Bab 4. Kebiasaan Gim

1068 Kata
Rumahku hanyalah bangunan minimalis tingkat dua tidak luas tapi juga tidak terlalu sempit. Perumahanku ada di daerah jawa barat tepatnya di bandung tempat yang dikenal asri dan damai. Kenapa di bandung karena aku lahir disini. Sekarang sudah pukul tujuh malam dari ruang tamu terdengar suara ribut khas Danial yang ngoceh gak jelas sesekali suara mamaku menyahut sambil tertawa sedangkan papaku dia jarang pulang, kerjaan papaku ada dilaut untuk menarik minyak dari dalam bumi. Cukup bahaya tapi untuk menghidupi keluarganya papaku tidak punya pilihan karena itu sudah bidangnya. Aku turun menghampiri Gim dan Danial di ruang tamu. Danial terlihat memeluk toples kacang dengan serakah sedangkan Gim kayaknya lagi main game diponselnya. Mereka berdua terlihat keren malam ini sedangkan aku.. yaudahlah ya gak usah dijelasin. “Hafsun nanti pulangnya jangan kemaleman ya. Gim sama Danial udah mama ingetin juga” Ucap mamaku dengan tatapan hangat yang sangat aku sukai. “Mama tenang aja nanti kalau Dan macam-macam biar aku yang ladenin” sahut Gim yang langsung dapat lirikan tajam dari Danial. Gim berdiri dari duduknya menghampri mamaku dan mencium pipinya sama seperti apa yang sering Gim lakukan padaku. Aku langsung mendorong Gim menjauh, ini kan mamaku dia gak boleh rebut. “Kamu jaga adekmu ya” Ucap mamaku sambil mengusap kepala Gim. Gim mengangguk lalu kami bertiga bersiap untuk jalan keluar, ternyata Danial udah pesan taksi onlen yang siap membawa kami ke bioskop. Kami bukan dari kalangan anak orang kaya jadi mobil kami gak punya yang punya itu orang tua kami. Karena saat ini kita bertiga belum punya sim, jangankan mobil sepeda motor aja dilarang jadi setiap kali kita pergi taksi onlen andalannya. “Nonton horor ya” saranku. “Males. Nonton action amerika aja gimana?” sahut Danial begitu kami sudah ada di dalam mobil. “Kalau gitu biar Gim aja yang nentuin. Gim nanti kita mau nonton film apa yang bagus?” tanya Danial. Gim menoleh. “Anabelle” jawabnya. Sudut bibir Danial terlihat berkedut “Ah elah kalian berdua napa suka banget sama yang horor sih lagian ini hidup tuh udah horor jangan ditambahin yang kek gitu deh” Protesnya. Aku hanya tertawa, Danial emang penakut sama film horor sedangkan aku dan Gim sebaliknya. Tak lama kami tiba di mall kemudian menuju ke lantai dimana bioskopnya berada, kami tidak jadi nontoh film horor atau film aksi amerika melainkan kami justru menonton drama komedi yang berjudul ‘Terlalu Tampan’ karena kebetulan film itu yang lagi ngetrand sekarang. Kedatangaku bersama Danial dan Gim jadi pusat perhatian karena aku menggandeng dua cowok kece sekaligus, aku tau pasti mereka iri. Kemudian setelah membeli tiket dan popcorn kami masuk kedalam untuk membuat perut keras karena tawa. “Film kayak gini kok ditonton sih dimana serunya coba?” Gerutu Danial, aku memukul lengannya untuk memperingati jika kata-katanya tidak baik jika didengar orang lain. Namun begitu film komedi itu mulai diputar orang yang tidak bisa diam ya hanya Danial, padahal cowok ini yang bilang dimana serunya film yang kami tonton tapi Danial sendiri yang dari awal film diputar tidak berhenti tertawa. Sedangkan aku dan Gim heran melihat kearah Danial bukan malah terfokus pada layar lebar didepan sana. “Dan kamu gak salah minum obat kan atau tadi kebanyakan makan kacang?” tanya Gim. “Pa’an sih Gim, film lucu kayak gitu masa kalian gak ketawa” Kita gak ketawa karena yang kami lihat itu wajah anehmu Danial bahkan aku dan Gim sampai gak sadar kalau filmnya udah selesai gara-gara yang diliat cuman wajah tertawa Danial. Acara menonton kami terasa begitu singkat tapi waktu udah menunjukan pukul sembilan malam sedangkan aku masih belum puas hanya menonton saja. Kedua tanganku masing-masing merangkul lengan Danial dan Gim untuk melihat lihat benda apa saja yang tersedia di mall. Biarpun gak beli setidaknya bisa cuci mata. Untungnya Danial dan Gim paling setia mengikuti kemana langkahku sampai akhirnya kami memutuskan untuk pulang untuk menghindari macet yang cukup panjang dibeberapa tempat pasti mama khawatir jika kami tidak pulang lebih awal. “Dan, kapan mobil onlennya sampe?” seruku. Danial mengutak atik ponselnya “Bentar lagi, nah itu dia” Danial menunjuk mobil kuning yang datang, kami masuk bergantian kedalam mobil tersebut yang akan mengantarkan kami pulang. “Gim” “Hem” “Aku boleh nginep dirumah kamu gak?” tanya Danial. “Gak” jawab Gim seadanya. Danial memanyunkan bibirnya kayak cewek tapi tidak protes karena Gim menolaknya. Perjalanan pulang terasa lebih lambat aku menghubungi mamaku jika saat ini kami terjebak macet setelah mengabari orang rumah aku menyandarkan kepala di lengan Gim, aku merasa sangat lelah hari ini padahal tidak melakukan hal berat sama sekali, mataku terasa berat sampai tidak ada hal yang aku ingat lagi. -------- Tengah malam aku terbangun karena merasa haus ternyata aku sudah berada di kamarku dengan lampu menyala, wajah Gim yang terlelap tepat dua jengkal dari wajahku. Ck ini anak udah gede juga masih ikutan tidur bareng kayak jaman usia lima tahun. Tapi aku tidak membangunkan Gim yang tidur diatas kasurku, aku yakin Gim anak baik-baik dan cowok ini aku anggap udah kayak kakak sendiri. Aku turun dari tempat tidur menuju dapur untuk mengambil air untuk menyelesaikan dahaga yang tadinya membuat leherku kayak gunung sahara, kering kerontang akhirnya kembali kayak sungai nil. Gim mengubah posisi tidur jadi membelakangiku, kedua kaki Gim sebagian menggantung karena tinggi badannya melewati batas panjang tempat tidurku. Aku ikut berbaring balas membelakangi Gim lalu tidur dan mimpi indah. Saat pagi aku terbangun Gim sudah gak ada disampingku, kebiasaan. Gim paling rajin bangun diantara kami bertiga, aku yang nomor dua setelah Gim, kalau gak percaya datang kerumah Danial pasti cowok itu masih tidur. Aku segera berberes bersiap sarapan untuk pergi kesekolah setelahnya. Gim sudah ada dimeja makan duduk dengan tenang sambil membantu mamaku menyiapkan masakan. Seharusnya Gim yang jadi anak mamaku karena yang sering membantu mamaku adalah Gim. Anak macam apa aku ini yang membiarkan anak orang lain yang lebih dekat dengan mamaku. “Selamat pagi!” Ucapku menyapa. Gim yang membawa masakan mama ditangannya diletakkan dimeja kemudian berjalan kearahku untuk mendaratkan ciuman dipipi seperti biasa. Mamaku malah hanya tersenyum bukannya ngelarang anak gadis dicium cowok sembarangan. “Mah! Sun udah gede bilangin tuh sama anak mama yang satu biar gak asal main cium-cium kaya gini” Aku memprotes sambil mengusap bekas ciuman Gim. Mama menyiapkan makanan dimeja sambil menatapku tersenyum “Kenapa mama larang, Gim kan anak mama juga. Udah kalian gak boleh berantem ya” jawab mama, mama melihat Gim yang sudah duduk dikursi. “Gim nanti kalau disekolah kamu gak boleh cium Sun sembarangan ya. Bolehnya cuman dirumah aja tapi gak boleh keseringan. Sekarang kalian udah besar takut nanti Sun gak dapat pacar gara-gara terlalu dekat sama kamu dan Danial” “Mamah!” Gim menatapku. “Iya mah. Tapi aku tetep bakalan jaga Sun” “Iya mama tau. Jadi kakak yang baik ya buat Sun. Mama sayang kalian” Mama mencium puncak kepala Gim lalu ke puncak kepalaku sambil tersenyum hangat yang selalu aku sukai. _____ Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN