Chapter 2

1116 Kata
Gerakan Shiva terlihat gelisah, keringat dingin muai terlihat dan keningnya mengerut tidak nyaman. Bayangan k*******n ada dibenaknya. "Bunda!" mendengar teriakan Shiva, mereka panik dan berlari untuk melihat keadaan nya. Brak "Bunda, bunda tolong Shiva tolong Shiva hiks" terlihat Shiva masih tertidur dengan gelisah, sepertinya dia bermimpi buruk. Bunda menepuk pipi nya pelan guna membangunkan nya, keringat dingin keluar dipelipisnya. "Bunda, bunda mereka memukul Shiva! tolong Shiva hiks" "Sayang bangun", masih tetap tidak sadar. Bunda mengangkat tubuh Shiva setengah duduk dan memeluknya, namun Shiva memberontak. "Stt... Sayang ini bunda, tenang sayang kamu tidak apa-apa, bunda disini, kita disini jagain Shiva" bisik bunda. "Bunda, bunda Shiva takut", racauan itu masih terdengar dan Shiva terus memberontak dari pelukan bunda. "Tolong nyalakan lampunya ! Hei sayang bangun bunda disini, hei bangun!" Shiva masih menutup matanya, seperti ada yang menutup telinga nya, dia tidak mendengar suara bunda dan yang lainnya untuk bangun. "Bunda mereka memukul Shiva dengan kayu hiks..Sakit bunda hiks..." "Apa yang harus bunda lakukan?" ucap bunda menahan tangis melihat keadaan putrinya seperti ini. "Sini bunda biar Senal yang nenangin" bunda mengangguk dan berdiri memberi ruang untuk Senal. Senal berbisik untuk Shiva membuka matanya, namun Shiva memberontak. Seakan ruang geraknya menipis. "Panggilkan dokter Aldi !", perintah ayah. Aldi mengangguk cepat, bunda semakin khawatir ketika Shiva tetap belum sadar. "Apa yang terjadi dengannya? Apa yang terjadi? hiks..." "Stt tenang bunda Shiva akan baik-baik saja" "Bunda ayah kakak tolong! tolongin Shiva hiks... Hiks... Tolongin Shiva hiks..." Melihat Senal yang kesusahan karena pemberontakan Shiva, dia mengajukan dirinya untuk menggantikan Senal. "Ayah!" teriak Shiva membuat Aldo semakin memeluk erat Shiva meskipun Shiva semakin memberontak. "Dokter Akbar tidak menjawab telpon nya!" lapor Aldi. Ayah terlihat semakin bingung, "Kita sadarkan Shiva terlebih dahulu, bunda tenang. Aldo, biarkan Ayah menenangkan nya." Shiva sedikit tenang dalam pelukannya. "Bunda tolong Shiva hiks hiks..." "Stt... Shiva ada ayah disini, Shiva tenang" "Ayah hiks ayah...", Shiva masih belum sadar. "Ya, ayah disini. Shiva harus tenang dan bangun. Kami disini sayang." bisiknya Shiva kembali memberontak setelah tubuhnya tersentak dan kembali menangis, Dio yang melihat itu langsung merebut Shiva dan memeluknya erat, "Shiva ini kak Dio, kamu harus kuat sayang, bangun kita tunggu disini" bisik Dio tapi belum bisa menenangkan nya. "Biar Seno Coba" Seno melakukan hal sama, membisikkan kata kata agar Shiva terbangun, namun tidak ditanggapi Shiva. "Ayah bunda sakit hiks... Hiks...", teriak Shiva kembali, bunda terlihat kacau. Aldi meraih tubuhnya dan memeluk Shiva lembut serta menepuk pelan punggung dan kepala Shiva sembari bersenandung. Shiva mulai tenang bahkan tidak terjadi pemberontakan lagi hanya terdengar bisikan racauan yang terdengar. Aldi masih bersenandung hingga Shiva tenang seutuhnya. Mereka bernapas lega melihat Shiva sudah kembali tenang. Mereka sangat sangat panik ketika mendengar teriakan Shiva saat membicarakan hal penting. "Syukurlah dia sudah tenang", ujar bunda lega menghapus air mata yang berhenti mengalir. Kekhawatiran kembali mengerubungi hati mereka. Trauma Shiva kembali menghantuinya tanpa ampun, ini kembai muncul setelah sekian lama. "Stt... Bunda jangan nangis nanti Shiva dengar" "Saya nggak akan meloloskan dia dengan mudah." geram bunda dengan tatapan tajamnya. "Bunda", panggilan lirih itu kembali terdengar. "Stt... Kak Aldi ada disini, bunda disini, ayah disini, kak Senal disini, kak Seno, kak Aldo dan kak Dio disini sayang. Tenang kamu akan aman, jangan takut sayang kita akan melindungi mu. Tidur yang nyenyak", usapan lembut itu menenangkan Shiva kembali. Aldi memangku Shiva seperti yang dilakukan Senal kemarin. kruyuk Mereka menatap Dio bersamaan sedangkan yang ditatap hanya tersenyum lebar. "Apakah kita melewati sarapan?", tanya Dio polos dan dihadiahi tatapan tajam mereka berenam. "Oh ayolah Dio laper, apakah kalian tidak mendengar perutku tadi?" "Bunda ayah", racauan itu masih terdengar. "Kalau kamu mau makan,sana makan aja sendiri!" ketus Seno. Dio memanyunkan bibirnya kesal. Tubuh Shiva kembali tersentak membuat Aldi terkejut dibuatnya. "Astagfirullah" Shiva kembali menangis histeris. "Bunda!", teriaknya. Aldi terus menenangkan nya namun masih gagal. "Yah, bun, kak pasangkan kalung Shiva." Mereka mengambil kalung bermanik mata batu sapir dan memakaikan nya. Shiva kembali tenang. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang Namun Shiva tetap belum sadar. Karena perut mereka tidak dapat dikompromi mereka meninggalkan Aldi Dan Shiva yang masih terlelap. "Kak Aldi tolongin Shiva" "Stt... Shiva bangun sayang Kak Aldi ada disini. Buka mata kamu sayang jangan takut" Mata Shiva perlahan terbuka dengan meneteskan air matanya. "Kak Aldi" panggil Shiva, dia bingung kenapa air matanya menetes. "Ya sayang?" "Shiva kenapa?" "Shiva baik kok. Baik banget malah" "Kenapa Shiva tidur dipelukan kakak?" "Emang kakak ga boleh meluk adik kakak sendiri?" "Boleh kok boleh banget", ujar Shiva dengan memeluk leher Aldi erat. "Shiva ga laper?" "Banget!" serunya. "Ya udah yuk ke bawah mereka udah nunggu kita loh. Dan Shiva cuci muka dulu gih itu ada belek nya" dengan cepat Shiva membersihkan area matanya. "Nggak ada kok! Kakak bohong!" "Hahahaha. Udah cepetan katanya laper" Shiva mengangguk dan meminta Aldi untuk menunggunya. "Iya sayang" Shiva terlihat lebih segar dan Aldi segera menariknya untuk makan. "Shiva!" seru Dio dan memeluk Shiva erat. Shiva terkejut mendapatkan serangan pelukan dari kakaknya ini. "Kakak kenapa meluk meluk?" Dio melirik Aldi dan diberi gelengan kepala darinya. Shiva memandang bingung Dio. "Gapapa cuma kangen aja sama kamu yang cebong." "Shiva ga cebong ya!" protes Shiva tidak setuju dan Dio hanya tertawa pelan. "Sini sayang makan" ajak Senal dan direspon Shiva dengan berlari memeluk Senal erat. Senal tersenyum, "Ada apa?" "Gapapa cuma kangen" "Ya udah sekarang Shiva makan. Makan yang banyak ya" Saat makan, perhatian mereka tidak terlepas dari Shiva yang memakan makanannya dengan lahap serta dijaili oleh Dio. "Ish kakak! Itu punya Shiva" "Ambil lagi aja apa susahnya" "Nggak mau! Seharusnya Kakak yang ambil sendiri bukan ngambil punya Shiva! Ih kakak balikin itu ayamnya!" "Yah udah digigit, gimana dong?!" Mata Shiva berkaca kaca. Dio yang melihat itu buru buru mengambil paha ayam yang baru. "Aduh aduh Shiva jangan nangis, nih nih! paha ayam yang barunya ya udah jangan nangis cup cup" Shiva berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan mereka yang bengong melihat Shiva pergi dengan menghentakkan kakinya. "Dio kamu ini! Dia kan belum selesai makan!", omel bunda. "Yahh, Dio salah ya?" "Salah banget!" sahut kakaknya. "Ih kakak kok gitu!" "Ayo loh Shiva nya marah. Ayah ga ikut ikutan ya!", ucap Ayah menggoda Dio. Pasalnya Dio tidak akan kuat jika dicuekin Shiva. Dio berdiri dan lari dengan berteriak. "Shiva jangan marah dong sama kakak. Kakak ga kuat kamu nyuekin kakak!" dan diabaikan oleh Shiva. Senal menghela nafasnya mengingat sesuatu, “Dan akhirnya Shiva belum siap menerima semuanya” Seharusnya besok adalah hari bahagia Shiva di sekolah barunya, mereka hanya bisa berdoa Shiva baik-baik saja dan tidak merubah fikirannya untuk sekolah umum. Itu adalah keinginan mereka melihat Shiva kembali melakukan aktivitas yang disukainya dan bisa tertawa bersama teman-teman barunya. Meskipun mereka tidak yakin si kembar pirang akan membolehkan Shiva berteman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN