Panggilan itu jelas terdengar oleh Leandra yang melintas di depan mamanya, bahkan orang-orang yang duduk di sekitarnya pun ikut menoleh. Namun, Lean seperti sengaja menulikan telinganya. Dia peduli jika itu menyinggung perasaan mamanya, karena selama puluhan tahun mamanya juga tidak pernah peduli sesakit apa perasaannya tidak dianggap oleh mereka. Vian menggandeng istrinya itu menghampiri ketiga saudara perempuannya dan juga ibu tirinya. Begitu mendekat, Vian membawa istrinya berlutut di depan Ajeng, istri pertama papanya yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri itu. “Bunda …,” panggilnya dengan suara serak berlutut mencium tangan ibu tirinya. “Selamat ya buat anak Bunda! Akhirnya bertemu jodoh juga!” sahut Ajeng seketika berderai air mata memeluk Vian. Haru diperlakukan layaknya