Sekeras karang

2431 Kata
Setelah berlarian kesana kemari, Randu dan Dava juga sudah sampai pada tempat tujuannya kali ini. Randu menatap Dava dan keduanya tersenyum, nafas keduanya memburu namun masih ingin menjajal stamina mereka. Saat mereka memasuki arena semua mata tertuju pada keduanya, termasuk para pemain yang sepertinya baru memasuki sesi pemanasan. "Dav!" Dava menatap seorang laki-laki yang meneriakkan namanya, Dava mengangkat tangannya. "Gue ganti dulu!" Laki-laki itu mengangguk saat Dava berkata demikian, Dava berjalan kearah tempat ganti lalu membuka loker dengan kunci yang sudah Ia pegang sebelumnya. "Lo mau setim sama Dia?" Tanya Randu, Dava mengangguk. "Kayanya Dia ngajakin Gue setim, Lo mau gabung?" Tanya Dava dengan membuka satu persatu kancing kemeja putihnya, Randu juga melakukan hal yang sama namun terhenti saat Dava bertanya demikian. "Ogah, Gue enggak mau setim sama Dia mending Gue jadi musuh Lo untuk saat ini." Dava terkekeh saat Randu begitu membenci Lucas, pria yang menyapa Dava tadi. Lucas adalah seniornya di kampus, di Fakultas kedokteran ini. Semua mahasiswa di sediakan tempat seperti arena untuk olahraga, bagi calon Dokter seperti mereka. Kesehatan dan kebugaran tubuh adalah kuncinya, seorang Dokter bagaimana bisa menjaga dan merawat pasien jika tidak memiliki keduanya. Dan kecerdasan juga menjadi bagian penting dari itu, namun seorang Dokter menjadi contoh serta panutan bagi pasien dalam menjaga kesehatan. Menteorikan akan pentingnya kesehatan memanglah dasar acuan Dokter, namun lebih penting jika mampu mempraktikkan pentingnya kesehatan itu dalam kehidupan sehari-hari, terlebih profesi ini begitu penting untuk menjaga kestabilan seluruh kegiatan. Jika sehat maka apapun dapat Kita lakukan, aktivitas ringan sampai berat akan mudah Kita lakukan. "Dendam Lo masih belum sembuh ya?" Randu menatap tajam Dava, Dava hanya menggelengkan kepalanya kecil akan tingkah konyol Randu. Memang keduanya ada dendam pribadi, sebenarnya bukan dendam. Saat Ospek, senior bernama Lucas itu selalu membuat Randu kesal dan juga penuh pekerjaan. Hingga Randu terbawa hingga saat ini, mungkin Randu terkesan baperan. Namun Lucas juga bukan orang yang mudah ketika sudah mendapatkan mangsa seperti Randu. Randu memang tampan, namun Randu juga memiliki wajah putih yang terkesan cantik sebagai seorang pria. Bukan badan Randu tidak bagus, Randu memiliki postur kekar seperti Dava. Namun entah kenapa bagi Lucas, Randu memiliki sisi feminim. Mata Lucas yang salah atau memang ada sisi seperti itu dalam kepribadian Randu, yang jelas keduanya adalah pria normal yang hanya ingin saling menggoda. "Males banget dendam sama Dia." Gengsi, satu kata yang ditangkap Dava dari keduanya. Dava melihat jika Randu ingin mengakhiri dendam ini, namun saat Randu ingin melakukannya pria bernama Lucas itu selalu memulai lagi pertengkaran yang tiada ujungnya ini. "Iya deh, terserah sama kalian berdua saja. Gue duluan." Randu berdecak saat menyadari jika Dava sudah selesai berganti seragam basket dan juga siap meninggalkannya setelah pria itu mengganti sepatunya dengan sepatu khusus basket. "Woy Dav, gila enggak setia kawan banget Lo!" Percuma Randu meneriaki Dava, pria tampan dengan rambut hitam lebat itu sudah keluar dari ruang ganti. "Dasar ceroboh." Ucap Randu saat melihat kunci loker Dava yang masih menggantung, Randu mengambilnya dan memasukkannya ke dalam tempat kunci. Mereka harus menghafal nomor loker yang mereka gunakan, ini juga sebagai bentuk keamanan yang dijaga di bagian arena basket. Karena tidak mungkin juga membawa kunci loker dalam saku, bisa menciderai diri sendiri maupun lawan nantinya. Randu masuk ke arena dengan seragam basket yang berbeda dengan yang digunakan Dava, tentu karena Randu memilih menjadi musuh Dava untuk pertandingan latihan ini. "Lo enggak mau setim sama Dava?" Tanya suara menyebalkan Lucas, Lucas adalah kapten tim basket Fakultas kedokteran. Dan saat ini banyak Mahasiswi yang meneriakkan nama Lucas dengan pakaian yang luar biasa terbuka mereka. Otot-otot keras para pemain basket dapat mereka nikmati dengan jelas, tentu karena seragam basket lebih dominan dengan singlet yang menampilkan area bawah ketiak hingga atas pinggang. "Apa peduli Lo? Gue ogah setim sama Lo." Jawab Randu cuek dan terkesan nyolot. Lucas tersenyum, begitupun dengan Dava yang tahu bagaimana kesalnya Randu pada Lucas. "Lo enggak merasa dikhianati kan Dav?" Dava menatap Lucas dan kemudian mengangguk. "Sedikit." Randu menatap tajam Dava. "Yang ada Gue yang merasa dikhianati sama Lo, Dav." Dava tersenyum lalu menggeleng kecil, toh Ia juga suka sekali menggoda Randu. Mungkin inilah sisi yang disukai Lucas untuk menggoda Randu, sisi yang mudah terprovokasi dengan ucapan ringan. "Kalau Lo enggak mau dikhianati sama Gue, Lo ganti sana!" Ucap Randu, mengalah namun juga kesal. Dava menggeleng tegas dan berkata. "Ogah, Gue bakal menang telak lawan Lo." Mata Randu semakin melebar. "Dendam apa Lo sama Gue?" Dava mengedikkan bahu, lalu setelahnya peluit berbunyi. Randu dan Lucas sama-sama melompat untuk mengambil bola. Lucas adalah kapten basket dengan paket komplit, lompatan yang tinggi dan postur yang memang mendukungnya. Lucas mendapatkan bola pertama, lalu mendrible bola saat Randu akan meraih bolanya. Lucas tersenyum dan mengecoh Randu, Dava sudah berlari ke depan. Sepertinya Randu juga mengincar Lucas, bukan hanya bolanya saja. "Dav." Dava mengambil alih bola basket saat Lucas melemparnya, ada musuh yang menghadang jalannya. Dava dengan gesit keluar dari kepungan itu lalu Dava melempar bolanya kearah teman tim lainnya. Dava berlari ke depan, Lucas sudah ada di depan dengan kondisi siap menerima umpan yang sudah kembali dilempar padanya. Lucas menerima bolanya tepat di bawah ring, tangan-tangan panjang musuh menghalangi namun Lucas dengan gesit melompat dan satu angka tercetak di papan skor dengan indah. Lucas berlari kearah Dava dan teman setimnya untuk bertos ria. "Bagus." Ucapnya memberikan apresiasi juga semangat untuk teman setimnya. Lucas lalu menatap Randu dengan tatapan mengejek namun juga begitu manis, membuat para wanita yang berada di kursi penonton berteriak histeris. "Lucas! Lucas!" Bukan hanya nama Lucas, namun nama Dava dan nama teman setim Dava juga diteriaki. Bola sudah di drible oleh musuh saat Dava sudah kembali pada posisinya, Dava menghalangi musuh untuk membawa bola ke wilayahnya. Namun musuh mengangkat dan melemparkannya pada musuh yang sudah bersiap di depan. Dava melihat Randu yang sudah berada di bawah ring, disana ada dua teman timnya yang menghalangi di tambah Lucas yang sudah berlari kearah sana. Dava tidak bergerak membiarkan mereka yang bekerja dan Dia menanti mentahan bola untuk menyerang. Bola masuk ring dari lawan, skor sama 1-1. Awal pertandingan angka demi angka tercetak bergantian, sama-sama tidak mau mengalah dan hanya mengandalkan stamina mana yang lebih prima. Peluit berbunyi menandakan bahwa kuarter pertama telah usia, skor saat ini 38-46 untuk kemenangan tim Dava. Mereka semua keluar lapangan untuk istirahat dan minum, menyeka sedikit keringat. Lucas menatap Dava lalu melempar handuk, Dava sudah dibasahi oleh keringat. Rambut pria itu bahkan sudah basah dan handuk pemberian Lucas langsung Dava gunakan untuk menyekanya. "Skor awal ini Kita menang, setidaknya dua kuarter lagi Kita harus menangkan agar Kita tidak mengambil kuarter keempat." Dava mengangguk saat Lucas berkata pada para teman setimnya, ini memang permainan latihan. Namun Lucas adalah kapten basket yang terkenal begitu profesional dalam setiap pertandingannya. Wibawa seorang pemimpin juga sangat terlihat dalam wajah serius pria yang kini memasuki semester enam itu. Gaya bicaranya begitu easy dan juga mudah untuk orang mendengarkannya, Dava melirik Randu yang juga sedang memimpin dan mengatur strategi dalam timnya. Dava meminum air mineralnya hingga tandas, nama mereka disebutkan oleh para wanita yang menonton. Benar-benar semakin ramai dengan bertambahnya para Mahasiswa yang sudah selesai dengan kelas mereka. Peluit kembali terdengar, Lucas mengulurkan tangannya pada semua teman setim untuk kembali ke tengah lapangan. Kali ini Dava yang akan mengambil bola pertama di kuarter kedua ini, Dava berhadapan dengan Randu kembali. "Kali ini tim Gue yang bakal menang." ucap Randu memprovokasi, Dava tersenyum miring lalu membalas ucapan Randu. "Yakin, coba saja. Lucas tidak akan melepaskan satu point pun di babak ini, Lo harusnya tahu bagaimana karakternya Dia." Balas Dava membalas provokasi Randu, memang harusnya Randu tahu. Berdasarkan apa yang pernah dimainkan oleh Lucas, Lucas tidak akan melepaskan point di babak pertama dan kedua. Ini adalah sebuah jalan untuk membuat mereka mudah untuk menaklukkan babak ketiga, karena mereka satu tim akan termotivasi dengan kemenangan dua set dan tidak akan mungkin melepaskan set penentuan bagi tim. Walaupun sering bercanda, Lucas dalam tim adalah tipikal leader yang memang akan begitu serius dalam menjalankan taktik permainan dan juga waktu untuk mendapatkan setiap point. Lucas adalah kapten tim basket yang penuh perhitungan, dan itulah kenapa Lucas tidak akan tergantikan jika pria yang berasal dari Inggris itu tidak meminta berhenti sendiri dari Tim basket Fakultas kedokteran. "Terserah Lo, kalau tim Lo yang menang. Lo harus traktir Gue." Dava mengangguk, lagipula apa yang akan diminta Randu? Makanan khas Berlin tidaklah terlalu mahal, untunglah Randu yang memang tidak pemilih dalam hal makanan. Hanya pecinta daging akut dan makanan khas daging sangat mudah ditemukan di sekitaran kampus. Bola dilempar keatas begitu tinggi, Dava melompat bersamaan dengan Randu. Tangan keduanya menjulur keatas dengan sangat tinggi dan tangan Randu lebih kuat untuk mengambil bola, saat kaki Dava mendarat. Dava dengan cepat mengejar Randu yang mulai melangkahkan kakinya menyerang pertahanan tim Dava yang dipimpin Lucas. Dava mencoba menghadang jalan Randu dibantu oleh teman setim lainnya, Randu dapat menerobos Dava lalu mengoper bola itu kearah teman setimnya yang lainnya yang sudah berada di depan. Saat bola terlempar, kepala Dava mengarah seperti gerakan bola. Dava mengambil tempat untuk berlari dan saat Dava akan mencegah bolanya sudah masuk ke dalam ring. Satu point untuk tim Randu, Lucas tersenyum pada Dava. Pertandingan kembali seru saat kursi penonton hampir penuh oleh Mahasiswa Fakultas kedokteran. Nama para pemain benar-benar disebutkan dengan suara lantang sesuai dengan idola mereka masing-masing. Peluh sudah memenuhi para pemain, kaos yang awalnya kering itu sudah basah. Namun tidak melunturkan semangat kedua tim untuk saling mengalahkan dan mempertahankan bola, point demi point saling bergantian mereka dapatkan dan saat ini tim Randu memenangkan point dengan selisih point 4. Lucas mengangguk pada Dava, mengisyaratkan bahwa waktu mereka tinggal sedikit dan harus mendapatkan triple point. Dava mengangguk saat Dia mendrible bola, benar-benar pemandangan yang luar biasa. Sorakan dan teriakan semangat serta rasa kagum mereka para wanita teriakan untuk bintang kampus Fakultas kedokteran tahun ini. Dava menerobos pertahanan tim Lucas dengan gerakan cepat dan gesit, tubuh Dava yang berbenturan dengan tim lawan seperti tembok Berlin yang baru saja dibangun. Begitu kokoh dan kuat, entah mendapat kekuatan dari mana. Dava dapat melewati lawan, dan saat di garis yang tepat Dava menekan kakinya untuk membantunya melompat. Bola yang ada ditangan Dava terlempar begitu mendarat mulus ke dalam ring dengan bunyi begitu nyaring. Saat kaki Dava mendarat, papan skor sudah berubah dengan triple point yang Ia dapat. Lucas menghampiri Dava dan keduanya bertos ria, tinggal satu point lagi untuk menyamakan skor dengan tim lawan. Haruskah Dava melakukan triple point lagi disaat waktu tinggal dua menit lagi? Dava terkenal dengan pencipta skor triple point, dan itu kenapa peran Dava dibutuhkan disaat-saat terakhir seperti sekarang ini. Bola berpindah ke tim lawan, namun teman satu tim Dava berhasil menghadang dan merebut bola. Bola itu tepat pada pelukan Lucas, Dava mengangguk saat tahu kode Lucas. Dava melakukan gerakan untuk maju ke depan, dan tim lawan tentu juga menjaga pergerakan Dava. Dava bergerak cepat, namun bukannya untuk menerima bola. Pergerakan Dava hanya untuk mengecoh pertahanan lawan, sedangkan bola sudah masuk ke dalam ring lagi dengan triple point yang di cetak oleh Lucas. Dava tersenyum, menghampiri Lucas. Melakukan tos ria lagi dan beralih pada teman satu tim lainnya, gerakan Dava begitu efektif untuk mengecoh lawan. Dan Lucas bisa mengandalkan Dava yang bisa mencari tempat yang bisa membuat Lucas leluasa untuk mengambil triple point ini. Papan skor menunjuk jika tim Lucas beralih memimpin dengan dua point, waktu terus berjalan. Dava dan kawan-kawan serius menjaga pertahan agar musuh tidak mampu mencetak point keberuntungan selanjutnya. Dan mereka cukup efektif, hingga peluit dibunyikan. Skor sama sekali tidak berubah, set kedua ini dimenangkan oleh tim Lucas yang di dalamnya ada Dava. Set penentuan begitu alot, namun pertandingan itu seperti tidak seimbang karena Randu harus berhenti sejenak karena kakinya mengalami kram. Setelah kelas berakhir dan makan tadi baik Randu maupun Dava tidak melakukan pemanasan dulu sebelum bermain basket selain berkejar-kejaran. Tim Lucas menang dengan mudah, dan sekarang ini semuanya masih berada diluar lapangan. Dava membaringkan tubuhnya dengan terlentang, menatap langit-langit arena basket Fakultasnya. Nafasnya naik turun dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. "Lo jangan lupa janji Lo." Dava menatap samping, Randu sudah duduk disebelahnya dengan kaki yang di selonjorkan. "Gue kasih duitnya, Lo makan sendiri." Randu segera menatap Dava. "Kenapa?" Tanya Randu, Dava kembali menatap langit-langit arena. "Habis ini Gue ada kelas tambahan." Randu tahu apa yang dimaksudkan Dava saat ini. "Isteri Lo?" Dava duduk, menggoyangkan botol air minumnya yang masih Ia pegang. Kedua kakinya ditekuk, Dava menatap Randu. "Gue enggak bisa ubah jadwal kuliah tambahan Gue sama Profesor seenak Gue." Randu mengerti ucapan Dava, sepertinya kedatangan Dea kemarin juga Dava tidak mengetahuinya. Jika Dava tahu, Randu bisa memastikan jika Dava akan cuti dari kuliah tambahannya selama Dea dan Vandra disini. Randu hanya mampu menepuk bahu Dava, Randu dapat melihat mata Dava yang seperti tidak rela. "Lakukan yang terbaik saat Lo udah korbanin semua hal, waktu dan kebersamaan kalian yang jarang terjadi ini." Dava tersenyum. "Ajak Lucas aja, Gue bakal transfer ke Lo." Randu memicing lalu mendorong Dava dengan kuat, Dava tidak marah malah tertawa saat melihat reaksi Randu yang demikian kesal. Apalagi disaat yang sama, Lucas menatap Randu yang sedang melirik pria itu. "Ih!" Komentar Randu, Dava semakin tertawa. "Dava." Dava melihat sepasang sepatu sneakers berwarna putih bergaris pink yang tepat di depan sepatunya yang juga berwarna putih. Randu menaikkan sebelah alisnya saat merasa asing dengan wanita yang ada dihadapan Dava ini. "Kenapa?" Randu mengerutkan dahinya saat nada pertanyaan Dava terdengar begitu cuek dan tajam. "Lo bisa ke kantin sekarang, Gue tunggu Lo ganti baju." Dava membuang nafas saat seseorang itu seperti memerintahnya. "Disini aja, ada perlu apa?" Tanya Dava to the point, Dava begitu malas berbicara dengan wanita ini. "Tapi Dav, Lo masih pakai itu." Dava sama sekali tidak menatap penampilannya sendiri, baju basket yang sudah basah. Rambut yang benar-benar berantakan karena juga basah, Dava terlihat begitu menawan dan tampan saat ini. "Ini." Beberapa lama tidak ada suara dari Dava membuat wanita itu tahu jika Dava sudah tidak akan memperdulikannya lagi walau Dia ingin Dava sedikit saja meliriknya lagi. Setidaknya walau hanya sedikit, mungkin wanita itu akan sangat bahagia. Namun Dava bahkan dengan cepat merebut lembaran kertas yang ada ditangan wanita itu dengan tidak sabaran lalu beranjak dari duduknya, dengan langkah lebar. Dava meninggalkan arena basket untuk menuju ke ruang ganti pakaian tanpa sepatah katapun. Randu yang heran segera berdiri dari duduknya, walau kakinya sakit. Namun Ia tahu jika Dava sedang kesal saat ini, sebelum benar-benar pergi Randu kembali menatap wanita itu yang terus menatap ruang ganti. "Nama Lo siapa?" Tanya Randu to the point, Randu tahu wanita itu juga bingung ketika Randu menanyakan namanya. Namun wanita itu tetap membuka mulutnya dan menyebutkan namanya dengan suara ringan dan pelan. "Evelyn.". ★★★★ Mohon tinggalkan Loves ?, Readers.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN