangnya. "Itu namanya pintar mencari peluang Kak, kalau enggak gitu mana ada Papa Lo jadi billionare. Iya kan Dav?" Dava hanya berdehem sebagai jawaban akan pertanyaan Randu. Semua yang mereka bilang itu mengenai Papa mertuanya, dan Dava tidak ingin membahas urusan bisnis Papa mertuanya itu. Dalam bidang ini tentu Dava masih kalah jika harus menggapai pola pikir Papa mertuanya. "Nanti Gue bantu Kak, Gue mau nyelesaiin ini dulu." Dava mulai membuka laptopnya, dan beberapa contoh artikel untuk reservasi menyelesaikan artikel kelompoknya. Artikel yang akan Dia buat dan teman sekelompoknya berbentuk seperti laman web, jadi ada yang mengetiknya dan ada yang membuat artikel dalam bentuk tulisan. Karena sumber yang mereka gunakan juga ada dari buku, buku catatan yang mereka simpulkan dari penjelasan Dosen, ada yang dari artikel di laman web juga. Harus membuat rangkuman dari semua sumber dan tentu saja poin-poin penting dari setiap hal yang mereka ambil beserta keterangannya. Dava tidak mau teman satu kelompoknya tidak paham dengan apa isi artikel yang mereka buat, jadi masing-masing dari mereka sudah Dava beri tugas dengan Dava yang sudah berdiskusi dulu dengan Randu sebelumnya. Agar jika ada presentasi mendadak mereka tidak kaku dan parahnya mereka tidak tahu apa-apa. "Kalian selesain semua ini, Gue yang akan ketik nanti di rumah. Kalian udah tahukan poin-poinnya?" semua teman kelompok Dava mengangguk mengerti, kelompok Dava terdiri dari 3 laki-laki termasuk dirinya dan 2 orang perempuan. "Karena tugas ini akan di presentasikan hari Selasa, jadi masih ada 4 hari buat persiapan Kita. Dua hari untuk benar-benar mendiskusikan apakah ada poin lagi yang bisa Kita tambahkan atau udah cukup itu saja. Dan dua hari lagi buat Kita pelajari isi materi yang akan Kita bawakan saat presentasi, Gue enggak mau kalian enggak paham saat presentasi jika ada kelompok lain yang bertanya. Dan Gue enggak mau, kalian enggak tanya ke Gue apa ke Randu kalau kalian enggak paham. Setidaknya kalian harus tanyakan itu dua hari pertama sebelum Kita benar-benar harus memahami materi." Alisia meneguk ludah saat tahu bagaimana tegasnya Dava, mata itu menyorot pada setiap anggotanya tanpa terkecuali. Kerena Dava disini berperan sebagai leader kelompoknya, jadi apapun kesalahan yang terjadi di kelompoknya bisa saja dilimpahkan padanya. Jadi Dava mengantisipasinya tanpa celah terlebih dahulu. Kai sendiri hanya melongo takjub melihat seberapa tegas Dava, tidak peduli itu temannya atau bukan. "Selain itu, karena ini adalah penilaian akhir dari semester empat dan merupakan penilaian prefesional. Jadi Gue enggak mengharapkan sedikitpun kesalahan, kalian enggak perlu terbebani dengan kelompok Kita. Kalian harus punya pemikiran bahwa nilai ini adalah nilai yang menyelamatkan diri kalian sendiri, lebih baik jika Kita dalam satu kelompok bersaing dalam mengumpulkan poin dan nilai saat sesi tanya jawab nanti." Jelas Dava sekali lagi. Semua anggota kelompok Dava mengangguk mengerti, jika dalam satu kelompok tidak dibiarkan begitu menonjol. Maka dalam kelompok yang Dava pimpin hal itu tidak berlaku, hal ini bisa membuat masing-masing anggota memahami materi lebih dan mampu meningkatkan mutu belajar dari masing-masing anggotanya. Itulah tujuan Dava, tidak sekalipun Dava membiarkan temannya bermalas-malasan dalam mengambil setiap SKS yang dapat mempengaruhi penilaian Dosen dan buku nilai mereka. "Mana yang harus Dava bantu Kak?" setelah mengatakan panjangnya kalimat Dava tadi itu, Dava sudah berpindah pada Alisia yang hanya bisa berkedip lucu saat mendapat pertanyaan mendadak dari Dava. "Ehh, ini Dava." Alisia memberikan catatan tugas yang diberikan Dosen pada Alisia. Kurang lebih ada 17 lembar, dan besok siang saat mata kuliah Dosen itu harus sudah ada di meja. Dava mengambil alih kertas-kertas Alisia untuk berada di sebelah laptopnya. Alisia sudah menyicilnya hingga 6 lembar, masih ada 11 lembar lagi. Dava memakai kacamata belajarnya lalu mulai serius menekuni lembaran itu serta tangannya sibuk pada papan ketik laptopnya. Alisia menatap wanita yang sejak tadi menatap Dava dengan pandangan kagum, Alisia begitu penasaran dengan wanita itu. "Ngomong-ngomong, Kita tadi belum berkenalan." kata Alisia tiba-tiba pada teman kelompok Dava. Dava tidak mengalihkan fokus sama sekali dari layar laptopnya, bahkan suara Alisia sama sekali tidak mengganggunya. "Oh ya Kita lupa kenalan tadi ya, Dava sih tadi keburu datang." ucap Randu. "Ini Thomas Kak, Ini Michaela dan yang ini Shashana." Alisia mengangguk. "Hallo Gue Alisia, dan temen Gue ini Kai." mereka semua saling menjabat tangan dan tersenyum ramah. 'Jadi Michaela.' batin Alisia. ★★★★ Jangan lupa Loves ? Readers.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN