Chapter 3

1755 Kata
Shiva menatap Dio datar. Kakaknya ini selalu merengek memintanya untuk tidak menyuekinya. Shiva risih dan juga menahan tawa nya, kakaknya ini suka sekali mengganggunya tapi jika Shiva sudah marah dia tidak akan mau. “Diem Dio” ujar Aldo merasa terganggu dengannya. “Kamu yang diem! Dek, adek kan baik cantik. Maafin kakak ya? Kakak nggak akan ngulangin lagi deh janji. Nanti kakak beliin ayam sekandang biar kamu bisa makan semuanya” “Shiva nggak butuh ayam sekandang kakak, aku maunya kakak jauhin Shiva” “Nggak mau!” “Kenapa? Itu hukuman kakak udah berani ngambil ayam punya Shiva” “Kakak nggak akan mau kalo harus jauhin kamu. Gapapa cuekin kakak aja asal kamu tetep deket sama kakak” Shiva memberikan senyumannya, kakaknya lucu bukan? Hanya karena ayam dia memohon maafnya. Shiva mengacak rambutnya. “Kakak bodoh ya? Kakak pikir aku marah cuma gara-gara ayam?” Mata Dio mengerjap mendengarnya, adiknnya membodohinya? Bunda tertawa pelan meihat tingkah mereka, “Kamu bodoh Dio” ejek Aldo. Dio melempar kulit kacang yang berserakan di atas meja, “Ini dibersihin! Jadi cowo itu harus bersih!” Kini giliran Aldo yang menggerutu, Shiva terlihat tertawa meskipun pelan itu berhasil membuat hati mereka menghangat. Seno mengusap rambutnya, “tetaplah bahagia” bisiknya sangat pelan lalu mencium kepala Shiva. Shiva menengok menatap abangnya, “Kenapa?” Seno menggeleng memberikan senyumannya. Adiknya ini sangat istimewa untuknya. “Dek” panggil Aldi. “Kamu nggak berubah fikirankan mengenai sekolah umum?” Shiva menggeleng, “Emang kenapa? Kalian berubah fikiran?” Semuanya menggeleng, “Kakak seneng kalo kamu sekolah bareng kakak.” Ujar Dio. Shiva membalas senyumannya, “Kakak akan menjagamu Shiva, jangan khawatir” “Kita kan nggak satu kelas” “Kata siapa?” Shiva mengernyit bingung mendengarnya, “Aku lebih muda dari kalian, tentunya nggak satu kelas lah!” “Kamu mau kelasnya dipisah?” Tanya bunda. Shiva terdiam lalu menggeleng pelan, “Shiva nggak seberani itu” gumamnya menunduk, di hatinya masih ada rasa takut. Seno menggenggam tangan Shiva, “Kamu pasti berani sayang. Lupain semua hal yang bisa buat kamu takut. Di sana banyak orang baik sayang” “Kamu juga bisa main sama mereka yang mau temenan sama kamu” sambung Senal. Shiva memandang semua kakak dan abangnya yang sudah meyakinkannya. Ya, dia harus memberanikan dirinya. Shiva tidak ingin keluarganya semakin mengkhawatirkannya. Lagi pula ada ketiga kakaknya yang akan menjaganya. Shiva mengangguk, “Shiva, dengarkan kata kakakmu. Jangan pernah membantahnya oke?” Shiva mengangguk, ini untuk kebaikannya. *** Shiva menghentikan langkahnya merasakan semua mata memperhatikannya, tangannya mengepal kuat. Dia tidak suka hal ini, sangat-sangat tidak suka. Dio menggenggam kepalan tangan itu, memberikan senyuman hangatnya saat Shiva menatapnya takut. “Ada kakak.” ucapnya, Shiva menarik nafasnya dan mengangguk “Angkat kepalamu Shiva, jangan sampai mereka berhasil mengintimidasi kamu” Shiva kembali mengangguk meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang berbahaya di lingkungan sekolah. Ketiga lelaki kembar itu sungguh menyita perhatian semua orang ditambah gadis diantara mereka membuat pertanyaan dibenak mereka muncul. Sekelompok orang mendekati ketiganya membuat Shiva kembali menghentikan langkahnya dan bersembunyi di belakang Dio. “Siapa?” Tanya salah satunya. “Adik kita.” Mereka mengangguk dan tersenyum, “Hai” sapa mereka. Shiva sedikit mengintip di belakang Dio, melihat senyuman mereka membuat Shiva sedikit berani menampilkan wajahnya. Aldi dan Aldo tersenyum melihatnya, “Shiva ini temen kakak, tenang aja mereka baik” Mereka mengangguk mengiyakan ucapan Dio, “Shiva!” teriak seseorang bahagia melihatnya hadir. Shiva terkejut mendengar namanya diteriakan, “Shiva! Ini kamu?!” Shiva mengerjap melihat orang ini yang sangat ribut, “Siapa?” “Kamu nggak inget aku?!” Shiva menggeleng ragu, wajahnya tidak asing tapi dia tidak tau siapa. Gadis itu cemberut melihat adik sahabatnya ini tidak mengenalinya, “Aku Evelyn Shiva” “Evelyn?” Shiva melirik kakaknya bingung, Evelyn yang mana? Dia tidak mengenalinya. Evelyn terlihat kesal ditertawakan mereka. “Oke fine! Diem kalian!” Dio tertawa mengacak rambut Evelyn lucu, “Dia yang pernah main ke rumah sayang” ujar Aldi mengingatkan Shiva. Evelyn menganggukan kepalanya cepat, “Oh” “Oh?! Hanya oh?!” seru Ev, oh ayolah! dia mengenalnya sungguh! Semuanya kembali tertawa, Evelyn gadis yang tidak suka jika seseorang berucap singkat ataupun cuek. Itulah kenapa mereka selalu menanggapi ujaran Evelyn meskipun aneh. Meskipun kesal dengan respon Shiva dia tetap tersenyum menatapnya, gadis yang sudah membuatnya bahagia entah mengapa. Evelyn menggandeng tangan Shiva membawa dia menjelajahi sekolah dengan semangat. Para lelaki itu tersenyum melihat kedua gadis itu yang terlihat akrab. Evelyn memperkenalkan Shiva pada semua teman dekatnya, Shiva menjadi canggung karenanya. Shiva orang yang introvert tapi jika sudah mengenalnya dia akan menjadi santai. Ketiga kakaknya dan juga sahabatnya mengikuti langkah kedua gadis ini, tidak membiarkan kedua gadis ini lolos dari pandangan mereka. Shiva menengok ke belakang, menatap Aldo yang tersenyum. Ternyata abangnya populer, “Aku kira kamu pacar salah satu si kembar” celetuk salah satu gadis yang dikenalkan Evelyn. Shiva menggeleng, “Aku nggak akan mau sama mereka” “Hei!” seru Dio mendengarnya. “Apa? Aku nggak akan mau sama kakak” “Jelas! Kamu adik kakak” “Kalo aku bukan adik kakak pun, aku nggak akan mau sama kakak” “Kenapa?” “nggam usah tau alasannya, intinya aku nggak akan mau sama kakak kalo bukan adik” Dio berdecak, “Kamu adik kakak. Suka ataupun ga kamu tetep di samping kakak” Shiva mencibir mendengarnya, peraturan dari mana itu. Aldi tersenyum mengacak rambut Shiva, tanpa disadari olehnya senyuman Aldi mampu membuat semua gadis terpesona. Evelyn menatap teman dekatnya dengan bingung, wajah cengo itu membuatnya bertanya-tanya. “Kalian kenapa?” Tanya nya bingung. Aldi merubah mimik wajahnya cepat mengetahui sesuatu. Mereka menggeleng menahan senyumannya, Evelyn menatap mereka aneh. *** Shiva mencuci tangannya, menatap dirinya di cermin toilet. Berfikir kenapa dia sangat takut dengan semuanya, padahal ini semua tidak semenakutkan apa yang ada dibenaknya. Setelah selesai dengan semua fikirannya dia keluar setelah dua orang siswi membuka pintu toilet. Brak Shiva mengepalkan tangannya melihat kedua orang itu menatapnya tajam, “Kalian-- kalian ngapain?” “Oh jadi ini jalang itu” “Jalang? Apa maksudmu?” Melangkah mundur teratur melihat kedua orang ini berjaan maju mendekatinya, di dalam hatinya dia berteriak bunda. Dia takut, sungguh. Shiva tercekat saat pipinya ditekan kuat oleh dia yang menyebutnya jalang, “Aldi milik saya. Kamu nggak bisa ngambil dia dari saya” “Kamu nggak bisa mendekatinya. Dia milik saya” ulangnya. Air mata Shiva menetes begitu saja diperlakukan seperti itu. Pikiran untuk tidak takut buyar sudah, nyatanya rasa takut itu tidak bisa lepas dari dirinya. Kedua gadis itu sudah pergi meninggalkan Shiva yang sudah terduduk menyembunyikan wajahnya. Dia menahan isakannya, menepuk dadanya yang terasa sangat berdebar. Dia benci dirinya sendiri, kenapa dia harus mengalami hal ini? Tangisannya pecah begitu saja, membiarkan kesunyian terendam dengan air matanya. Dia masih terkurung dalam traumanya. Bayangan p********n membuatnya menjambak rambutnya kuat, kepalanya menggeleng kuat menghapus ingatan itu. “Shiva!” seru Evelyn melihat Shiva dalam keadaan kacau. “Kamu kenapa? Hei Shiva lihat aku” Mata sendu Shiva menatap Evelyn takut, tangisannya keluar kembali. Dadanya terasa sesak. Evelyn melihat itu tercekat, gadis ini kenapa? Evelyn memeluknya erat, jujur saja dia khawatir. Dia mengetahui hal tentang Shiva. Shiva mencengkram kemeja yang dipakai Evelyn, tangisnya berubah menjadi histeris ketika diotaknya mendengar suara pukulan. Evelyn panik dan dengan cepat dia menghubungi Dio sembari menenangkan Shiva, “Cepatlah ke sini. Ada yang nggak beres.” Evelyn langsung memutuskan sambungannya, tangannya kembali menenangkan Shiva. Tubuh Shiva bergetar takut. “Hei Shiva. Shiva tatap mataku.” Evelyn mengangguk, “Ya, tatap mataku. Kamu akan baik-baik aja oke? Jangan berfikiran apapun, tatap mataku aja.” Evelyn mengangguk dan memberikan ketenangan melalui mata teduhnya, Shiva mulai menetralkan jantungnya. Tangan Evelyn merapihkan rambutnya yang sudah berantakan, tersenyum mengusap pipi Shiva. Gadis ini sudah membaik. Brak Pintu itu penyok mendapatkan pukulan dari Aldi, ketiganya sudah sampai sana dan hanya bisa menyaksikan Evelyn menenangkan adiknya. Kedua gadis itu menengok, Dio langsung menarik kedua gadis itu berdiri dan memeluk Shiva erat. Mengusap kepala Shiva pelan, “Maaf, maaf, maaf” Shiva hanya bisa diam menerima pelukan Dio, “Kamu gapapa?” Shiva menggeleng, Dio menatap Evelyn meminta jawaban apa yang sudah terjadi. Sebelum Evelyn menjawab Aldi sudah menarik Shiva keluar dari sana. Tidak ingin adiknya mengingat apa yang sudah terjadi. “Dia udah nangis waktu aku ke sini buat liat dia.” Evelyn melirik semua siswa yang mengerubungi toilet. “Siapa yang udah berbuat hal ini?” tanya Aldo mengintimidasi menjelajahi mata mereka. Aldo memicing melihat satu orang gadis yang melirik dua orang di depannya. Dia mengenali gadis itu dan dia percaya dengannya. Tangan gadis itu memperagakan apa yang sudah kedua gadis itu lakukan. Menekan pipinya dan juga mendorongnya. Aldo mengerti langsung mengepalkan tangannya kuat lalu pergi tanpa kata. Evelyn menyaksikannya juga langsung merubah wajahnya. Mendekati kedua gadis kurang ajar itu dengan aura dinginnya. Evelyn gadis yang hangat tapi jika sudah marah dia berubah buas. “Aldi bukan milik kamu jalang! Jangan menyakitinya atau kamu yang akan saya habisi.” Evelyn tersenyum iblis, “Dan kamu tau aku kayak apa kalau sudah marah” *** Shiva tetap diam menatap mata Aldi yang sedari tadi memeriksa wajahnya, “Shiva gapapa” Shiva melepaskan tangan Aldi dari wajahnya, dia merasa aneh apa lagi sekarang dia menjadi pusat perhatian. Matanya melirik sekitarnya tidak nyaman. Aldi ikut meihat apa yang Shiva lihat, “Kalian ngapain?” “Shiva kamu gapapa?” Tanya salah satu teman dekat Evelyn yang ikut mengerubungi posisinya. “Pergi! Dia gapapa!” usir Aldi. Shiva melihat mereka semua bubar dengan teratur, Aldi kembali menangkup wajah Shiva. “Kamu gapapa?” Shiva mengangguk kepalanya menunduk, air matanya kembali menumpuk. Aldi tidak membiarkan air mata itu kembali keluar. “Katakan.” “Katakan apa yang kamu rasakan” Shiva menatap kakaknya dengan air mata yang akan menetes, Aldi menggeleng tidak mau melihat adiknya ini menangis. “Jangan menangis Shiva, kakak nggak suka” ujar Aldi menghapus air matanya. Shiva tetap menatap kakaknya, “Apa harus aku jauhin kakak?” Aldi terdiam mendengarnya, “Gadis itu. Gadis itu milik kakak” “Siapa?” Shiva diam tidak menjawab, kakaknya pasti tau maksudnya. “Denger Shiva. Kakak hanya milik kamu. Jangan dengerin omong kosong mereka, kakak akan jadi milikmu selamanya.” Aldi mengusap pipi adiknya pelan, “Jangan tenggelam dalam traumamu Shiva, mereka sangat berbeda dari dia. Gadis itu hanya salah paham sama kamu. Ngerti?” Shiva mengangguk, “Dia bilang aku jalang” “Apa?” “Apa aku mirip seperti jalang kak?” Aldi menggeleng kuat, “Jangan didengerin! Adik kakak bukan jalang” Aldi memeluknya erat, “kamu adalah malaikat kakak” *** Ayah melihat wajah bunda yang terlihat melamun, menyentuh tangannya yang menggantung di udara. “Kenapa?” Bunda tersadar mengusap dadanya yang terasa berdebar, “Shiva” Ayah tersenyum, “Dia baik-baik aja sayang” “Dia memanggilku” Ayah memperhatikan wajah bunda yang terlihat sangat khawatir, “Tenang bunda” Bunda segera mencari ponselnya berencana menghubungi salah satu anaknya, “Dio, Shiva gapapa kan?” “Dia gapapa bunda, jangan khawatir. Putramu yang tampan ini menjaganya dengan baik” Bunda tersenyum sekilas. "Bunda mau denger suaranya” Dio menyerahkan ponselnya ke Shiva yang sudah membaik karena semua orang menghiburnya, “Shiva” “Iya? Shiva gapapa bunda” Bunda menghela nafasnya lega, “Syukurlah.” “Bunda Shiva mau makan” “Oke, kalo ada apa-apa hubungi bunda” Sambungan terputus, bunda menatap ayah yang menunggu laporannya. “Shiva gapapa” ayah mengacak rambut bunda pelan. “Percayalah pada mereka sayang, mereka pasti menjaganya” Bunda mengangguk, dia benar-benar merasakannya tadi. Bunda sangat sensitive mengenai Shiva karena gadis itu sungguh rapuh tenggelam traumanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN